Chapter 12

49 24 2
                                    

Cahaya remang-remang dari lampu meja di sudut ruangan menerpa wajah Anya, yang kini tengah berdiri di depan cermin besar. Ruangan itu berada di dalam kamar Anya, tertata rapi dengan nuansa gelap yang menyeramkan, hanya Anya yang tahu kuncinya. Dengan teliti, ia menempelkan foto Maya, serta foto ibu sambungnya, yaitu Tante Nita, di samping foto Maya.

"Gue masih heran, kenapa setiap gue nanya soal Luna, Maya langsung bereaksi aneh," ujar Anya memperhatikan foto Maya dengan seksama.

Dia mengeluarkan tangan kanannya dan menunjuk foto dengan jari telunjuknya. "Apa Maya tau sesuatu tentang Luna?" Anya menggerakkan kepalanya seolah berpikir. Anya kemudian menatap foto Tante Nita dengan tatapan yang cukup intens. "Atau mungkin Tante Nita yang tau sesuatu?"

Anya merasa yakin bahwa Maya memiliki keterkaitan dengan kecelakaan yang menimpa Luna. Namun, dia masih ragu, apalagi tentang Tante Nita yang juga mencurigakan. Anya juga merasa perlu mencari bukti yang lebih kuat sebelum menyimpulkan semuanya sendiri.

_______________________________

kringiie... (ponsel berdering)

"Ya, halo Bun?" sapa Anya dari panggilan tersebut.

"Bunda hari ini nggak bisa pulang, ada urusan mendadak. Jadi kamu sendirian di rumah, jangan lupa kunci semua pintu maupun jendelanya," jelas Bunda kepadanya dengan nada khawatir.

"Iya, nanti Anya kunci semua." Setelah Anya menutup teleponnya, dia segera menarik kain untuk menutupi cermin sekaligus foto-foto yang ia tandai. Anya kemudian mengambil kunci khusus yang hanya dia yang punya dan mengunci pintu ruangan itu dengan hati-hati, dia menaruh kunci itu di kotak ber-password.

"Nggak akan ada yang bisa bobol kalo begini. Pusing sendiri mampus," gumamnya sambil menutup kotak itu dengan senyum puas.

Anya menarik napas dalam-dalam lagi seolah ingin menenangkan dirinya. Dia kemudian berjalan menuju kasurnya, melempar ponselnya dengan sembarangan ke atas kasur, dan kemudian berbaring di atasnya.

"Bentaran lagi deh, istirahat dulu," ucapnya sembari memejamkan mata dengan kedua tangan di atas perut.

Saat larut malam, terdengar bunyi suara aneh dari arah tertentu. Posisi Anya masih tertidur pulas.

Kreekk.

Dia membuka perlahan matanya dalam keadaan setengah sadar. "Siapa sih tengah malem gini?" gumamnya sembari memeriksa jam di ponsel.

Anya kemudian bangun dari kasurnya dengan raut wajah mengantuk, dan perlahan menuju pintu kamar yang masih terbuka. "Mang? Mang Udin?" panggilnya yang sedang berdiri di dekat pintu, kegelapan di luar kamar menghalangi pandangannya.

Tak ada sautan satu pun, hanya kesunyian yang membalasnya. "Oh iya Astaghfirullah, Mang Udin kan lagi pulang kampung," gumamnya sambil mengucek mata. Kesadaran mendadak menyergapnya, dia baru teringat bahwa Mang Udin memang sedang pulang kampung untuk menjenguk keluarganya.

Mata Anya terbelalak. "Loh?!" Dengan sigap, ia menyalakan semua lampu di rumahnya. Bayangan seseorang terlintas di dinding, lalu menghilang dengan cepat.

"Woi!" Teriak Anya seraya berlari untuk mengejar orang itu, ia berupaya untuk mencapai sosok misterius tersebut dengan cepat.

Dia bergerak dengan lincah, melompat dan berputar di udara sebelum mendarat dengan mantap. Setiap langkahnya penuh dengan energi dan keberanian yang terpancar jelas dari tatapan dan alisnya yang tajam dan pergerakannya yang gesit.

Mereka saling berhadapan dan mata mereka bertautan dalam ketegangan yang mengikat. "Siapa lo?" tanya Anya dengan suara tegas, nada suaranya mengungkapkan keberanian dan rasa ingin tahu yang kuat.

Siapakah dia yang bertopeng hitam itu? Mengapa berada di rumah Anya?

****************

Identitas Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang