"Ay, hape kamu kenapa? Aku telepon kamu tapi nggak aktif," tanya Lingga. Ara yang sedang menyeruput mie rebus langsung menoleh.
"Hape aku rusak, Ay. Kemarin jatuh terus mati sekarang," jawab Ara sekenanya. Ara sengaja tak memberitahukan yang sebenarnya. Ia membuang pandangan dari Lingga dan kembali menatap mangkuk mie rebus dan pura-pura sibuk dengan makanan.
Tyo, Damian dan Zhimar tidak turut serta pergi ke kantin sebab sedang menyelesaikan beberapa tugas. Zhimar yang dengan pasrah harus meminjami contekan pekerjaan rumah kepada dua orang itu. Menyebabkannya harus tetap mengawasi takut-takut jika Tyo dan Damian mencuri tugas sekolah lain yang memang ada dalam pelajaran hari ini. Cukup satu tugas saja!
Dan sampai saat ini, Lingga belum juga bersedia bercerita tentang apa yang terjadi kepadanya. Sontak hal itu menjalarkan ngilu dalam dada sebab sebegitu tidak percayakah Lingga pada dirinya sampai terus menutupi hal penting itu?
"Kamu kemarin ke mana, Ay? Terus pulang jam berapa?" Ara mencoba memancing Lingga. Ia harap Lingga mau bercerita.
"Oh ... Kemarin aku ketemu sama temen. Terus aku pulang jam tujuh," jawab Lingga.
Ara menoleh ke arah Lingga yang sedang meneguk es teh manis. Rasa kecewa merayap ke dalam hati karena pemuda di sebelahnya itu berbohong. Pandangannya sendu dan sarat akan pilu. Pelan-pelan kedua bola matanya berkaca-kaca dan sebelum bulir bening itu meluruh, Ara segera mengalihkan pandangan.
Tanpa sepengetahuan Lingga, ia mengusap pipinya yang basah dan menguatkan diri menghadapi Lingga yang berbeda beberapa waktu ini. Ara memaksakan senyumnya dan menatap kembali kekasihnya itu.
"Maaf, ya, Ay. Kemarin aku lupa ngabarin kamu. Aku nggak sadar kalau hape aku mati," sesal Lingga lalu meraih jemari Ara dan menggenggamnya.
Ara tidak menjawab, hanya senyum kecil yang ia berikan kepada Lingga. Rasa nyeri yang perlahan menggelayut membuatnya tak bisa berkata-kata. Ia ingin mencoba memahami Lingga beberapa hari ini. Dengan perubahan pemuda itu yang menjadi lebih diam, sikapnya yang aneh dan terkesan menyembunyikan sesuatu, serta ponselnya yang selalu mati akhir-akhir ini. Namun, setelah kebohongan yang diucapkan oleh pemuda itu membuatnya tak mampu lagi menampung ribuan rasa yang bercampur dalam dada.
Apakah Lingga lebih memilih Bela daripadanya?
Lalu apa arti lima tahun selama ini?Berbagai argumen berkecamuk dalam kepada Ara. Perasaan pedih disertai bingung menguras tenaga dan pikirannya. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi Lingga.
"Ay, aku lagi ajak kamu ngomong tau."
Tepukan di bahu Ara membuat Ara tersadar dari lamunan panjangnya. Ia segera menatap Lingga dan menggaruk kepalanya.
"Maaf, Ay."
"Kamu ngelamunin apa, sih? Sampai aku tanya nggak jawab."
"Ngelamun kamu."
Lingga menahan senyumnya mendengar ucapan Ara. Ia mengapit kedua pipi Ara dengan jemari besarnya dan mengarahkan pandangan Ara kepadanya.
"Ngapain? Orang aku ada di depan kamu juga," ucap Lingga tertawa renyah.
Ia menggerakkan ibu jari dan telunjuknya hingga membuat bibir Ara maju beberapa centi.
"Kamu berubah."
Mendengar ucapan Ara, seketika Lingga melepas jepitan tangannya. Ia menatap Ara dengan serius yang dibalas Ara justru dengan membuang pandangan.
"Kamu tahu kan, kalau aku bakalan selalu ada buat kamu. Mau kamu susah, kamu senang, kamu sedih, kamu marah aku nggak pernah tinggalin kamu. Jadi tolong, jangan buat aku menjauh dari kamu," ucap Ara yang kini sepenuhnya menghadap ke arah Lingga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara Lingga (End)✔️
RomansaSiapa sih, murid Sekolah Internasional Cadraloka yang tidak tahu Ara dan Lingga? Sepasang kekasih ini bukan cuma romantis dan saling bucin, tapi juga cerdas dan berprestasi. Wah, pokoknya _perfect_ banget, deh! Eits, tapi apa benar se-sempurna itu...