Chandra berulang kali menghela napasnya. Sejak kepulangannya dari bertemu Bara, ia terus memikirkan perkataannya. Dan pada akhirnya membuatnya rindu dengan sang Bunda. Kenyataan yang sangat tak diduga oleh Chandra.
"Dulu waktu kalian masih kecil, Bunda kalian selalu chattingan sama Om. Dia selalu nyemangatin Om buat segera nyelesaiin gelar kedokteran Om. Katanya, biar Om bisa ngobatin dia."
"Waktu itu Om nggak paham. Dia selalu ngabarin Om kalo sakit. Dia selalu curhat tentang suaminya yang mulai sayang ke dia. Dan tentunya dia sangat senang."
"Om ikut senang kalo Fera senang. Sampai disaat kalian masuk SD, Om pulang setelah menyelesaikan S2 diluar negeri dan setelah itu bekerja dirumah sakit."
"Om jadi lebih sering kerumah kalian. Ayah kalian juga tau itu, tapi dia tak mempermasalahkannya. Suatu ketika, kalian lagi sekolah dan Om kerumah kalian. Itu adalah pertama kalinya Bunda kalian menunjukkan rasa sakitnya."
"Om menemukan Fera tergeletak dengan telapak tangan berdarah. Tentu saja Om panik. Meskipun Om adalah dokter, tapi saat melihat orang yang Om cintai sakit itu menjadi luka tersendiri buat Om."
"Setelah di rumah sakit, Fera divonis adenoma bronkus. Semacam tumor yang menyerang trakea atau saluran udara besar paru-paru (bronkus)."
"Sejak itu pula, Fera melarang Om ke rumah dan meminta untuk merahasiakan semuanya. Semakin berjalan kedepan, hubungan Samuel dan Fera semakin renggang."
"Samuel selalu marah saat Fera tak mengurus anak-anaknya tapi malah keluyuran. Fera bukan orang yang seperti itu. Fera hanya sedang berobat dan tidak ingin siapapun tau, terutama suaminya."
"Kemudian di hari perceraian orangtua kalian, sebelum itu Fera sudah memohon ke Om supaya berperan seolah mereka adalah sepasang kekasih. Alasannya agar Samuel marah dan menceraikan dirinya. Fera tidak mau membebani suaminya dengan sakit yang ia derita."
"Tentu saja Om tidak setuju. Tapi waktu itu, Mahen mendengar percakapan kami. Mahen yang tak mengerti apapun diminta untuk tak mengatakan apapun pada Ayahnya. Mahen hanya bisa menurut."
"Fera yang selalu memohon kepada Om, membuat Om akhirnya setuju. Om memang bodoh, menyetujui begitu saja tanpa berpikir apa akibatnya. Perceraian orangtua kalian pun terjadi."
Chandra kembali menghela napasnya. Ia merasa tak berguna sebagai seorang anak. Bagaimana bisa ia tak menyadari bahwa Bundanya itu kesakitan sendirian? Pikirnya.
Chandra teringat saat ia menjumpai sang Bunda yang sedang memasak tiba-tiba saja kesulitan bernapas. Padahal, sang Bunda tak memiliki riwayat asma.
Kemudian ia teringat saat mendapati sang Bunda terbatuk parah. Dan saat ditanya, Bundanya menjawab tak apa-apa.
Chandra mengusap wajahnya. Ia tak bisa tidur karena pikirannya yang terus berkelana. Akhirnya ia memutuskan ke dapur untuk sekedar minum air.
Setelah menuruni tangga yang mengarah ke ruang tamu, Chandra melihat Reina yang duduk bersandar ke sofa. Sepertinya tertidur. Chandra mendekatinya. Sebenarnya tak tega untuk membangunkannya, tapi tidur dengan posisi seperti itu juga akan membuat tubuh menjadi pegal semua.
Chandra menggoyangkan tubuh Reina pelan membuat Reina mengerjabkan matanya.
"Eh kamu. Kok belum tidur?"
"Nggak bisa tidur Bun. Bunda kok tidur disini?" Chandra ikut duduk disamping Reina.
"Hehe, ketiduran tadi. Bunda lagi nunggu Ayah kamu pulang."
Chandra mengerutkan dahinya. "Ayah belum pulang?" Reina menggeleng. "Di telepon juga nggak diangkat Chan."
"Udah sekarang Bunda tidur dikamar aja. Dulu waktu Ayah belum nikah sama Bunda juga sering gak pulang kok Bun. Jadi, nggak usah khawatir." Reina hanya tersenyum menanggapinya.
"Yaudah kamu juga tidur ya."
"Chandra mau ke dapur dulu ngambil minum." Reina mengangguk.
________________
Pukul 3 pagi, Chandra masih tetap terjaga. Matanya itu enggan tertutup. Untung saja sekolah diliburkan setelah UAS. Tinggal menunggu undangan terima raport saja.
Suara deruman mobil yang mendekat membuat Chandra mengintip dari jendela kamarnya. Benar saja, itu adalah Samuel. Chandra keluar dari kamarnya, hendak menemui sang Ayah.
Samuel masuk dengan jas yang disampirkan ke tangannya. Dasi yang dipakai ia longgarkan, dan dua kancing kemeja bagian atas terbuka.
"Ayah baru pulang?"
"Menurut kamu?"
"Lain kali kalo pulang larut kabarin Bunda, Yah. Kasian Bunda tadi nungguin disini sampe ketiduran."
"Oh kamu nasehatin Ayah? Pinter ya kamu. Awas aja kalo kamu nggak ranking satu, Ayah hukum kamu!"
"Chandra udah berusaha."
"Ayah gak peduli." Samuel berlalu begitu saja meninggalkan Chandra membuat Chandra hanya bisa menatap kepergiannya dengan tatapan sendu.
Tiba-tiba saja ia merindukan masa dimana orangtuanya masih bersatu. Masa-masa yang kini hanya tinggal kenangan.
Ia juga merindukan sang Bunda. Sepertinya ia harus ke makamnya untuk melepas rindu. Sudah lama juga ia tak berkunjung kesana.
Saat hendak kembali ke kamar, Chandra berpapasan dengan Deon yang menuruni tangga dengan muka bantalnya. Ketara sekali bahwa ia terbangun dari tidurnya.
Chandra melewatinya begitu saja tanpa menyapa, membuat Deon mendengus dan mengeluarkan beberapa kata.
"Mentang-mentang hari libur lo jadi begadang. Kalo lo sakit juga Bunda gue yang bakal repot." Chandra tak merespon. Ia terus melangkahkan kakinya menaiki anak tangga untuk kekamar.
Sementara itu, Deon merutuki kebodohannya sendiri. Bukan seperti itu maksudnya. Ia hanya tak ingin Chandra sakit karena begadang dan ingin Chandra untuk segera tidur. Tapi, mulutnya tak bisa diajak kerja sama. Apa yang keluar dari mulutnya berbeda dengan apa yang ia pikirkan.
"Bodoh banget sih lo." makinya pada dirinya sendiri.
________________
Seperti niatnya tadi, saat ini Chandra sudah ada didepan makam sang Bunda. Dengan Mahen tentunya.
"Maaf Bun baru sempet njenguk." ucap Chandra sambil menabur bunga yang tadi ia beli.
"Mahen sama Chandra udah baikan Bun. Bunda yang tenang ya disana."
"Maafin Mahen Bun. Kalo aja Mahen bisa cegah Bunda buat nggak keluar sama Om Bara, Bunda pasti masih sama kita." mendengar itu sontak membuat Chandra menoleh pada sang kakak.
"Maksudnya?"
"Bunda kecelakaan. Ditambah lagi dengan penyakitnya yang belum dioperasi, membuat Bunda gak bisa bertahan."
Chandra tiba-tiba saja berdiri dari duduknya. Mengatakan beberapa kata untuk berpamitan dengan sang Bunda, kemudian pergi dari sana.
Mahen yang melihat itu menghela napasnya. "Maaf Bun. Seharusnya Mahen beritahu Chandra dari awal. Kita pulang dulu ya." Mahen ikut bangkit untuk menyusul Chandra.
Ia mendapati Chandra yang duduk dikursi panjang yang ada didepan gapura makam. Mahen mendekat kemudian ikut duduk disampingnya.
"Berapa banyak rahasia yang nggak Chandra tau kak?"
"Maaf..."
________________
28 Mei 2023
.
.
.Kok aku gemes pas bagian Deon
〒_〒Btw, menurut kalian Chandra itu gimana? Komen ya...
Jangan lupa vote ♡
Sampai jumpa minggu depan~
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrayan Chandraka ✔
Teen FictionArrayan Chandraka Diumurnya yang kini menginjak 16 tahun itu, sudah diuji oleh kerasnya dunia. Berusaha meluruskan satu persatu, namun takdir berkata lain. Takdir membawanya kepada kehidupan yang baru. Kehidupan yang entah bagaimana kedepannya. Sela...