Ara duduk termenung seraya memikirkan Lingga. Kepalanya seolah dipenuhi oleh pemuda itu. Ia sangat paham pasti kejadian yang menimpa dirinya membuat Lingga semakin membenci ibunya. Sedikit banyak Ara mengetahui tentang sikap dan sifat ibunya Lingga dari cerita yang pemuda itu tuturkan kepadanya.
Entah apa sudah semua yang Lingga ungkapkan kepadanya mengenai ibunya ini atau itu hanyalah tentang bagaimana ia tidak menyukai Lisa karena perceraian yang terjadi antara Lisa dan ayahnya, mengakibatkan Lingga harus kehilangan sang ayah pada usia delapan tahun.
Pasalnya setelah beberapa kali bertemu dengan Lisa, Ara merasa Lisa adalah wanita baik dengan tutur bahasa yang lembut. Dari caranya memperlakukan Ara, gadis itu sangat menyadari jika Lisa adalah sosok yang penuh dengan kasih sayang.
Namun, memang benar perilaku Lisa gemar bergonta-ganti pria dan menjalin hubungan dengan lebih dari satu orang. Hal itu juga yang membuat Ara keheranan dan pasti itu juga yang membuat Lingga tidak menyukai ibunya. Pikiran Ara juga melayang pada apa yang terjadi ketika kepergiannya.
Mengapa Lingga begitu marah?
Pemuda itu juga enggan bercerita kepadanya. Mengakibatkan kini banyak pertanyaan memenuhi kepala. Ia harus tahu apa yang terjadi. Ia akan bertanya tentang hal itu besok.Suara ketukan menarik Ara dari lamunan. Ditatapnya siapa yang kini berdiri di ambang pintu dan berdecak kesal melihat Bela sedang melipat kedua tangan di dada.
"Ternyata lo itu emang pembawa sial buat semua orang, ya? Lingga aja sampai jatuh dari motor karena dia boncengin lo. Pasti bukan cuma lo aja yang luka, kan? Lingga juga pasti gitu."
Ucapan Bela seakan menyadarkan Ara. Benar juga apa yang ucapkan sepupunya ini. Ara mengutuk kebodohannya karena tidak sadar dengan apa yang terjadi pada pemuda itu. Mereka jatuh dalam posisi yang sama. Pasti Lingga juga terluka.
Karena terlalu memikirkan tentang kejadian di rumah sakit dan luka di kakinya, ia sampai melupakan Lingga.
Ara segera meraih ponselnya dan menghubungi Lingga.
"Jangan bilang lo nggak sadar kalo Lingga juga terluka? Pacar macam apa lo?" ucap Bela yang melebih-lebihkan kalimat dengan nada suara meremehkan yang menjengkelkan.
"Diem lo!"
Ara terus berusaha menghubungi Lingga yang tak juga menjawab panggilan. Ara berdecak kesal. Seketika kepanikan menyelimuti perasaan gadis itu.
"Ayo angkat, Ay," gumam Ara ketika sudah berkali-kali menelepon Lingga.
"Kalo gue jadi Lingga, gue sih sakit hati banget kalo sampe pacar gue nggak sadar gue juga terluka."
Masih saja Bela melontarkan kalimat-kalimat sinis yang terus menyindir Ara.
"Untungnya lo bukan Lingga. Dan dia bukan orang yang mempermasalahkan hal kecil kaya gini."
Ara menyahut dengan memberikan tatapan tajam kepada sepupunya ini. Bela memasang raut wajah terkejut yang dibuat-buat. Dengan satu tangan yang menutupi mulut yang terbuka dan pandangan mata yang melebar.
"Jadi lo beneran nggak peduli sama Lingga? Kalo gitu lo putus aja sama dia, biar Lingga sama gue," ucap Bela yang melantur membuat Ara yang tengah fokus pada panggilan, segera mengalihkan pandangan.
"Gue tuh sebenernya kasihan sama lo, Bel. Kita ini kan keluarga dan gue merasa punya kewajiban bikin lo bangun dari mimpi lo itu. Takutnya nanti lo jadi gila karena cinta."
Ucapan Ara sontak saja tak dapat diterima Bela. Gadis itu masuk ke dalam kamar yang bernuansa merah muda dengan segala pernak-pernik senada dengan tatapan nyalang ditujukan pada Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara Lingga (End)✔️
RomanceSiapa sih, murid Sekolah Internasional Cadraloka yang tidak tahu Ara dan Lingga? Sepasang kekasih ini bukan cuma romantis dan saling bucin, tapi juga cerdas dan berprestasi. Wah, pokoknya _perfect_ banget, deh! Eits, tapi apa benar se-sempurna itu...