Ara menanti kedatangan Lingga dengan tidak sabar. Senyum merekah terukir di bibirnya sebab tak dapat menahan perasaan yang berdentam dalam dada untuk segera mendengar cerita dari Lingga tentang pertemuan pemuda itu dengan ayahnya. Meski tak mendapat kabar seharian kemarin hingga saat ini, Ara tidak kesal sama sekali. Ia paham jika mungkin Lingga sedang menikmati kebersamaan dengan ayahnya.
Jujur dalam hati, Ara ingin turut serta bertemu dengan orang yang paling Lingga nantikan selama ini. Ingin bertatap muka dan berterima kasih karena sudah andil pada kehidupan Lingga. Ia yakin jika sikap manis Lingga itu menurun dari sang ayah. Mungkin juga wajah rupawan Lingga duplikat darinya.
Sayang sekali Ara harus mengalah. Ia juga tak mungkin mengganggu pertemuan yang sudah lama itu Lingga impikan. Namun, tak apa. Masih ada hari esok dan Lingga pun berkata ingin mengenalkan dirinya kepada sang ayah.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Beberapa kali Ara melirik jam yang melingkar di tangannya sebab Lingga tak kunjung datang. Matahari mulai menyorot ke arah Ara hingga membuat gadis itu harus menutup setengah wajahnya.
Sepuluh menit, lima belas menit, hingga waktu akhirnya menunjukkan pukul delapan pagi, Lingga tak juga sampai. Rasa tak sabar itu kini berganti dengan kekhawatiran. Ara meraih ponselnya lalu menghubungi Lingga. Setelah beberapa panggilan yang tak kunjung diangkat, perasaan Ara semakin tidak keruan. Dalam pikirannya, apa yang menyebabkan Lingga tidak menjemputnya pagi ini?
Ketika hendak masuk ke dalam, pagar rumah terbuka lebar. Keluarlah mobil Honda Jazz berwarna hitam yang didalamnya terdapat Bela yang akan berangkat sekolah. Gadis itu menghentikan kendaraan karena melihat sepupunya belum juga berangkat padahal sudah lebih dulu keluar dari rumah. Bela menurunkan kaca mobilnya dan menatap Ara.
"Belum berangkat?" tanya Bela. Matanya juga melihat ke segala arah dan Ara tahu apa yang dicari gadis itu.
"Lingga belum jemput? Akhirnya dia sadar juga. Ngapain juga kan harus jemput Tuan Putri setiap hari? Dasar anak manja!" ucapnya lagi dengan nada sengit dan tawa yang terkesan meledek.
Ara masih diam. Ia malas meladeni Bela yang tidak penting. Sekarang ini tujuan bukan untuk saling berdebat dengan gadis menyebalkan itu. Melainkan mencari di mana keberadaan Lingga. Tiba-tiba terdengar suara klakson dari dalam, Bela terkesiap lalu melihat dari spion. Mobil Cahyadi juga akan keluar. Ia kembali menutup kaca lalu berlalu meninggalkan Ara.
Ara mengembuskan napas panjang. Emosi pelan-pelan naik ke kepala karena gadis itu. Tatapan Ara juga tak lepas dari kepergian kendaraan mungil yang akhirnya menghilang di belokan. Ara tersentak ketika mobil Cahyadi rupanya berada di hadapan. Lelaki paruh baya itu merasa heran melihat anaknya ini belum juga berangkat ke sekolah. Ia meminta Ara untuk masuk ke dalam mobilnya dan mengantar Ara ke sekolah.
***
Sementara di tempat lain, Lingga memasuki sebuah kawasan perumahan di pinggir kota dengan tergesa-gesa. Beberapa menit lalu ia mendapatkan kabar dari sang ayah. Secepat mungkin Lingga mengendarai motornya untuk sampai ke tempat itu. Daerah ini terbilang sangat sepi sebab hanya terlihat beberapa saja rumah yang dihuni.Pemandangannya pun tampak buruk. Masih banyak tempat lapang yang diisi dengan ilalang panjang tersebar hampir di setiap tempat. Lingga kembali melihat ke arah ponselnya yang terdapat lokasi yang dikirim sang ayah. Tak jauh dari sana, Lingga melihat mobil yang ia kenali terparkir di sebuah rumah.
Tanpa berlama-lama Lingga ikut menghentikan motornya di belakang mobil itu. Baru saja berjalan dua langkah untuk sampai ke dalam rumah, suara bentakan terdengar dari dalam sebab pintu yang tidak tertutup. Lingga berhenti untuk mendengar percakapan apa yang terjadi.
"Dari mana Mas tahu keberadaan aku?"
Obrolan pertama yang Lingga dengar itu semakin membuat Lingga enggan kembali melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara Lingga (End)✔️
RomanceSiapa sih, murid Sekolah Internasional Cadraloka yang tidak tahu Ara dan Lingga? Sepasang kekasih ini bukan cuma romantis dan saling bucin, tapi juga cerdas dan berprestasi. Wah, pokoknya _perfect_ banget, deh! Eits, tapi apa benar se-sempurna itu...