Chapter Dua Puluh Sembilan.

7.5K 696 125
                                    

Jika saja bisa memilih maka Shani ingin kembali ke titik awal dimana dia tidak bertemu dengan Gracia,  jika bisa mengulang waktu Shani ingin kembali ke waktu dimana dia dengan tegas menolak untuk menikah dengan Gracia,  jika bisa kembali Shani tidak mau ini terjadi,  dia benar-benar tidak mau.

Apakah ada yang kurang dari Seorang Shani Indira Mahesa, parasnya rupawan, dia cerdas, hartanya tidak akan habis tujuh turunan, dia sempurna, dia memilki semua yang di mau manusia.

Dan adakah Hati yang lebih sabar dari hatinya, adakah? Menikahi wanita yang telah hamil, wanita yang di tinggalkan oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab, Shani menerima Gracia dengan terbuka, menyayangi wanita itu dengan segenap jiwa raganya, juga untuk anak yang tengah ia kandung, Shani menyayangi keduanya tanpa Tapi, namun inikah balasan yang harus ia terima.

Sebuah pengkhiantan.

Pantaskan ia menerima ini.

Shani berjalan dengan tergesa-gesa,  ia ingin cepat keluar dari rumah ini, ia ingin cepat pergi, dia ingin cepat meninggalkan Gracia juga semua luka yang di sebabkan oleh wanita itu.

"Minggir" ketusnya menyenggol bahu Joko yang tengah mengelap mobil miliknya, si Joko menatap heran, ada apa dengan sang Bos yang terlihat begitu marah itu.

Shani membuka pintu mobil dan langsung tancap Gas untuk meninggalkan rumahnya.

Joko yang melihat hanya melongo, dia yakin ada yang tidak beres, jadi dia langsung saja mengikuti Shani.

Takut jika sang bos kenapa-napa.


Shani masuk kedalam apartemen miliknya, tempat dimana ia akan meluapkan emosinya.

Shani membuka Jaket Kulit yang ia pakai dan langsung melemparkan nya ke sembarang arah, perempuan itu lantas berjalan menuju pojok kiri ruangan itu mengambil stik golf tepat di samping Vas bunga dan, itu akan jadi benda pertama yang ia hancurkan.


"Aaaaaaaaaaa"

PRANK

Shani berteriak selagi mulai memukul vas bunga itu hingga Hancur, nafasnya naik turun Vas bunga itu masih belum cukup, ia kembali melihat apalagi yang dia ia hancurkan disini.

"BANGSAAATT!!!"

PRANKK..

kali ini sebuah Tv merek ternama dengan harga puluhan juta yang menjadi sasaran amarah Shani, si Indira tidak perduli baginya itu bukan apa-apa,  dia terus memukul tv itu hingga benar-benar hancur.

"BANGSAT, ANJING, BRENGSEK, SIALAN AAAAAKHH"

PRANK

BUGH.

PRANK..

Shani lanjut menginjak injak Tv itu yang telah jatuh di lantai.

"SIAL, SIAL BANGSAT SIAL!!!"

Shani makin tidak terkendali ia mengamuk,  memukul apapun yang ada di dalam apartemen nya.

Dia benar butuh pelampiasan,  dan dia telah berhasil mengubah ruangan yang semua rapih ini menjadi seperti baru saja di bom..

Benar-benar hancur dan berantakan, dan dia sama sekali tidak peduli.

Nafas Shani makin memburu luapan amarah yang begitu besar membuat dia benar tidak merasakan lelah meski baru saja menghancurkan seisi ruangan yang cukup besar ini.

Keringat mengucur di seluruh tubuhnya, telapak tangannya merah juga hampir terluka karena kegiatannya ini, namun tidak ada rasa sakit yang ia rasakan, sakit di fisik tidak sebanding dengan sakit hatinya, hingga Shani tidak lagi peduli

"Tanggung Jawab" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang