[27] Taman

937 126 3
                                    

“ARGHH!!” Samuel melempar beberapa kertas yang ada di meja kerjanya.

“Kalian tidak becus!!” Samuel tak berhenti berteriak kepada pegawainya yang kini menunduk takut. Amarahnya itu memuncak kala membaca dokumen yang diberikan oleh pegagai tersebut.

“Saya minta maaf Pak.” Ucapnya dengan suara rendah.

“Pergi!" pegawai itu membungkukkan badannya kemudian pergi dari hadapan Samuel.

Perusahaannya diambang kehancuran. Salah satu investornya tiba-tiba saja menarik semua dana yang telah disepakati. Ia ditipu olehnya. Orang tersebut ternyata anak buah dari musuhnya.

Samuel bangkit kemudian menginjak-injak kertas yang tadi ia buang. "ZEAN SIALAN!!" teriaknya.

Sementara itu disebuah rumah yang cukup mewah dan juga besar itu, Yaksa berjalan menghampiri Papanya yang sedang menyeruput kopinya di gazebo belakang rumah.

"Papa~" Yaksa bergelayut manja di bahu Papanya.

"Papa gak kerja?"

Papanya menggeleng. "Kerjaan Papa udah selesai. Yaksa mau apa hm?"

"Bosen Pa, pengen ke taman beli permen kapas."

"Nanti gigi kamu sakit."

"Gak bakalan Pa. Habis makan nanti Yaksa langsung sikat gigi. Ya ya? Boleh kan? Papa Zean kan baik. Please... Boleh ya?" rayunya.

Zean, Papanya itu masih tetap menolak permintaan sang anak. "Yang lainnya aja ya?"

"Ah Papa gak asik! Kalo sama Mama pasti dibolehin, terus kita makan bareng-bareng permen kapasnya. Mama kan juga suka sama permen kapas." Yaksa terdiam setelahnya. Ia menggigit bibir bawahnya saat menyadari kesalahannya.

Di lihatnya sang Papa yang menatapnya dengan sendu. Yaksa beranjak dan merangkul Papanya dari belakang. "Maaf Papa." matanya berkaca-kaca dibalik punggung sang Papa.

Ia tahu bahwa tak seharusnya ia membahas tentang sang Mama didepan Papanya. Kepergian sang Mama membuat keduanya sama-sama kesepian.

"Maafin Yaksa, Pa."

Zean mengurai pelukan anaknya. "Ayo. Kita beli permen kapas."

Mata Yaksa berubah berbinar. "Beneran?!"

_____________

Hari ini, Rafa datang kerumah Chandra lagi. Tentu atas permintaan tuan rumah tersebut. Rencananya, mereka akan kerumah Rafa sesuai perkataan Chandra kemarin.

Berhubung Chandra baru sembuh, jadi Rafa berinisiatif untuk menjemputnya. Sekalian membantu Chandra meyakinkan Bundanya agar diperbolehkan keluar.

"Rafa-nya udah didepan Bun, Chandra berangkat dulu ya." pamitnya sambil menyalami tangan Reina.

"Jangan lama-lama, kalo kerasa gaenak langsung pulang." titah Reina.

"Iya-iya Bun." Chandra keluar menghampiri Rafa yang menunggunya didepan gerbang. Reina juga mengikutinya untuk memberi wejangan pada Rafa.

"Rafa jangan ngebut bawa motornya. Titip jagain Chandra ya. Kalo ada apa-apa kabarin Nathan aja biar disusul sama Nathan. Kamu juga Chandra, jangan kecapekan."

"Siap tante. Kita pergi dulu ya." Rafa melajukan motornya menjauhi rumah Chandra. Sampai keduanya tak terlihat lagi, barulah Reina kembali masuk kerumah.

"Tante Reina ternyata cerewet juga ya Chan." ucap Rafa dengan sedikit berteriak agar Chandra yang membonceng dibelakang bisa terdengar. Entah kenapa saat berkendara dengan motor, tiba-tiba saja menjadi budeg.

Arrayan Chandraka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang