Chapter Tiga Puluh Satu.

7.9K 676 184
                                    


Mengapa rasanya sakit sekali, mencintai seseorang kenapa harus Semalang ini? Apakah Cinta hanya untuk mereka yang beruntung? Lantas apakah ia begitu berdosa hingga Cintanya Sial.

Malam ini, di bawah langit Jakarta yang tengah di guyur hujan sedang, Seolah langit ikut menangis akan luka hati yang tengah ia rasakan sekarang, sosok itu diam selagi melihat ke luar jendela mobil yang sengaja ia buka, seolah tidak peduli jika tubuhnya ikut basah terkena air hujan.

Shani menarik nafas pelan dan menghembuskannya,  matanya sejenak terpejam merasakan rintik hujan yang mengenai wajahnya, samar, dalam basahnya wajah terkena air hujan ia tengah menyembunyikan airmatanya.

Kembali, Shani tidak dapat membendung airmatanya.

Mengingat Gracia,  masih tidak baik-baik saja untuk hatinya.

Jinan masih tak beranjak, ia masih terus menatap kearah Shani yang tengah duduk menyamping memunggunginya,  dia bahkan tak menegur saat perempuan itu tidak menutup kaca jendela saat di luar tengah hujan, dia membiarkan Shani melakukan apa yang dia mau

Perempuan itu menoleh ke depan tatapan matanya bertemu denga Marcelo dari balik kaca spion,  mereka sama-sama menghela nafas setelahnya.

Iba, itulah yang tengah mereka rasakan kala melihat Shani.

"Kita balik ke apartemen kan?" Suara Marcelo menjadi bunyi yang akhirnya memecah keheningan antara mereka.

Ia bertanya di tengah perjalanan, pasalnya dia harus memutuskan untuk membawa mobilnya ke arah mana.

"Iy-" "Rumah" ucapan Jinan tak sampai selesai kala suara Shani lebih cepat, ia kembali saling melihat dengan Marcelo, tatapan tidak percaya mereka layangkan pada Shani.

Jinan cepat mengerjap ia balik melihat ke arah Shani "Shan?"

"Anterin gue pulang"ulang shani.

"Ke apartemen?"

"Rumah" dan, sepertinya mereka tidak lagi perlu bertanya  keinginan Shani sudah jelas, tentu mereka harus menuruti,  meski mereka tidak yakin kenapa Shani memilih untuk pulang.

******

"Lo beneran ngga apa-apa?" Tanya Marcelo, mereka kini berdiri tepat di depan rumah Shani dengan Gracia.

Melihat wajah Shani yang terdapat lebam, mereka pikir Shani akan kembali ke apartemen sampai luka di wajahnya hilang, namun perempuan itu memilih untuk pulang ke rumahnya.

"Hmm, kalian pulang aja istirahat" Shani menjawab selagi tersenyum pada kedua temannya  sudah cukup dia melibatkan mereka dalam urusannya, kini dia sendiri yang harus menyelesaikannya.

"Yaudah, kita balik dulu, kalo ada apa-apa kabarin yah" timpal Jinan, ia memberikan kode pada Marcelo untuk tak lagi bertanya pada Shani, bagaimanpun mereka juga harus tetap menjaga batasan atas hidup Shani,  mereka harus memberikan waktu untuk Shani menyelesaikan masalahnya sendiri.

Marcelo diam dan mengangguk mengerti.

"Yaudah Shan, kita balik dulu yah"

"Hm, hati-hati"

Setelah mobil yang membawa Jinan juga Marcelo pergi meninggalkan rumahnya, Shani tak kunjung masuk, dia masih berdiri di depan gerbang rumah nya.

Ia menunduk melihat kearah sepasang sepatu yang ia kenakan yang kembali basah terkena air hujan.

Si Indira menghela nafas lagi, sebenarnya dia masih tidak mengerti kenapa dia memilih untuk pulang, padahal dia tau dia tidak siap untuk bertemu dengan Gracia.

"Tanggung Jawab" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang