Hari Perlombaan

9 2 3
                                    

Untuk sebagian orang terlebih yang baru pertama kali mengikuti perlombaan, mungkin saat ini hatinya akan dipenuhi kegugupan karena waktu untuk masuk ke dalam ruangan hanya tinggal lima belas menit lagi. Namun, itu tidak terjadi pada Lingga yang justru terlihat biasa saja. Dengan tangan yang memegang sebuah buku dan pensil, pemuda itu mencorat-coret kertas putih yang kini sudah penuh dengan berbagai rumus serta jawaban dari pertanyaan. Baginya mengikut lomba sama saja seperti halnya belajar biasa di sekolah. Hanya saja ada penghargaan setelah mengikuti kegiatan belajar itu jika berhasil menjawab setiap pertanyaan dengan benar.

Soal-soal dalam kertas ujian itu kurang lebih juga hampir sama dengan yang sudah dipelajari. Oleh karenanya Lingga sangat santai dan tidak ada kebingungan sedikit pun. Saat ini justru di kepalanya bukan tentang pertanyaan matematika. Melainkan sosok gadis yang kini sedang duduk beberapa meter tak jauh darinya.

Lingga memandangi gadis yang tengah menyuap sepotong roti coklat dengan susu kotak strawberry di tangan satunya. Ia menggeleng pelan dan tersenyum kecil melihat gadis itu dengan mulut penuh dan sebuah buku di pangkuannya. Ketika pandangan mereka bertemu, gadis itu melambaikan tangan ke arah Lingga dan tersenyum lebar.

Lingga tertawa renyah melihat gadis itu berada di tempat ini. Seharusnya dia berada di tempat lain. Bukan justru mengekorinya ke sekolah ini. Ya, dia adalah Ara.
Dengan kepintarannya, gadis itu mengubah jadwal masuk ke dalam ruangan perlombaan yang sudah ditetapkan. Ara memilih jam masuk paling akhir agar dirinya bisa mengikuti Lingga ke sekolah Mega Mustika ini. Di sebelahnya juga ada satu guru pembimbing yang terlihat terus memandangi jam tangan. Wajah guru itu sangat gusar karena satu peserta lomba bukan berada di tempat perlombaan, melainkan pergi ke sekolah lain untuk menjaga kekasihnya.

Suara pengumuman memutus kontak mata Lingga dengan Ara. Pemuda itu melihat ruangan yang ada di hadapan lalu berdiri untuk masuk. Lingga mengutas senyum ke arah Ara, yang langsung dibalas oleh gadis itu. Ketika melihat Ara bangkit dari duduk dan ingin mendekatinya, pemuda itu memberi isyarat tangan kepada kekasihnya ini untuk tidak perlu mengantarnya ke dalam.

Pipi gadis itu menggembung lucu, menimbulkan tawa di bibir Lingga. Sebelum nantinya ia malah mendekati Ara karena sangat gemas dengan gadis itu, lebih baik ia segera masuk. Lingga duduk di salah satu meja yang bernomor sama dengan kartu peserta yang mengalung di lehernya.

Lingga menelusuri satu persatu wajah murid yang ikut dalam perlombaan. Pemuda itu mengembuskan napas lega saat tidak melihat orang yang sangat ingin ia hindari ada di antara keempat belas orang dalam ruangan ini. Suara dari pengawas lomba membuat seluruh peserta bersiap dengan selembar kertas kosong dan peralatan menulis lainnya.

"Maaf, Pak. Saya telat."

Suara seseorang membuat seluruh mata melihat ke arahnya. Lingga ikut memandang ke arah pintu dan menatap sosok yang tidak ingin ia jumpai kini berada di depan matanya. Pemuda itu segera mengalihkan pandangan sebelum matanya bersirobok dengan mata gadis yang sedang tersenyum kikuk di depan.

Getaran ponsel di saku baju, membuat Lingga segera meraih benda pintar itu. Ia mencuri-curi pandang dari guru pengawas yang mulai membagikan soal. Lingga melengkungkan senyuman saat melintas isi pesan itu. Matanya menatap ke arah jendela dan seketika melihat Ara berdiri di depan.

[Jangan lupa sama janji kamu, Ay.]

Lingga mengerlingkan sebelah matanya untuk Ara. Pemuda itu juga memberikan kecupan jauh yang sontak saja menimbulkan semburat merah di pipi Ara. Ara menggerakkan jari tengah dan telunjuknya ke mata lalu dilayangkan ke arah Lingga seolah tengah memberi ancaman.

Lingga tersenyum tipis lalu mengusir Ara dengan gerakan tangan. Gadis itu mengepalkan jemarinya lalu membuat gerakan meninju udara kemudian berlalu meninggalkan jendela. Lingga menggeleng dengan senyum yang tak luntur di bibirnya.

Ara Lingga (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang