Lyora memegang erat ujung jas Riyonal membuat pria itu menoleh.
"Aku takut." Riyonal menaikan alisnya, pertanda bertanya.
"Saat aku menekan tombol itu, ada sebuah robot yang mendekatiku. Matanya merah. Aku takut ...." cicit gadis itu dengan suara lirih.
"Tidak apa, i'm here," setelah mengucapkan kata itu, Riyonal langsung menarik gadis itu memasuki kamar orang tuanya.
Kembali suasana hening menyapa. Riyonal melangkah lebih jauh dengan menarik lembut tangan gadis itu juga.
Riyonal berdiri tepat di depan bingkai foto pernikahan orang tua Lyora. Ia hanya menatap datar.Riyonal terdiam, menunggu Lyora yang bereaksi.
Lyora mendekati Riyonal yang saat ini berdiri di depan foto pernikahan daddy dan mommy. Riyonal dengan otomatis sedikit bergeser, membiarakan Lyora untuk masuk lebih jauh.
Lyora mengehela napas panjang sebelum benar-benar melakukan hal seperti kemarin, dengan tangan yang bergetar, gadis itu menggeser foto tersebut. Tangannya dengan perlahan menekan tombol itu, dan ....
Srettt ....
Kembali ranjang itu naik ke atas dan pintu lantai marmer dengan perlahan tergeser. Riyonal terus memandangi hal itu dengan masih terdiam tak bereaksi.
"Sudah?" tanya Riyonal memastikan.
Lyora mengangguk, gadis itu mendekati Riyonal.
"Ruangan itu ada di bawah," terang Lyora dengan jantung yang mulai berdebar kencang.
Riyonal menggenggam tangan gadis itu dengan lembut, keduanya berjalan bersama, memasuki lorong-lorong yang ada di sana.
Kini, keduanya sudah sampai tepat di depan kotak kaca yang sudah kembali utuh dengan remote control bom yang ada di dalamnya.
"Itu," tinjuk Lyora pada Riyonal.
Tangan Riyonal dengan perlahan pun mulai terulur, hendak mengambil pengontrol bom itu,
"Jangan mengambilnya!" suara robot manusia dengan mata merah itu mulai mendekati mereka berdua.
Lyora hampir memekik melihat robkt manusia yang menakutkna itu, tapi dengan cepat gadis itu menutup mulut. Lyora mendekatkan tubuhnya pada Riyonal, dan bersembunyi di balik tubuh kekar pria itu dengan tangan yang memegang ujung jas bagian pinggang Riyonal, bermaksud berjaga-jaga saja.
Riyonal yang melihat robot itu tetap diam, tak bereaksi seolah melihat manusia biasa.
"Kau tidak boleh mengambil itu, itu sangat berbahaya."
"Aku tau,"
"Lalu untuk apa kau ke sini?"
"Aku hanya ingin melihat saja." Ucap Riyonal dengan nada tenangnya.
Lyora semakin mendekatkan tubuhnya pada Riyonal dan menyembunyikan wajahnya di punggung pria itu ketika robot itu memiringkan kepalanya, terlihat ingin melihat wajah Lyora.
"Kau yang pernah melemparkan dengan kursi?!" tudingnya dengan mata yang semakin memerah.
Lyora dengan cepat menggeleng, membalas perkataan robot itu.
"Itu bukan aku!" Elak Lyora dengan menggigit bibir bawahnya.
Robot itu dengan perlahan mendekati Riyonal untuk melihat wajah Lyora dengan seksama.
"Menjauhlah. Riyonal, help me!" Bisik Lyora dengan mengubah tangannya yang memegang ujung jas Riyonal menjadi melingkar, memeluk erat tubuh pria itu.
Riyonal menatap kebawah, melihat dua tangan mungil melingkar erat di perutnya, dan untuk yang pertamakalinya Riyonal tersenyum tipis. Pria itu mengelus pelan tangan Lyora yang melingkar erat di perutnya, bermaksud menenangkan gadis itu sebelum benar-benar beralih menatap robot pria yang semakin mendekat.
"Berhenti di situ. Jangan mendekat!" sontak perkataan tajam Riyonal membuat robot itu berhenti di tempat. Wajahnya kelihat bingung.
"Aku hanya ingin memastikan jika dia uang kemarin memukulku." Robot itu berusaha membela diri.
"Pergilah! Dia tidak ingin melihat wajahmu."
"Tap--"
"Aku bilang pergi!" titah Riyonal dengan penuh ancaman. Sontak robot itu pun dengan perlahan mundur sedikit takut dengan tatapan Riyonal dan mendudukan dirinya di kursi yang pernah Lyora lempar padanya.
"Sudah tidak apa-apa," ujr Riyonal yang di angguki gadis itu.
Tangan Lyora yang melingkar erat di perut Riyonal pun dengan perlahan terlepas, seakan udah sadar, gadis itu menunduk, terlihat malu.
"Maaf." tutur Lyora dengan menunduk.
Riyonal tak menjawab, pria itu mengabaikan permintaan maaf Lyora dan kembali mengambil kotak kaca itu.
Lyora menghela napas panjang, berusaha bersikap biasa sikap irit bicara Riyonal.
Riyonal berusaha membuka kotak itu tapi dengan cepat Lyora mengambil,
"Biar aku." tukas Lyora dan mulai membuka kotak kaca itu.
"Jangan pernah menekan tombolnya. Karena tombol itu bisa meledakkan seluruh kota!" peringat robot itu sambil terus memperhatikan Lyora.
Lyora menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Riyonal ketika merasakan ada tatapan setan yang terus berkeliaran di dekatnya.
Lyora menempelkan telunjuknya pada ukiran sidik jari itu dan otomatis, kotak itu pun mulai terbuka dengan sendirinya.
Tangan Riyonal dengan perlahan mulai menyentuh remote control bom-nya, meneliti dari atas sampai bawah.
Ternyata Mr. Johanson sangat ahli dalam membuat bom. Ia tidak bisa meragukan hal itu.
Riyonal memandangi remote control itu dengan lekat. Menekan satu tombol saja, maka satu kota akan hancur. Riyonal sedikit kagum dengan kepintra Mr. Johanson.
Tapi keberadaan remote ini cukup membahayakan, lebih baik jika di hancurkan saja.
"Apa boleh aku menghancurkannya?" tata Riyonal pada Lyora.
"Jangan!" robot itu berdiri di tempat.
"Mr. Johanson hampir tiga tahun merakit bom untuk di tanam di setiap kota dan dia juga merakit alat pengontrol, sangat tidak mungkin jika kalian menghancurkannya begitu saja. Aku juga sangat melarangnya. Mr. Johanson memprogramku agar bisa menjaga bom itu dengan baik untuk Lyora. Maka sekaranga aku harus berbakti!" ucap robot itu dengan mata yang berubah jadi hitam, menunjukkan jika dia benar-benar marah sekarang.
"Aku Lyora, daddy hanya menyuruhmu untuk menjaganya, dan kau lebih berhak darimu. Maka biarkan aku menghancurkannya!" Lyora setuju dengan pendapat Riyonal. Alat pengontrol bom itu sangat berbahaya, bukan sekedar mainan saja, beratus ribu nyawa ada di tangan robot itu. Apalagi, Lyora sudah benar-benar trauma dengan bom itu.
"Tidak boleh! Kalian sudah bilang hanya ingin melihatnya, bukan menghancurkannya."
"Kalian pergilah dari sini!" tekan robot itu dan kembali meraih remote tersebut di atas meja dan memasukannya kembali ke dalam kaca itu hingga membuat kaca itu kaca itu otomatis tertutup.
"Tap--" ucapan Lyora terhenti ketika Riyonal membekap mulutnya, Riyonal menggeleng seraya bergumam 'Jangan berbicara lagi'.
Lyora mengehela napas panjang, dengan terpaksa ia mengangguk.
"Ayo pergi." Riyonal menggenggam lembut tangan Lyora dan membawanya untuk keluar dari tempat itu.
"Kenapa kau menyuruhku untuk diam?" ujar Lyora di iringi dengan nada cemberut.
"Kita tidak boleh menentangnya. Robot sangat tunduk pada tuannya. Ia bisa berbuat apa saja asal permintaan tuannya tidak pernah di tentang oleh siapapun. Kita terlebuh dahulu harus memikirkan cara agar ia bisa off kembali." Ujar Riyonal yang membuat Lyora mengangguk,
"Untuk beberapa hari, kau tidak usah ke kantor dulu. Aku akan mencari penggantimu, agar kondisimu bisa stabil." Terang Riyonal dan membawa gadis itu menuju kamarnya.
"Aku pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From Mafia
Roman d'amourRiyonal George, pria tampan yang menjadi incaran banyak wanita. Namun di balik itu semua, Riyonal menyimpan berbagai rahasia kelam. Riyonal, seorang mafia kejam, penguasa dunia hitam yang sangat menakutkan. Misi pembalasan dendam terhadap Mr.Johanso...