Chapter Empat Puluh Lima.

13.4K 796 214
                                    

Satu Tahun Kemudian

.
.
.

Kebahagiaan itu tidak datang secara instan, kadang untuk mencapai titik itu kita harus tertatih dulu, bahkan sampai harus berdarah.

Luka itu menemani kita untuk sampai pada titik yang di sebut bahagia.

Pasangan itu mengakuinya, perjalanan cinta mereka yang benar tidak mudah, pertemuan tanpa sengaja, takdir yang terpaksa mengikat mereka, jatuh bangun sudah mereka lalui bersama, bahkan mereka pernah berada di titik paling buruk dalam sebuah hubungan.

Sebuah jurang perpisahan.

Meksi akhirnya tidak sampai, karena cinta membuat mereka akhirnya menyadari jika bersama jauh lebih baik.

Kini, buah dari cinta mereka tengah menanti untuk hadir di dunia.

Kerana itu, perempuan dengan kemeja lengan panjang yang didulung sampai siku itu tengah menahan debaran jantungnya yang sedari tadi berpacu cepat, perasan cemas, khawatir tengah ia rasakan sekarang.

Bagaimana tidak.

Di sini ia tengah menunggu sang istri yang tengah berjuang untuk melahirkan anak mereka.

Dan, bukan hanya dia yang menunggu, Teman seperjuangannya juga.

Mereka tengah menantikan anak mereka, tidak di sengaja  tapi itu benar, kedua istri mereka tengah melahirkan di waktu bersamaan.

"Kalian bisa diem ngga sih?" Sudah berapa kali teguran itu di layangkan oleh salah satu wanita yang paling tua disana.

Sarah, selaku ibu Shani.

"Ngga bisa Mah, istri aku lagi berjuang di dalem sana, aku ngga bisa tenang" Jawab Shani, si Indira yang sedari tadi sibuk mondar mandir enggan menurut pada Titah Sarah.

"Ngga bisa tante  istri aku juga lagi berjuang di dalem sana" Timpal Marcelo , keduanya sudah seperti setrikaan.

"Ya tapikan bisa sambil duduk, Mama pusing liat kalian" Keluh Sarah.

"Nggak bisa Mah" "Ngga bisa Tan"

Lagi-lagi,  Sarah hanya menggelengkan kepalanya.

"Udah biarin aja Tan, nanti juga pegel sendiri" timpal Jinan,  perempuan itu masih sibuk menggendong Adel seraya mengajak sang anak bermain.

"Bener kata Jinan, biarin aja Tan, percuma ngomong sama mereka" Cindy ikut menimpali wanita itu duduk di sebelah Sarah.

"Iyah nak, emang batu banget mereka" yang di katai tidak peduli, karena yang mereka pikirkan hanya istri mereka masing-masing.

"Gapapa Mah, Papa juga dulu gitu waktu kamu lagi melahirkan, jadi biarin aja" Balas Dewangga selagi mengusap bahu sang istri.

Tentu dia paham benar apa yang tengah di rasakan oleh Shani juga Marcelo.

Keluarga Marcelo tidak ada disini, mereka tengah dalam perjalanan dari Amerika menuju jakarta, kemungkinan akan datang saat anaknya telah lahir, tapi kedua mertuanya ada disini bersama nya.

Mereka hanya duduk diam, tidak menegur sang menantu juga temannya.

Shani terus berjalan mondar mandir, perempuan tinggi itu tidak bisa untuk tenang, gigitan pada kuku jarinya juga tak mau berhenti, itu menandakan secemas apa dia sekarang.

Hingga.

"Eaaaaaaaaaa"

"Eaaaaaaaaaa"

Suara tangisan bayi dari dalam ruangan dimana Gracia di operasi membuat kedua tangan Shani lantas jatuh di samping tubuh, matanya melotot untuk beberapa saat, masih mencerna suara yang baru saja ia dengar.

"Tanggung Jawab" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang