Chapter 5

92 36 10
                                        

Pagi yang indah menghiasi langit dengan warna keemasan, memancarkan pesona yang mengagumkan. Sinar matahari menyinari bumi dengan lembut, menyebar ke segala penjuru dan menyentuh segala yang terjepit dalam sinar cahayanya.

Di tengah keindahan pagi ini, Anya telah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah barunya. Dia mempersiapkan dirinya dengan rapi, mengenakan seragam sekolah yang baru, dilapisi jaket hitamnya. Seragam itu tampak segar dan cerah, mencerminkan semangat dan tekad yang dimiliki Anya.

Kontras yang jelas terlihat antara Anya dan Luna. Luna, dengan dua kunciran rambutnya yang rapi dan penampilannya yang kutu buku, berbanding terbalik dengan Anya yang lebih menyukai rambut terurai atau kuncir satu, menunjukkan gaya yang lebih modern dan berani.

Anya mencium tangan bundanya dengan hormat. "Aku berangkat dulu ya, Bun," katanya, suaranya terdengar jelas dan penuh kasih sayang. Ia tersenyum hangat sebelum melangkah pergi.

Tekad bulat terpancar dari raut wajah Anya. Dengan mantap, ia menancap gas motornya, membelah jalanan menuju sekolah. Seragam Luna yang dikenakannya seakan menjadi simbol tekadnya untuk menghadapi hari ini.

Begitu memasuki gerbang sekolah, Anya langsung dihujani tatapan penasaran dari para siswa. Ada yang berbisik, ada yang menatap dengan kagum, dan ada pula yang menatap dengan sinis. Namun, Anya cuek. Ia berjalan dengan percaya diri, langkahnya santai menyusuri lorong sekolah yang ramai.

Shintya, Kayla, dan Gea berhenti sejenak, tatapan mereka tertuju pada Anya. Bisikan-bisikan terdengar di antara mereka. Shintya, dengan raut wajah yang sedikit cemberut, bergumam, "Anak baru kah?"

Gea menyipitkan mata, mengamati Anya dari kejauhan. "Mungkin?  Soalnya gue nggak pernah lihat dia sebelumnya," katanya, suaranya terdengar ragu-ragu.

Di tengah bisikan-bisikan teman-temannya,  Kayla berseru dengan penuh semangat. "Gila! Cakep banget cuy, stylenya keren!" ucap Kayla, tak menyadari perasaan Shintya.

Tatapan sinis dari Shintya dan Gea membuat Kayla sedikit panik. Ia melihat mereka berdua menghela napas panjang. Dengan cepat, Kayla mencoba menenangkan Shintya, "Eh, sorry-sorry nggak bermaksud. Lo tetep nomor 1 Shin, hehe," katanya sambil tertawa gugup.

Didorong oleh rasa cemburu dan kekesalan, Shintya berjalan cepat ke arah Anya, Gea dan Kayla di belakangnya. Saat berpapasan, ia dengan sengaja mendorong bahu Anya dengan kuat, ingin menunjukkan dominasinya.

Dengan nada tinggi dan penuh kesombongan, Shintya berkata, "Kalau jalan tuh liat-liat!" Ia menatap Anya dengan pandangan meremehkan.

Kurang ajar, dia yang nabrak, gue yang disalahin.

Meskipun tergertak oleh tindakan Shintya, Anya berusaha keras untuk tetap tenang. "Tahan, tahan... Ini hari pertama lo. Gue harus bisa kendaliin emosi dan tetap jaga image di depan murid lain," batinnya, mencoba mengendalikan ekspresi wajah.

Tanpa menoleh, Anya melanjutkan langkahnya menuju ruang guru. Ejekan Shintya seakan tak terdengar olehnya. Ia berjalan dengan tenang dan pasti, bahu tegak dan kepala tegak.

"Songong banget gaya tuh bocah." Desisan Shintya terdengar tajam dan penuh amarah, menembus telinga Anya dengan jelas, menunjukkan betapa kesalnya ia terhadap Anya.

Tring...

Dentingan bel membuat para siswa dan siswi berbondong-bondong menuju kelas mereka masing-masing, membawa semangat dan antusiasme dalam setiap langkahnya.

Suasana kelas XII 2 langsung berubah ramai saat seorang wanita paruh baya, Bu Inka, dan seorang gadis cantik melangkah masuk. Bu Inka tersenyum ramah, "Selamat pagi anak-anak," sapanya, pandangannya menyapu seluruh ruangan.

Identitas Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang