Chapter Dua Puluh Tujuh.

7.8K 707 142
                                    


Tidak ada perpisahan yang tidak menghasilkan rasa sakit sekalipun dalam konteks sementara, tidak ada perpisahan yang melegakan sekalipun nantinya juga akan berjumpa kembali.

Sebelum ini, dia begitu mendamba hari ini, hari dimana akhirnya mereka berpisah,  hari dimana akhirnya mereka tidak lagi berada di rumah yang sama.

Namun, harus ia Ralat keinginan itu hari ini, sebab, kenyataan yang terjadi hari ini adalah dadanya terasa begitu sesak sekarang, setiap saat dia ingin sekali menangis jika mengingat mereka akan berpisah jarak sebentar lagi.

Gracia menghela nafas berat saat melihat dua koper besar di hadapannya, satu berwarna ungu adalah miliknya dan satu yang berwarna hitam adalah milik Shani,  satu koper yang lebih besar dari miliknya.

Gracia menatap sendu pada koper hitam milik Shani, dia tidak akan lagi mengelak, ia sedih, tidak rela, dan tidak mau di tinggal Shani,  jika kemarin dia baik-baik saja dan malah berharap waktu ini cepat datang agar ia bisa melanjutkan rencananya,  tapi hari ini Gracia benar tidak rela itu terjadi.

Haruskah ia mengelak jika dia mulai mencintai Shani, tidak mau kehilangan perempuan itu, tidak mau berpisah, tidak mau di tinggalkan.

Dadanya yang terus berdebar saat mengingat perempuan itu seolah membuatnya tersadar jika dia memang telah jatuh hati pada Shani.

Shani keluar dari kamar mandi, perempuan itu diam sejenak saat melihat sang istri tengah duduk selagi melamun, apa yang dia pikirkan saat ini, dan daripada penasaran Shani lantas menghampiri nya.

Ia mengambil duduk di samping Gracia "Ge?" Panggilnya,  dan Gracia lantas menoleh namun Shani jadi terkejut melihat mata wanita itu yang berkaca-kaca "Hei, kamu kenapa?" Ia bertanya khawatir, kenapa tiba-tiba Gracia bersedih seperti ini.

"Kamu seminggu di Jepang Shan?" Bukan menjawab wanita itu malah balik bertanya, suaranya sedikit bergetar dengan tangis yang masih berusaha ia tahan.

Shani menghela nafas setelahnya "Hmm, seminggu" sesalnya, sekarang Shani tau kenapa wanita ini bersedih, Shani tidak geer dia yakin Gracia tidak  rela melepasnya.

"Kamu sedih?" Namun Shani memastikannya lagi "karena aku pergi lama?" Gracia diam lantas wanita itu mengangguk,  kenapa harus berbohong Ia memang sedih, Shani harus tau itu.

Shani akhirnya bisa tersenyum,  katakan saja dia jahat karena merasa senang saat sang istri tengah begitu sedih sekarang, namun dia tidak dapat menahannya Ia tersenyum mengetahui Gracia yang tidak mau dia tinggalkan sekarang.

"Harus seminggu banget?" Tanyanya lagi, dan kini airmata itu keluar juga, Shani gemas juga tidak tega, setidak mau itukah Gracia Ia tinggal?

Shani mengangguk selagi mengusap airmata di pipi wanita yang begitu ia cintai itu "Maaf, kalau aku bisa batalin aku pasti batalin, ninggalin kamu juga aku lebih sedih Ge, aku lebih nggak mau" Jelas perempuan itu, maka jika Shani bisa membatalkan penerbangan nya hari ini dia sungguh akan melakukan itu apapun resikonya, asal Gracia jangan menangis seperti ini, tapi jika di pikir ini baik juga untuk keduanya, lihatkan mata yang menatap dengan tidak rela itu akhirnya Shani melihat Gracia yang merengek tidak mau dia tinggal.

Maka bagus untuknya kan.

Untuk pernikahan mereka yang Shani yakin tidak akan berakhir.

"Shaniiiiii" rengek Gracia sudah tidak dapat lagi membendung airmatanya keluar dengan begitu deras sekarang.

"Uuuuhhh, jangan nangis maafin aku maaf maaf" Shani langsung membawa Gracia kedalam pelukannya, dia usap kepala wanita itu dengan lembut "Jangan nangis, aku nggak tega liat kamu nangis, aku pasti cepet balik kok yah jangan sedih lagi, aku nggak bisa ninggalin kamu kaya gini jadinya" namun Gracia tak kunjung tenang, ia terus menangis dengan keras dalam pelukan Shani,  makin terisak dan Shani jadi semakin tidak tega.

"Tanggung Jawab" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang