Hangat yang Hilang

7 1 1
                                    

"Ay, hm ... nanti kamu pulang sama yang lain dulu nggak apa-apa, ya?"

Mendengar pertanyaan itu seketika membuat Ara menoleh dari jus sirsak yang sedang diminumnya. Ia menegakkan tubuhnya lalu mengubah posisi menghadap Lingga. Tidak menjawab tetapi ekspresi yang terpasang di wajah Ara menuntut Lingga melanjutkan kalimat.

Sebetulnya Lingga ragu untuk meminta Ara pulang bersama yang lain. Karena yakin kekasihnya itu akan menolak, tetapi ia tidak dapat mengusir pikiran tentang bagaimana dirinya dan Hardi akan bertemu hari ini dengan semua perasaan gelisah sejak fakta itu terungkap.

Hal apa yang lebih dulu akan dilontarkan? Berbasa-basi dengan pura-pura bertanya tentang pertengkaran kemarinkah atau langsung pada poin utama tentang masalah yang terjadi dalam keluarga?

Semua itu bercampur aduk tidak keruan. Resah semakin menambah gundah dalam hatinya. Ia tak yakin akan seperti apa dirinya nanti ketika bertemu dengan sang ayah.

"Ay, kamu nggak apa-apa?" tanya Ara. Lingga tersadar dan menoleh ke arah Ara.

"Kamu banyak diam, Ay. Kalau ada yang mau kamu ceritain, aku bisa jadi pendengar yang baik."

Mendengar itu Lingga langsung mengalihkan pandangan dari Ara. Tidak tahan dengan tatapan sendu Ara yang lebih terlihat seperti raut wajah kecewa. Atau mungkin gadis itu memang kecewa karena ia tidak juga menceritakan apa pun kepadanya?

Entahlah!
Lingga hanya belum siap menceritakan apa pun kepada Ara. Tidak ingin nama keluarganya yang sudah jelek semakin tercoreng karena fakta yang mengguncang ini. Mengalihkan pandangan dari Ara, justru membuat kedua bola mata Lingga bersirobok dengan ketiga temannya yang juga sedang melakukan hal yang sama seperti Ara. Diam dengan tatapan penuh pertanyaan. Lingga kembali menoleh ke arah Ara dan mengusap rambut Ara dengan lembut.

"Ada sesuatu yang harus aku urus," jawab Lingga.

Ia menahan napas menanti apa yang akan keluar dari bibir Ara. Takut dengan langsung gadis itu mengoceh seperti biasanya ketika merajuk.

"Penting?"

Diluar dugaan bukan runtutan kalimat sebal seperti halnya yang selalu Ara lakukan ketika berjauhan dengannya tetapi hanya satu kata yang keluar dari mulut Ara.

Tidak ada yang dapat dijawab Lingga selain anggukan. Ia khawatir jika berucap lebih banyak lagi akan semakin menambah pertanyaan di kepala Ara.

"Ya udah. Nanti aku pulang sama yang lain," jawab Ara lalu kembali menghadap jus sirsak dan menyesapnya.

Mendengar itu, justru tak serta merta membuat Lingga merasa lega. Ia seperti orang yang sedang selingkuh. Jantungnya juga berdetak dengan cepat berbanding terbalik dengan napas yang justru terasa sesak. Lingga memandangi Ara yang sedang bercanda dengan Tyo, senyum yang terukir di bibir gadis itu sedikit memperbaiki perasaannya yang kalut. Dalam hati ia berjanji. Setelah ini akan segera menceritakan semuanya kepada Ara.

****

"Kabari aku kalau kamu udah sampai rumah, ya?" ucap Lingga ketika membantu Ara duduk di motor Tyo.

"Siap, Ay," sahut Ara lalu membuat simpul ok dengan jarinya. Lingga meletakkan jaket yang dipakainya ke pangkuan Ara menutupi paha Ara yang terbuka.

Hal itu justru membuat Ara kebingungan. Tak pernah Lingga seperti ini sebelumnya. Ditatapnya Lingga dengan satu alis terangkat ke atas.

"Biar nggak ada yang lihatin kaki kamu," ucap Lingga yang paham dengan ekspresi yang ditunjukan oleh Ara.

"Nggak biasanya, Ay. Kenapa?" tanya Ara. Lingga hanya mengembuskan napas kasar.

Ara Lingga (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang