[20] Bebas

1.2K 145 1
                                    

"Gimana kabar kamu mas?"

Saat ini, didepan Reina yang terhalang oleh kaca bening sudah ada Samuel. Setelah menemui tersangka yang merupakan supir Samuel, kini Reina dan Deon menemui Samuel.

"Ya, seperti yang kamu lihat."

"Kalian cuma berdua saja?" pertanyaan Samuel sontak membuat Reina dan Deon saling tatap.

"Mereka kemana bang?"

"Biar Deon aja yang cari Bun." Deon melangkah keluar ruangan meninggalkan orangtuanya.

Di luar, Deon celingukan mencari sang adik. Kemudian mendapati Nathan yang sedang duduk sendirian di kursi yang ada di lorong.

"Kemana aja sih dek? Kenapa kalo pergi gak bilang-bilang?" tegur Deon.

"Chandra kebelet bang, makanya Nathan anterin."

"Terus kenapa kamu sendirian disini?" Nathan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Chandra-nya gak mau ditemenin." cicitnya.

"Anak itu." gumam Deon, sedikit geram dengan Chandra.

Tak lama kemudian, Chandra datang dengan kepala yang menunduk. Membuat Nathan sontak saja berdiri dari duduknya. "Kok lama Chan? Nggak nyasar kan?" yang ditanya hanya menggeleng.

"Sorry." akhirnya Chandra berucap setelah beberapa saat hening.

"Kalian disini rupanya." Reina tiba-tiba saja datang menghampiri dengan senyum diwajahnya.

"Udah selesai Bun? Mau pulang sekarang?" tanya Deon.

"Nanti dulu nunggu Ayah kalian." ketiganya pun kompak kebingungan. "Ayah?"

"Iya, Ayah kalian udah terbukti gak bersalah. Jadi ya dibebasin. Nanti kita pulang sama-sama."

Disaat yang bersamaan, dua orang polisi sedang berjalan beiringan dengan Pak Toni yang terdapat borgol ditangannya. Hendak dimasukkan ke jeruji besi setelah diperiksa. Pandangan Pak Toni beralih pada Chandra yang juga tak sengaja menatapnya. Membuat Chandra buru-buru mengalihkan objek penglihatannya.

Namun, Chandra dikejutkan dengan tangan Pak Toni yang sudah bertengger di lehernya. Tatapan nyalang ia layangkan kepada Chandra bak hendak memangsa mangsanya.

"Anak kecil tak berguna! Lihat saja nanti, kamu yang memulai semuanya!" kedua polisi tadi segera mengambil alih Pak Toni dengan paksa. Mengapitnya dan kembali melanjutkan perjalanan. Tak lupa juga meminta maaf pada yang bersangkutan.

"Kamu gak papa Chan? Astaga. Supir itu benar-benar gila." Reina memeluk Chandra berusaha menenangkannya. Chandra sendiri tentu saja gemetar, untuk bernapas saja rasanya susah. Kejadian 2 tahun yang lalu kembali teringat.

Reina mendudukkan Chandra di kursi. Chandra yang merasa sudah tak dapat mengontrol deru napasnya pun segera merogoh saku celananya. Disemprotkannya inhaler kedalam mulutnya. Kemudian bersandar di bahu Reina dan Reina mengusap-usap kepala Chandra agar merasa nyaman.

_______________

Sepulang dari kantor polisi, Chandra beranjak masuk ke kamar Mahen yang tak lain juga kamar Deon. Mahen dan Deon masih tidur dalam satu kamar untuk sementara. Belum sempat untuk menyulap ruang kosong yang tersisa menjadi sebuah kamar sebab masalah yang terjadi tanpa diduga.

Chandra masuk dengan beberapa buah yang tadi ia beli sebelum pulang. Mendapati Mahen yang sepertinya baru saja selesai mandi. Chandra mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang.

"Emangnya luka kakak gak perih ya dimandiin?" tanyanya saat Mahen ikut mendudukkan diri disamping Chandra.

"Gerah dek. Yaudah terobos aja."

"Oh iya, Ayah gimana?" tanya Mahen.

"Ayah dibawah."

Tentu saja Mahen terkejut. "Hah? Seriusan?" Chandra mengangguk.

"Pak Toni udah terbukti salah."

"Syukur deh kalo gitu." Pandangan Mahen teralih pada buah yang dibawa Chandra. "Bawa apa itu?"

"Eh iya. Tadi Chandra mampir beli apel sama jeruk. Sebenarnya mau beli semangka, tapi gaada. Yaudah seadanya aja."

"Chandra kupasin ya kak."

Chandra mengupas apel merah yang dibelinya tadi dengan telaten. Memotonginya kecil-kecil, kemudian menyuapi Mahen.

Ceklek

Deon tampak masuk ke kamar. Chandra hanya melirik sekilas kemudian kembali menyuapi Mahen. Deon melewati mereka begitu saja dan masuk ke kamar mandi.

Keluar dari kamar mandi, ia kemudian duduk di meja belajar. Tanpa sengaja ia melihat interaksi kakak beradik di sampingnya itu membuat ia sedikit iri. Kenapa Chandra tak bisa sedekat itu dengannya? Pikirnya.

Jujur saja, saat pertama kali melihat Chandra ia selalu merasa jengkel. Namun seiring berjalannya waktu, keakraban Nathan dan Chandra membuatnya ingin juga agar bisa akrab dengan Chandra. Kemudian, sikap Chandra yang berubah akhir-akhir ini membuatnya mengurungkan niat.

"Sini, Chandra bantu obatin."

Melihat wajah Mahen yang babak belur membuatnya merasa bersalah. Apalagi mengingat bahwa ternyata Ayahnya bukanlah pelakunya membuat Deon semakin merasa bersalah.

Ingin meminta maaf, tapi gengsi. Biarkan sajalah, pikirnya.

________________

Malamnya, Chandra mengajak Mahen untuk bermain dikamarnya. Hari ini tak ada les. Reina yang mengusulkan agar semua kegiatan istirahat dulu sejak 2 hari yang lalu, mengingat musibah yang terjadi kebelakang ini.

Reina membuka pelan kamar Chandra. Berniat memanggil untuk makan malam bersama. Melihat senyum manis yang terpatri di wajah Chandra membuat Reina bersyukur. Sejak dirinya masuk ke rumah ini, ia jarang sekali melihat senyum Chandra bahkan hampir tak pernah.

"Chandra, Mahen, ayo makan malam dulu." keduanya menoleh kearah Reina. Baru sadar akan keberadaannya sebab terlalu fokus bermain.

Chandra dan Mahen berjalan mengekori Reina. Di ruang makan, Nathan dan Deon sudah duduk manis ditempatnya. Chandra dan Mahen mendudukkan dirinya berhadapan dengan Nathan dan Deon.

"Ayah mana Bun?" Reina menoleh pada anak sulungnya, Deon.

"Dikamar, bentar lagi pasti kesini."

Tak lama kemudian, Samuel datang dan langsung bergabung dengan mereka. Reina mulai mengambilkan nasi satu persatu. Kemudian masing-masing mulai mengambil lauk sendiri.

Makan malam berlangsung dengan keheningan yang menyelimuti keluarga itu. Hingga ditengah acara makannya, sang kepala keluarga memecah keheningan.

"Bentar lagi udah UAS kan? Jam lesnya bakal Ayah tambah, biar kalian gak lalai."

"Anak-anak lagi makan mas. Jangan bahas itu dulu."

"2 hari ini kalian nggak les bukan? Mulai besok kalian harus ditingkatin lagi belajarnya. Ayah nggak mau anak-anak Ayah ada yang nilainya jelek."

Tak ada yang menyahuti perkataan Samuel. Tapi diam-diam Chandra menghela napasnya. Lelah dengan perlakuan sang Ayah.

"Gimana sama persiapan kamu masuk universitas, bang?" Deon menoleh saat pertanyaan itu Samuel tujukan padanya.

"Pendaftaran masih 5 bulan lagi Yah."

Samuel menganggukkan kepalanya. "Jangan pernah puas dengan apa yang kamu miliki sekarang bang. Tetap belajar dan belajar."

"Pasti Yah."

"Yang lainnya contoh tuh abang kamu, terutama kamu Chandra. Minimal masuk 5 besar di kelas lah. Tunjukin ke Ayah kalo les kamu selama ini nggak sia-sia."

________________

15 Mei 2023

.
.
.

Adakah yang nungguin?
Hehe sorry telat

Vote dan komennya jangan lupa ♥
Mau spam komen juga gapapa wkwkwk

Sampai jumpa minggu depan🌱

Arrayan Chandraka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang