Penghangat Jiwa

16 4 4
                                    

Lingga mengendarai kuda besinya dengan kecepatan di atas rata-rata. Gumpalan amarah dalam dada menyebabkan gelungan emosi yang sudah tidak dapat dibendung lagi. Setelah melihat air mata buaya sang ibu yang sialnya selalu berhasil mengakhiri pertengkaran sebab semua pemandangan yang memuakkan, Lingga berlalu meninggalkan kesedihan palsu yang sedang diperankan oleh sang ibu.

Seharusnya wanita itu menjadi seorang bintang. Seni dalam bermain peran melalui gerak tubuh, ekspresi wajah dan emosi yang selalu tunjukan setiap harinya patut diacungi jempol.

Sangat menjijikkan.

Entah ke mana sosok ibunya yang dulu. Lembut, penuh perhatian, menjaga pandangan serta kehormatan dan tidak berdekatan dengan pria lain, selain ayahnya. Sejak hadirnya pria itu-orang yang sudah memulai kehancuran keluarga-yang berhasil memikat dan menjerat sang ibu, dan ketika cinta sesaat yang dirasakan oleh wanita itu berganti rasa sakit akibat ditinggalkan, semua yang ada pada diri Lisa berubah.

Wanita itu sekarang menyukai berbagai jenis pria, memiliki hubungan dengan lebih dari satu orang, seolah itu adalah wujud pelampiasan akan rasa sakit yang ia dapatkan karena patah hati kepada seorang pria.

Lingga mengenyahkan segala pikiran tentang ibunya dari dalam kepala. Tujuannya saat ini adalah Ara. Ia ingin memeluk gadis itu untuk menenangkan hatinya yang penuh akan gejolak rasa. Hampir lima belas menit berlalu dan laju kendaraan Lingga yang dapat dikatakan menyamai pengendara motor di sirkuit, akhirnya ia sampai di sebuah rumah bertingkat tiga.

Pemuda itu menekan klakson dan seorang pria paruh baya keluar dari dalam gerbang.

"Malam, Pak Cecep," sapa Lingga pada pria bertubuh tambun. Pria tua itu membuka gerbang dan mempersilahkan Lingga masuk.

"Malam, eh ... Mas Lingga. Tumben nggak kasih kabar dulu? Biasanya kalo Neng Ara tahu pacarnya mau ke sini, saya disuruh mantengin gerbang yang terbuka. Katanya 'biar Ay aku nanti nggak nyasar karena lupa sama rumah aku, Pak Cecep'. Gitu katanya. Emang Mas Lingga pernah masuk ke rumah orang lain, ngira kalo itu rumah Neng Ara?"

Mendengar ucapan pria di hadapan, seulas senyum terukir di bibir Lingga. Gadis itu selalu berhasil menghadirkan lengkung manis di wajahnya. Walau belum bertemu, Ara sudah sedikit memperbaiki perasaannya yang kacau.

"Sengaja, Pak. Mau kasih surprise," ucap Lingga tak menanggapi pertanyaan satpam yang baru dipekerjakan beberapa bulan lalu oleh keluarga Ara.

Ia sangat memaklumi pertanyaan itu. Satpam lama yang mengundurkan diri karena sudah tua sudah sangat paham dengan tabiat majikan kecilnya. Maka dari itu beliau tidak akan menanyakan hal seperti ini, karena sangat tidak mungkin Lingga melupakan rumah kekasihnya sendiri

"Aku masuk dulu, ya, Pak."

Setelah berpamitan, Lingga berjalan menuju pintu rumah bernuansa putih dan emas itu. Menekan tombol lonceng yang menempel di dinding dan menunggu seseorang membukakan pintu.
Lingga menghirup napas panjang, mengendalikan mimik wajah agar Ara tidak mengetahui apa yang sudah terjadi kepadanya. Ia harus bisa bersikap seperti biasa agar kekasihnya itu tidak khawatir.

Lingga melakukan sedikit senam wajah agar tidak terlihat kaku saat berhadapan dengan Ara nanti. Membuka tutup mulutnya berkali-kali dan menggerakkan bibirnya ke kiri dan kanan. Tak lama seorang wanita membuka pintu dan Lingga seketika mengembalikan ekspresi wajahnya.

"Hai, Sayang," sapa wanita itu penuh keceriaan saat melihat Lingga, seolah pemuda itu memang sedang diharapkan kedatangannya. Lingga tersenyum kecil mendengar panggilan yang membuat hatinya menghangat.

"Malam, Mi. Ara ada?" sahut Lingga.

Wanita bertubuh mungil yang sangat menyerupai Ara ini, memeluk Lingga lalu mengecup pipi kanan dan kiri pemuda itu, kemudian mengapit lengan Lingga dan mengajak masuk. Keduanya menuju ruang keluarga.

Ara Lingga (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang