Chapter 1

79 29 14
                                    

Seorang wanita paruh baya berjalan menuju pintu kelas dengan langkah mantap. Rambutnya yang beruban memancarkan kebijaksanaan dan matanya yang tajam memancarkan aura ketegasan. "Selamat pagi, anak-anak!" sapanya dengan suara yang ramah namun penuh otoritas.

Serentak semua siswa membalas sapaan tersebut dengan senyuman dan ucapan selamat pagi. "Pagi, Bu."

"Baiklah, sebelum kita memulai pelajaran hari ini, Ibu mau mengucapkan selamat kepada Luna telah berhasil memenangkan olimpiade matematika yang kesekian kalinya. Mari kita memberikan tepuk tangan yang meriah!" ucap wanita paruh baya itu.

Sayangnya, mereka semua memberikan tepuk tangan dengan antusiasme yang minim.

Saat bel istirahat berbunyi, Luna dengan tekad yang kuat mendatangi Shintya di atap sekolah. Rombongan Shintya sudah menunggu dengan sikap angkuh di sana.

*Srett...

Pintu terbuka secara perlahan, Shintya tersenyum sinis saat melihat Luna yang mendekat ke arah mereka. Tingkah lakunya yang congkak dan tatapannya yang penuh ejekan membuat suasana semakin tegang.

Salah satu teman perempuan Shintya menutup pintu tersebut, memisahkan mereka dari pandangan guru dan siswa lain. Luna merasa hatinya berdegup kencang, tetapi dia tetap tegar dan berani sedikit demi sedikit menatap mata Shintya.

"Kirain nggak bakal dateng ke sini. Udah siapin mental?" kata Shintya dengan nada sombong yang terdengar menyebalkan.

Shintya menatap Luna dengan tatapan sinis yang penuh keangkuhan. Sementara itu, Luna memandang Shintya dengan tatapan penuh keyakinan, berusaha menahan gugup yang ada dalam dirinya.

"Aku nggak pernah takut sama kamu," balas Luna, suaranya bergetar sedikit namun penuh tekad.

Shintya mengerutkan keningnya dan tersenyum sinis. "Wah? Luar biasa, bisa ngomong gitu lo?" balas Shintya dengan nada merendahkan.

Luna memandang Shintya dengan tatapan tajam dan dalam, "Aku tau rahasia ibu kamu, kalo kamu berbuat macem-macem ke aku, hidupmu nggak akan bisa semulus ini," ujar Luna dengan gugup namun penuh keyakinan.

Terlihat wajah Shintya yang panik dan penuh kemarahan terhadap perkataan Luna. Tatapannya yang penuh ancaman mencoba menakut-nakuti Luna. "Nggak usah sok tau segalanya. Meskipun lo nyebar berita yang engga-engga, lo yang bakal dikeluarin dari sekolahan ini, ngerti?"

Luna meneguhkan dirinya dan tidak membiarkan intimidasi Shintya mengalahkannya. "Aku cuma mau kamu hapus foto yang sudah kamu sebarin, atau-" ucapnya dengan lantang sebelum terpotong oleh Shintya.

"Atau apa? Lo mau sebarin berita hoax itu juga? Lagi pula emang ada bukti kalo gue yang sebar? Haha, dan ada benernya kok, foto lo yang lagi ada di club itu, FAKTA!" tekan Shintya di kata-kata "fakta" sembari menyenggol kepala Luna dengan kuat, menggunakan tangannya yang kasar. Gea dan Kayla juga ikut menertawakan Luna dengan sangat kencang, sehingga membuat Luna merasa harga dirinya benar-benar diinjak-injak.

"Se - sesuai yang kamu bilang tadi, nggak usah sok tau segalanya," balasnya dengan kegagapan sambil menundukkan kepala.

Shintya mendekat ke arah Luna sambil memegang pundaknya. "Udah nggak sayang sama diri sendiri? Berani banget sekarang. Asal lo tau, gue bisa aja dorong lo dari atas sini, Luna."

"Dorong aja kalau kamu berani, lagi pula kamu akan ditangkap polisi jika melakukan pembunuhan terhadap seseorang," jawab Luna meskipun terlihat gugup.

Shintya menertawakannya dengan keras. "Haha! Meskipun gue ketangkep, ortu gue ga bakal tinggal diam, bos!"

"Nggak bakal tinggal diam gimana tuh? Oh, dengan duit..." Ia menepis tangan Shintya dari pundaknya, nada bicaranya dingin dan menusuk.

"Lo lanjutin perkataan itu, gue nggak akan segan-segan buat ngehabisin lo di sini!" Shintya berteriak, matanya melotot tajam ke arah Luna.

Gea dan Kayla saling bertatapan, bingung dengan percakapan yang tiba-tiba memanas. Gea, mewakili rasa penasaran mereka, bertanya, "Duit apa?"

"Emang kalian ga ta-" Perkataannya lagi lagi dipotong oleh gadis jahat itu.

Shintya tertawa dengan sinis, mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Nggak usah didengerin, dia cuma asal ceplas-ceplos."

"Orang kayak gini terlalu banyak omong." Tanpa basa-basi, Shintya mencengkam leher Luna dengan sangat kuat, napasnya menjadi sangat sesak, bahkan dia tidak bisa mengeluarkan sepatah dua patah kata, cengkaman itu membuatnya jatuh pingsan.

****************

Jangan lupa vote, komen n follow sebelum lanjut ke bab berikutnya.

--- 🦢🤍 ---

Identitas Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang