Chapter Lima Belas

8.1K 576 28
                                    

Mereka kembali ke rumah, kini keduanya duduk di soffa ruang tamu,  Gracia meletakan kotak p3k di atas meja untuk mengobati luka di tangan Shani.

"Besok di urut ajah yah" kata Gracia, dia melihat Shani yang meringis memegang pinggang nya.

"Ngga bisa, besok ada Meeting penting ge" Jawab Shani,  yah dia tidak bisa ijin besok sebab ada pekerjaan penting, seketika saja Gracia kembali merasa bersalah, jika dia tidak minta yang aneh-aneh seperti tadi mungkin shani tidak akan kenapa-napa.

Shani melihat itu, wajah sedih dari Gracia membuatnya tidak tega "Gue gapapa, nanti pulang kerja ajah urutnya"

Gracia menoleh pelan setelah sempat menunduk, menatap mata Shani yang menatapnya amat sangat lembut.

Bahkan Dika saja tidak pernah menatapnya seperti ini.

"Maaf" hanya kata itu yang terus Gracia ucapkan pada Shani,  dan si Indiria kembali tersenyum "Gapapa Ge" Katanya lagi, berharap dia tidak lagi merasa bersalah.

"Yaudah, sini liat tangannya" titah Gracia, Shani menurut mengulurkan tangannya yang akan di obati oleh Gracia, benar saja tangan perempuan itu lecet-lecet.

Shani memejamkan mata Saat Gracia mulai membersihkan luka di tangannya, dan makin meringis saat wanita itu mengoleskan obat merah, setelahnya barulah di tutup oleh Plester.

Gracia benar tidak tega, melihat luka yang pasti sakit pada tangan Shani,  jujur dia tidak bisa untuk tidak merasa bersalah sekalipun Shani mengatakan jika dia tidak apa-apa,  tapi tetap saja Gracia tidak enak.

Namun di balik kejadian ini, sedikit demi sedikit keyakinan mulai tumbuh di hati Gracia,  keyakinan jika Shani memang serius pada perasaannya,  yakin jika Shani sedikit berbeda dari Handika, yakin jika Shani memang akan lebih baik dalam memperlakukan nya.

Namun kini dialah yang bimbang, apakah Gracia akan tetap kukuh pada pendiriannya soal tidak akan melanjutkan hubungan mereka karena dia yang masih menginginkan Dika,  atau mulai menerima Shani dan melupakan mantan kekasihnya itu.

Gracia bingung.

"Makasih ge" Shani berkata setelah menarik kembali tangannya yang sudah di obati oleh Gracia.

"Harusnya aku yang makasih Shan, makasih udah mau nurutin aku, padahal aneh banget yah"

Shani tersenyum dan menggeleng kecil "semua wanita hamil emang kaya gitu kok ge, bukan lo ajah, Istri si Joko juga dulu gitu kok, dia cerita sendiri, lo ngga perlu sungkan minta apapun sama gue, selama gue bisa gue bakalan turutin itu"

Gracia balas tersenyum "kalau aku suruh kamu buat lompat dari lantai 10 kamu tetep mau Shan?" Tantang Gracia.

"Mau" Jawaban Shani membuat Gracia membulatkan matanya "Shan-?"

"Kalau itu bisa buat lo yakin sama gue, gue bakal lakuin" Shani menjawab dengan Yakin.

"Shani-"

"Lo bisa coba pelan-pelan ge, gue ngga akan maksa lo, tapi satuhal yang harus lo tau" Shani makin menatap dalam, berhenti sejenak ia sempatkan untuk mengambil nafas "Gue serius soal perasaan gue sama lo, sejak awal gue ngga pernah main-main sama pernikahan ini tapi- kalau lo tetep ngga bisa gue ngga akan maksa lo" Lanjutnya, Shani benar serius dengan ucapannya, dia tidak akan pernah main-main dengan pernikahan mereka, dengan Gracia tentu saja.

Namun Shani ingat kata sahabat-sahabatnya, jika cinta memang tidak akan bisa di paksakan, jika Gracia tetap tidak bisa menerimanya apa yang harus ia lakukan selain merelakan, sebagaimana dia juga yang tidak bisa memaksa hatinya untuk mencintai mereka yang mencinta dia.

"Tanggung Jawab" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang