Riyonal meringis kecil ketika seorang dokter melepas anak peluru yang bersarang di lengannya.
Ia mengalihkan pandangan ke depan, menunggu dokter itu selesai membersihkan dan mengobati lukanya.
Riyonal sedikit beruntung karena tembakan musuh meleset saat melepas anak pelurunya hingga hanya lengannya yang terkena tembakan.
Setelah luka Riyonal berhasil di bersihkan, kini dokter itu pun keluar. Riyonal melirikan mata sejenak, menatap lukanya yang sudah di perban.
"Kau sudah sembuh?" tanya seseorang yang baru saja memasuki ruangan.
Riyonal tak menjawab, tanpa perlu memutar tubuh lagi, ia tau jika yang saat ini tengah memasuki ruangan itu adalah Adrian.
"Aku baru saja membereskan semua kekacauan di gudang persenjataan baru kita."
"Bagaimana dengan Felix?" tanya Riyonal tanpa menatap sedikitpun ke arah Adrian yang saat ini tengah duduk di atas sofa.
"Dia baik-baik saja," Adrian berpikir sejenak.
"Aku masih bingung kenapa Lyora bisa ada di situ?" tutur Adrian pada dirinya sendiri karena ia yakin Riyonal tidak akan menjawab pernyataan yang menurutnya tidak penting. Adrian mengusap dagu.
"Dimana dia?" tanya Riyonal dengan menunjukkan ekspresi dinginnya.
"Saat ini Lyora juga tengah di rawat di sebelah ruanganmu."
Setelah kejadian tertembaknya lengan Riyonal, saat itu juga Lyora jatuh pingsan di pelukan Riyonal.
Riyonal terdiam dengan menampakkan ekspresi yang sulit untuk di jelaskan.
"Kau mau kemana?" Adrian di buat bingung ketika melihat Riyonal berdiri dari duduknya untuk keluar dari ruangan.
Riyonal tak menghiraukan ucapan Adrian, pria itu malah melenggang pergi begitu saja.
"Tunggu! Aku ikut." Adrian berlari, mengikuti langkah Riyonal.
Adrian berusaha mengulum senyum ketika melihat Riyonal memasuki sebuah ruangan dimana di dalamnya terdapat seorang gadis yang sedang duduk melamun dengan tubuh bersandar dia atas kepala ranjang.
Riyonal terdiam sesaat sebelum benar-benar masuk ke dalam ruangan itu.
"Hei, Nona," sapa Adrian menyadarkan Lyora yang terus saja melamun. Bahkan gadis itu tidak menyadari kedatangan mereka sedikit pun.
Riyonal menempatkan diri tepat di samping Adrian.
"Untuk apa kalian ke sini?" gadis itu bertanya seraya memalingkan wajah. Mata gadis itu terlihat memerah ketika melihat Riyonal. Riyonal hanya menarik napas pelan, tidak mengeluarkan suara atau berniat menjawab pertanyaan gadis di hadapannya.
"Pergilah," pinta Lyora masih memalingkan wajah. Dari raut wajah gadis itu, Riyonal sangat tahu bahwa gadis itu masih terlihat takut padanya.
Ucapan Lyora membuat Adrian terdiam, ia tau apa yang sedang ada di pikiran gadis itu.
Riyonal bergeming di tempat, ia menatap intens wajah Lyora yang perlahan mengeluarkan air mata.
"Kenapa kalian masih di sini?" Lyora berujar dengan ketus tapi bibirnya bergetar ketika mengucapkan kalimat itu,
"Pergilah!"
Riyonal dengan perlahan berjalan mendekat hingga suara ketukan sepatu pantofel yang beradu dengan lantai membuat Lyora semakin gugup. Gadis itu terlihat meremas ujung selimut yang di yang di gunakannya seraya memejamkan mata.
Riyonal hanya menatap gadis yang tengah memejamkan matanya takut itu, tidak melakukan apa-apa. Beberapa saat kemudian, mata gadis itu terbuka dan bersitatap dengan Riyonal yang belum mengalihkan pandang sedikit pun.
"K-au, mau apa ke sini?" tanya gadis itu dengan gugup. Adrian yang melihat itu terkekeh kecil, ia tau jika raut intimidasi Riyonal selalu berhasil membuat orang-orang merinding.
Adrian di buat berdecak ketika terdapat sebuah pesan dari Felix yang mengharuskannya untuk ke sana. Tanpa berpamitan dengan Riyonal, Adrian pun keluar dari ruangan itu. Padahal dia masih ingin menyaksikan wajah Lyora yang ketakutan karena Riyonal.
Riyonal tak menjawab, ia terus menatap intens gadis itu, kemudian mata pria itu beralih melirik lengan Lyora yang di perban sama seperti dirinya.
"Pergilah! Jangan menggangguku! Apa kau masih tidak puas telah membunuh keluargaku?!" raung Lyora dengan tatapan tajamnya. Namun air mata terus mengalir membasahi pipi gadis itu.
Riyonal masih belum membuka suara. Mendengarkan dengan baik segala amarah yang di tumpahkan Lyora padanya.
"Jika kau memang ingin membunuhku juga, segera lakukan! Karena aku juga ingin mati sekarang juga!" teriak Lyora dengan wajah memerah menahan emosi.
"Baiklah, jika kau tidak ingin membunuhku! Maka biar aku saja yang lakukan! Semoga kau puas setelah ini! Karena aku juga memang tidak sanggup hidup sendiri di dunia ini." Lyora meraih sebuah pisau buah yang ada di atas meja hal itu membuat mata Riyonal memincing tajam.
Gadis di hadapannya membalikkan ujung pisau yang berkilat tajam di depan perutnya. Riyonal yang melihat hal itu segera menahan tangan gadis itu sehingga pisau buah tersebut mengoyak telapak tangannya yang masih berusaha menghentikan aksi bunuh diri dari Lyora
"Lepaskan, Riyonal! Aku ingin mati sekarang!" raung gadis yang tengah ia tahan tangannya itu, berusaha menarik pisau yang setengah lagi di genggamnya.
Riyonal memejamkan mata menetralisir rasa sakit dan perih yang mendera tangannya yang tertusuk pisau tajam. Meskipun hanya tertusuk pisau buah biasa, namun itu tetap saja luka yang bisa membuat seorang manusia merasa kesakitan. Riyonal juga manusia biasa. Pisau itu menggeret telapak tangannya begitu dalam.
Riyonal menghirup napas sejenak sebelum benar-benar menarik pisau tersebut dari tangan Lyora dengan sekali hentak.
Pisau tersebut pun terpental jauh di lantai dengan sisa darah yang terdapat di ujungnya.
"Kenapa kau menahanku! Bukankah kau senang jika aku mati! Kau pasti akan puas jika membunuh hampir seluruh keluarga Johanson!" teriak gadis itu dengan raut wajah penuh amarah. Riyonal bergeming sebentar, membiarkan gadis itu meluapkan amarahnya. Begitu tidak ada suara dari gadis di hadapannya lagi, Riyonal menghela napas.
"Aku hanya akan membunuh orang yang memang layak untuk di bunuh," setelah sekian lama terdiam akhirnya Riyonal membuka suara. Menatap gadis itu lekat, tajam namun penuh akan sorot penjelasan yang begitu dalam.
Tatapan yang biasanya sangat tajam seperti belati itu mendadak berubah melembut dan itu hanya di tunjukkan untuk Lyora seorang.
"Aku memang layak kau bunuh, karena aku merupakan anak dari pembunuh orang tuamu! Jika daddy-ku telah membunuh orang tuamu, maka kau juga harus membunuh anaknya! Kau akan sangat puas! Minggir!" teriak Lyora masih tidak puas dengan ucapan Riyonal. Melihat gadis itu yang hendak mengambil pisau itu kembali, Riyonal segera menahan dengan tubuhnya.
Gadis itu masih terus memberontak, begitu keras kepala, sehingga Riyonal dengan sekali sentak menarik tubuh gadis itu sehingga membentur dada bidangnya.
Riyonal memeluk lembut tubuh Lyora, mengukungnya di dalam lengan kekarnya. Riyonal berusaha meyakinkan gadis itu dengan pelukannya, bahwa ia tidak ada sedikitpun niatan buruk untuk gadis itu.
"Don't do it, Yora," gumam Riyonal tanpa sadar, ia bisa merasakan tubuh yang berada di dekapannya itu pun menegang atas kalimat yang ia ucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From Mafia
Любовные романыRiyonal George, pria tampan yang menjadi incaran banyak wanita. Namun di balik itu semua, Riyonal menyimpan berbagai rahasia kelam. Riyonal, seorang mafia kejam, penguasa dunia hitam yang sangat menakutkan. Misi pembalasan dendam terhadap Mr.Johanso...