Chapter 8

51 21 3
                                    

Bel istirahat berdentang nyaring, menandakan berakhirnya kelas dan dimulainya hiruk pikuk di koridor sekolah.

"Maya, tunggu!" panggil Anya setelah meninggalkan kursi.

Maya menoleh ke arah suara yang memanggilnya, dengan raut wajah yang penasaran. "Ada apa?" tanyanya, jari-jarinya menyentuh kacamata.

"Kita bisa bicara bentar?" ajak Anya sembari memegang tangan Maya menuju kantin.

Mereka pun duduk di bangku kantin, membawa makanan dan minuman, dengan sedikit rasa canggung. "Gue mau nanya sesuatu," ucapnya kepada Maya, sambil mengecilkan suara.

Maya memegang cangkirnya dengan lembut. "Tanya apa?" balasnya sembari menatap Anya.

"Hubungan antara Shintya sama Ibu kepala sekolah itu ibu dan an...?" ucapan Anya terhenti ketika Maya memotong pembicaraan.

"Iya! Cuma itu yang mau kamu tanyain?" jawab Maya dengan cepat dan gugup, hampir membuat Anya terkejut dengan nada bicaranya.

"Engga, sebenernya mau nanya yang ini... Sejak kapan Shintya mulai ngebully Luna? Maksud gue nanya gini ya karna penasaran aja sih, pengen tau aja sifat Shintya kaya gimana," jelasnya dengan alasan yang jelas sekali tidak fakta sembari memberikan senyuman yang lembut.

Pertanyaan itu seakan membuka kotak Pandora, membuat Maya gugup dan buru-buru menghindar. "11," balasnya sambil melihat sekeliling. "Permisi!" lanjut Maya berdiri dari tempat duduknya.

Dirinya bisa mendapatkan banyak informasi dari Maya, tetapi sayangnya dia seperti tidak mau membahas tentang mereka.

Setelah Maya pergi meninggalkan kantin, 3 Gadis mendekati meja Anya, tiba-tiba Shintya menumpahkan makanan bekasnya ke piring yang akan digunakan Anya. "Duh, sorry nggak sengaja," ejeknya dan tertawa bersama dua temannya.

Perempuan itu menghela napasnya dengan sangat kuat, dan sebagai balasan, dia menuangkan balik es miliknya ke arah seragam mereka bertiga.

"Eh, kena ya? Sengaja!" balas Anya dengan nada yang cukup sombong, mengangkat satu alis lalu berjalan keluar sembari melambaikan tangan.

Bola mata mereka bertiga membulat saat Anya menuangkan air dingin ke seragam mereka. "Kurang ajar lo!" jerit Gea sembari menunjuk arah gadis itu.

Saat Anya tiba di kelas, Samuel menghampirinya sembari membawa sebungkus roti. "Nih, buat lo," ucap Samuel sambil menjulurkan roti di depan Anya.

"Makasih El," balasku tersenyum, mengambil sebungkus roti tersebut.

Saat aku duduk di bangku, aku melihat sebuah kertas di dalam laci mejaku yang bertuliskan, "Pergi dari sini! Atau hidupmu akan kacau!"

Aku berpikir sejenak terhadap pesan tersebut, sembari mengamati tulis tangan orang yang sudah menulisnya.

****************

Identitas Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang