[19] Kebenaran

1.2K 173 2
                                    

Baru kemarin saat Samuel dibawa untuk diperiksa polisi. Berita itu menyebar dengan cepat entah dari mana. Bahkan sampai ke telinga teman-teman sekolah Chandra.

Seperti hari ini, bisikan-bisikan dan lirikan sinis dari warga sekolah tertuju pada Chandra yang sedang berjalan ke kelasnya. Risih sebenarnya, tapi dia mencoba abai. Bukannya tak ingin menyangkal, hanya saja Chandra tak ingin menambah masalah.

Chandra meletakkan tasnya dibangku. Di bangku yang ada disampingnya, terdapat Rafa yang duduk menatap iba kearah Chandra.

"Gak usah didengerin Chan. Mereka bisanya emang cuma menghardik."

"Gapapa. Dulu waktu Ayah sama Bunda cerai juga gitu."

"Btw, semuanya baik-baik aja kan Chan?"

Chandra menunduk memilin jarinya. "Gue tau Ayah bukan pelakunya."

Melihat reaksi Chandra yang seperti itu, Rafa mengernyitkan dahinya. "Lo tau pelakunya?"

Chandra tetap menunduk. Hingga salah seorang teman sekelasnya datang berteriak padanya. "CHAN! ABANG LO BERANTEM SAMA KAKAK LO!" sontak saja Chandra berdiri dari duduknya dan segera berlari menyusul.

Sementara itu di kelas Mahen, Deon memukulinya habis-habisan. Yang lain hanya bisa menonton dan mengerubungi mereka. Tak ada yang berani melerai sebab melihat amarah Deon yang memuncak.

Chandra datang membelah kerumunan dengan Rafa dibelakangnya. Menarik salah satu lengan Deon berharap dia akan berhenti memukuli Mahen.

"Abang udah Bang! Dia kakak Chandra!" Deon mengabaikannya dan malah mendorong Chandra hingga menabrak kursi meja disana.

Chandra menepuk dadanya pelan. Asmanya itu datang disaat yang sangat tidak tepat. Ia mengabaikannya dan kembali bangkit, berdiri diantara Deon dan Mahen yang membuat Deon menghentikan pukulannya diudara.

"Minggir." ucapan Deon terdengar dingin dan menusuk. Beberapa anak disana seketika merinding mendengarnya.

"Kalo lo pukulin kakak karena Ayah, lo salah besar bang."

"Tau apa lo?!"

"Semuanya." cicitnya. Deon terdiam. Hingga sebuah notif pesan dari sang Bunda menyadarkan lamunannya.

Bunda

|Supirnya udah ketemu, Bang
|Nanti pulang sekolah Bunda tunggu kalian dikantor polisi
|Sekalian jenguk Ayah

"Pulang sekolah lo ikut sama gue." titahnya. Kemudian melenggang pergi meninggalkan Chandra yang kini berlutut mengusap dadanya.

"Chandra!" itu suara Nathan yang baru saja sampai dengan Jevan dan menghampiri Chandra. "Lo gapapa Chan?"

Chandra menepis tangan Nathan yang hendak membantunya berdiri. Ia berdiri dibantu dengan Rafa.

"Tolongin kakak gue Raf, gue bisa ke kelas sendiri."

Nathan menatap nanar kepergian Chandra. Ia merasa sudah sangat jauh dengan Chandra. Saat tersadar dari lamunannya, ia segera membantu Rafa membawa Mahen ke UKS.

________________

Sesuai pesan sang Bunda, kini Deon sudah berada di kantor polisi bersama Nathan dan Chandra tentunya. Chandra tak mengijinkan Mahen untuk ikut mengingat kejadian tadi pagi.

Mereka bertemu dengan Reina yang sudah duduk diruang tunggu. Pertama, mereka akan mengunjungi si supir kemudian Samuel setelahnya.

Mereka masuk ke sebuah ruangan bersekat kaca yang memisahkan si pengunjung dan si tahanan. Chandra berdiri dengan gelisah dibelakang Reina yang sudah duduk.

Tak lama, si supir yang menjadi tersangka itu masuk dan duduk berhadapan di seberang pembatas.

"Saya istri dari orang yang Anda tabrak 2 tahun yang lalu." kata Reina.

"Kenapa Anda sangat yakin bahwa saya melakukannya? Apakah ada saksi?" matanya bersitatap dengan netra Chandra membuat yang ditatap gelagapan.

Tanpa sadar Chandra meremat sandaran kursi yang diduduki Reina. Kepalanya menunduk dalam. Nathan yang menyadari perubahan sikap Chandra pun berinisiatif mengajak Chandra keluar. Dan Chandra juga tak menolaknya.

"Lo gapapa?" Chandra menggeleng, ia masih berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Ia menghela napasnya sebentar sebelum akhirnya berkata. "Gue ke kamar kecil dulu."

"Gue anter." Chandra lagi-lagi menggeleng. "Gue bisa sendiri."

"Oke, gue tunggu disini." Chandra melangkahkan kakinya meninggalkan Nathan begitu saja.

Langkah kakinya melangkah ke sebuah ruangan. Bukan kamar kecil, melainkan sebuah ruangan yang berisi para detektif. Ia sengaja tak memberi tahu Nathan karena tak ingin ada orang yang tahu.

Chandra menelisik seluruh ruangan. Ia bingung harus mengatakannya pada siapa. Chandra memutuskan untuk duduk di kursi yang kosong berhadapan dengan petugas yang entah siapa, ia juga tak mengenalnya.

"Pak, saya mau bicara sesuatu tentang kasus tabrak lari 2 tahun lalu."

"Tunggu sebentar." petugas itu tampak membolak-balik halaman buku di depannya. Kemudian beranjak menghampiri salah satu rekannya yang duduk tak jauh darinya dan membisikkan sesuatu.

Sang rekan mengangguk paham dan segera menghampiri Chandra. Duduk berhadapan dengannya.

"Nama saya Devan, detektif yang menangani kasus tersebut. Panggil saya om Devan aja, saya masih muda. Ada yang bisa om bantu?" kata Devan berusaha mencairkan suasana.

Chandra kembali menelisik ruangan tersebut. Jujur saja, dia sangat takut mengatakannya. "Jangan bilang siapa-siapa ya om kalo ini Chandra yang cerita."

"Iya, tenang aja. Jadi, gimana?"

Chandra memilin tangannya saat ia merasa gugup. Bahkan rasanya, mau bernapas saja berat. Chandra menyemprotkan inhaler ke mulutnya sebelum akhirnya bercerita.

"Waktu itu Chandra sendirian dirumah, Ayah lagi diluar kota. Malam itu, saya lihat Pak Toni, supir Ayah buru-buru naik mobil. Saya nggak tau ada apa. Terus paginya...

Pagi itu Chandra menyirami bunga kesayangan sang Bunda. Tiba-tiba Pak Toni datang dengan mobilnya dan bergegas masuk ke rumah. Tanpa sengaja, Chandra melihat mobilnya sedikit penyok dan lecet serta sedikit bercak darah yang mengering.

Langsung saja Chandra masuk kerumah menyusul Pak Toni. Didalam rumah, Chandra melihat Pak Toni yang baru saja turun dari lantai atas dengan membawa sebuah tas jinjing.

"Pak Toni, Pak Toni abis nabrak apa? Mobilnya penyok sama ada darahnya."

Pak Toni menatap nyalang Chandra. Kemudian mendekatinya dengan seringaian. Tangannya bergerak cepat kearah leher Chandra dan mendorongnya hingga punggungnya beradu dengan tembok.

Reflek, Chandra menarik tangan Pak Toni dengan panik berharap beliau segera melepaskan cekikannya.

"Kalau kamu berani bilang ke siapapun itu, nyawa Bunda sama kakak kamu jadi taruhannya."

________________

07 Mei 2023

.
.
.

Hehe siangan dikit, mianhae....

Vote dan komennya jangan lupa❤


📍Publish tiap hari Minggu📍

Arrayan Chandraka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang