Ara Lingga

164 7 6
                                    

Seorang gadis menuruni tangga dengan cepat ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya tampak sedang berbincang. Sampai di undakan terakhir, ia menyempatkan mematut diri saat melewati cermin besar di dinding dekat tangga. Bedak yang tipis, sedikit perona pipi, dan dilengkapi dengan polesan lipglos berwarna merah muda, menjadikan penampilannya begitu sempurna.

Bola mata berwarna coklat muda yang dimiliki, menjadi daya tariknya karena tidak banyak yang memiliki iris mata seperti ini. Berkat sang ibu yang mempunyai darah blasteran karena sang kakek berasal dari Eropa, sedikit banyak ia mewarisi salah satu keunikan keluarganya.

Dua buah gigi taring yang sedikit menyembul ketika senyuman terukir di bibirnya juga menyempurnakan gadis ini, ia semakin terlihat gemas dan menawan. Mampu membuat siapa saja yang melihat terpana dan jatuh cinta. Namun, semua pandangan penuh cinta yang tertuju pada gadis ini, hanya dianggap sebuah angin yang berhembus olehnya. Sebab hatinya sudah terkunci oleh satu nama.

"Pagiiiiii," sapanya lalu menghampiri dua orang yang berada di meja makan.

"Pagi, Sayang. Ayo sarapan dulu," sahut wanita paruh baya yang sedang sibuk menyusun berbagai makanan.

"Pagi, Ay," ucap gadis ini lagi kepada pemuda yang ikut membantu sang ibu. Sebuah kecupan di pipi diberikan olehnya kepada pemuda yang tak lain adalah kekasihnya itu.

"Pagi juga, Ay," sahut pemuda itu lalu membalas kecupan di pucuk kepala kekasihnya ini.

Gadis bernama Adara Calista ini, tersenyum lebar dengan pipi yang bersemburat merah karena kecupan itu. Meskipun hal itu sudah menjadi kebiasaan tetapi tetap saja rona malu selalu menghiasi wajah cantiknya.

"Duduk, Ay. Aku siapin kamu sarapan spesial," ucap pemuda tinggi yang masih berhadapan dengannya.

Setelah meletakan segelas susu di meja, ia menggiring Ara untuk duduk. Pemuda bernama Lingga Adyatama ini bak seorang pramusaji yang siap melayani tamunya. Tangannya dengan lihai memoles selai strawberry pada roti tawar yang sudah dipanggang lalu menambahkan sedikit selai coklat. Setelah siap Lingga memberikan roti itu kepada Ara.

"Pesanan sudah siap, Tuan Putri. Silahkan dinikmati," ucapnya lalu membungkuk layaknya pangeran ketika bertemu sang putri.

Hal itu menimbulkan gelak tawa di bibir Ara. Dengan gemas Ara mencubit kedua pipi Lingga dan mengunyel-unyelnya.

"Maacihh, Ay," ucap Ara dengan menirukan suara khas anak kecil.

"Duh, Mami udah kaya obat nyamuk di sini. Papi belum turun juga lagi dari kamar."

Suara itu datang dari sang ibu. Ara dan Lingga menatap wanita paruh baya itu kemudian saling bertatapan sampai akhirnya tertawa renyah melihat wajah merajuk ibunya. Suasana pagi itu begitu ceria dengan tawa, canda dan cinta di dalamnya.

****

Deru mesin motor menggelegar memenuhi halaman Sekolah Internasional Cadraloka. Beberapa motor Kawasaki Ninja ZX10-R dan sejenisnya berdatangan menuju area parkir gedung. Hampir semua pandangan tertuju kepada para pengendara itu. Terdengar pula pekik kekaguman dari bibir siswa yang melihatnya.

Salah satu dari para pengendara itu turun dari motor. Melepas helm dan mengibaskan rambut yang tertekan benda itu. Tak lupa ia merapikan anak rambut yang menempel di wajah serta menyisirnya ke belakang agar kembali rapi. Dengan gaya rambut keriting ikal pada bagian bawah, Ara tersenyum ke arah Lingga yang sedang melepaskan helm.

Lingga menerima helm yang diberikan Ara. Ia turun dari motor sembari merapikan baju yang kusut. Keduanya menunggu beberapa orang yang masih memarkirkan kendaraan serta menyimpan pengaman kepala pada masing-masing kendaraan.

Ara Lingga (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang