Chapter Tiga Puluh Lima.

9.1K 788 235
                                    


********
.
.
.

Mendapati Shani yang selalu pulang tengah malam, atau sama sekali tidak pulang makin mengiris hati Gracia, wanita itu sadar jika saja bukan hanya hati, tapi dia melukai fisik perempuan itu juga, lalu saat ini, Shani yang tengah sakit makin membuat Gracia merasa bersalah.

Jika saja dia tidak mementingkan egonya ini tidak akan pernah terjadi, jika saja dia berhenti penasaran akan Handika mungkin pernikahan mereka akan baik-baik saja.

Kini keduanya menjadi asing, hubungan yang benar canggung dan dingin.

Meminta maaf, kembali berjuang dan mempertahankan Shani,  harusnya Gracia tetap kukuh melakukan itu, namun dia lemah, melihat Shani tidak berdaya karena dirinya itu menyakitkan,  Gracia tidak mau terus melukai perempuan itu.

Dia tidak sanggup menjadi jahat terus menerus

Shani berhak bahagia.

Gracia berjalan menuju kamar Shani dengan membawa semangkuk bubur juga obat untuk perempuan itu, berharap Shani sudi memakan bubur yang ia buat, berharap Shani tidak menolak perhatiannya kali ini.

Dan, berharap Shani percaya jika dia tulus melakukan ini.

Shani,  Gracia sedang tidak berbohong,  bisakah lihat itu.

Shani tengah duduk selagi bersandar pada Headboard,  kepalanya tidak sesakit semalam, namun untuk bangun dia masih sedikit lemas, apalagi dia juga terkena flu sekarang.

Tak berselang lama dia melihat Gracia datang, Wanita itu berjalan ke arahnya.

Pagi ini, Gracia sangat cantik sekali

Tidak, wanita itu memang selalu Cantik.

Tapi sayang, Shani sudah tidak boleh lagi mengagumi, demi hatinya,  demi tidak sakit lagi.

"Kamu udah bangun, kepalanya masih sakit?" Wanita hamil itu bertanya setelah sampai di hadapan Shani, tak lupa ia menaruh bubur yang ia bawa ke atas meja, lanjut dia duduk di atas ranjang Shani,  di samping perempuan itu.

"Hmm" Jawaban Shani masih seperti sebelumnya, acuh, untuk itu Gracia tidak lagi  merasa sakit hati, dia sudah maklum.

Wanita itu tersenyum lembut, tidak apa-apa,  Shani bebas melakukan apapun yang dia mau terhadap Gracia, silahkan berbicara ketus padanya, Gracia akan menerima dengan sabar, sebab dia pantas.

Itulah yang dia tau, jadi sekali lagi, dia akan menerimanya.

"Makan dulu yah abis itu minum obat" ia mengambil bubur itu, juga membujuk agar Shani mau memakan nya.

"Gue ngga mau" Tolak Shani,  berkata dengan sedikit ketus.

Shani tidak boleh luluh, dia tidak mau, meski tidak bisa ia sangkal dadanya berdebar lagi sekarang.

Apalagi Gracia, luar biasa cantik sekali pagi ini.

"Aku suapin yah"

"Enggak!"Tegas Shani, lagi-lagi menolak.

Gracia menghela nafas pelan setelahnya   benar-benar berubah jauh.

Dulu merengkek, sekarang dengan tegas menolak, Gracia menatap sendu wajah Shani, dia rindu suara manja Shani saat Meminta sesuatu darinya, dia rindu rengekan Shani yang meminta dia menyuapinya makan, dia rindu sikap manis yang selalu di tunjukkan perempuan itu padanya.

Singkat saja, Gracia rindu semua yang ada di dalam diri Shani sebelum mereka seperti sekarang.

Ia tersenyum lembut pada Shani, sebuah senyuman yang menyembunyikan rasa sakit di dalamnya.

"Tanggung Jawab" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang