Riyonal melepas headset-nya ketika helikopter yang di kendarainya kini berjarak lima belas meter dari permukaan tanah yang saat ini mereka injak.
Salah satu anggota Godard segera mengambil alih helikopter ketika mendapat perintah langsung dari Riyonal melalui headset karena suara bising helikopter membuat telinga pengang.
"BERLINDUNG!" perintah Felix saat melihat Adrian dari atas helikopter akan menembakan sesuatu.
DUARR!
Sebuah ledakan granat di tembakan tidak jauh dari sekelompok anggota mafia Italy yang sedang bergerumul. Suara erangan kesakitan pun terdengar dari arah mereka yang terkena ledakan.
DORR. DORR. DORR.
Suara tembakan membordir para musuh dari atas yang ternyata dari sebuah helikopter yang sudah di lengkapi dengan senjata otomatis.
Dari atas helikopter, Riyonal melompat dengan tali di pinggang nya sembari menembaki para musuh dengan pistol di tangan nya dan di bantu oleh Adrian dari atas helikopter yang mencoba melindungi Riyonal, dengan membidik orang-orang yang ingin menembak ketua mafia Godard tersebut menggunakan senjata api.
DORR. DORR. DORR.
Riyonal menembak beberapa musuh tepat saat kaki nya menginjak tanah. Riyonal dengan cepat melepas ikatan tali di pinggang nya. Riyonal mengambil satu pistol lagi dibalik jubahnya. Kini Riyonal memegang dua buah pistol.
Riyonal merengsek maju, mendekati Felix yang saat ini tengah terbaring lemah tak berdaya.
DORR!
Riyonal melepas tembakannya kembali ketika melihat seseorang yang mengarahkan senjatanya dari sudut matanya hingga membuat orang itu tergeletak tak berdaya dengan kepala yang bersimbah darah.
Riyonal mendekati Felix, membantu membopong pria yang sudah pingsan di bantu oleh dua orang anggota Godard lagi.
"Turunkan helikopter nya!" perintah salah satu anggota Godard.
Adrian yang mendengar itu pun mulai memerintahkan anggota Godard yang mengendarai helikopter untuk mendarat.
Riyonal kini membawa masuk Felix ke dalam helikopter.
"Segera bawa dia ke rumah sakit!"
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Tidak usah pedulikan aku! Cepat pergi! Lukanya harus segera di tangani!" perintah Riyonal dengan suara kerasnya terlihat tidak ingin dibantah.
"Baiklah! sebentar lagi, anggota Godard yang lain akan datang!" ucap Adrian dan menyeret masuk tubuh Felix.
Tanpa berbicara lagi, Riyonal pun turun segera berlalu dari hadapan Adrian untuk membantu mengalahkan mafia Italy.
DORR! DORR!!
Kembali tembakan di layangkan Riyonal, menyikap habis para musuh.
"Aaaaa!"
Riyonal menoleh cepat mendengar jeritan melengking dari seorang gadis. Mata tajamnya menatap Lyora yang saat ini tengah berjongkok dengan menutup kedua telinganya dengan tangan. Tubuh Lyora bergetar hebat, hampir saja maut menyapanya ketika seseorang hendak menembak tepat di arah jantungnya. Untung nya gadis itu sempat menghindar sehingga yang terkena tembakan hanya lengannya saja.
Gadis itu sempat bersembunyi, tapi beberapa tembakan yang meleset mengenai semak-semak tempat ia bersembunyi hingga membuat ia terkena sasaran.
Riyonal di buat sedikit kaget ketika melihat keberadaan seorang gadis yang membelakangi tengah menjerit-jerit ketakutan. Kenapa ia bisa ada di sini?
Mata Riyonal memincing ketika melihat sebuah laser merah di todongkan tepat di bagian belakang kepala gadis yang tengah menjerit itu.
Riyonal menoleh, melihat siapa penembak. Mata nya langsung bergerak tajam seperti belati ketika menyadari jika penembak itu merupakan sniper milik musuh.
Riyonal segera berlari menuju gadis itu, memeluk tubuhnya, berguling-guling di atas tanah untuk menghindari beberapa peluru yang di layangkan oleh sang penembak jitu.
Riyonal melindungi tubuh gadis yang tengah menjerit-jerit ketakutan itu di bawah tubuhnya seraya menghubungi Adrian.
"Lacak sniper musuh dan lenyapkan."
"Perintah di terima!" jawab Adrian di seberang earpic-nya.
Tak menunggu lama kini helikopter baru suruhan Adrian kembali datang dengan menembak beberapa musuh dari atas helikopter yang sudah di lengkapi dengan senjata otomatis. Seorang sniper anggota Godard tengah berdiri di pintu helikopter, laser merahnya membidik satu arah sesuai perintah.
DORR!
Penembak jitu musuh Godard tergeletak tak berdaya dengan sebelah mata yang pecah akibat tembakan dari sniper milik anggota Godard yang berada di atas helikopter.
Bersamaan dengan itu, beberapa mobil mulai datang dengan suara mesin yang menggema. Bunyi decitan panjang mobil yang di rem dengan kencang dan mendadak mengundang atensi orang-orang. Para anggota Godard yang tadinya di perintahkan oleh Adrian akhirnya keluar dari mobil dengan membawa senjata masing-masing setelah melalui perjalanan yang sedikit panjang.
Riyonal tersebut miring ketika melihat wajah ketakutan para musuh. Akhirnya mereka kalah jumlah. Tanpa banyak bicara lagi, Riyonal segera berlari dan membordir para musuh dengan tembakan brutal Riyonal.
Riyonal terus menembak, tapi langkah kakinya langsung tertahan ketika seseorang menarik lengannya. Riyonal menatap tangan sebelahnya yang di genggam oleh tangan mungil gadis itu.
"Lyora." Gumam Riyonal dengan suara tertahan ketika melihat wajah gadis itu.
Riyonal memang tidak lupa dengan nama gadis itu. Anak dari rival abadinya.
Mata tajam Riyonal menatap Lyora yang kini sedang terisak kecil sambil memejamkan matanya dengan kedua tangan yang menutupi kupingnya.
"Daddy, Abang," gumam Lyora di iringi dengan tangis kecilnya. Semenjak insiden tragis melihat Daddy dan Abangnya yang di tembak mati di depan matanya sendiri, Lyora jadi phobia dengan pistol. Lyora sangat takut melihat perseteruan yang berujung tembak-menembak.
Riyonal melirikan matanya menatap lengan Lyora yang di penuhi darah, bahkan lengan bajunya sedikit terkoyak. Sepertinya gadis itu tertembak.
"Tidak apa-apa." Bisik Riyonal dengan suara menenangkan. Tangannya masih dengan lihai menembak beberapa orang yang mencoba menembak ke arahnya dan Lyora.
"Aaaa!" Lyora menjerit kaget ketika Riyonal menarik tubuh gadis itu hingga membentur dadanya bersamaan dengan peluru yang menghantam pohon yang ada di hadapan mereka.
Beberapa senti lagi, mungkin Lyora akan tertembak mati jika Riyonal tidak menarik tangan Lyora.
Nafas Lyora memburu, jantungnya berdegup kencang menyaksikan hal itu.
"AWAS!" peringat anak buah Riyonal ketika akan melempari bom kembali.
Riyonal kembali menarik lengan Lyora, membawanya menjauh dari bom dan merunduk di tanah.
DUARR!!!
Suara bom yang menggelegar mengakhiri perseteruan itu. Semua musuh mati tergeletak di tanah dan sebagian anak buah Godard ikut tewas karena tidak sempat berlindung hingga akhirnya terkena bom.
Bom terpaksa di luncurkan, karena baku tembak tidak akan pernah selesai tanpa ada yang mengalah. Mereka melakukan itu agar musuh cepat mati dan kalah.
Beberapa mafia Italy masih bisa menyelamatkan diri dari bom tersebut berlari meninggalkan tempat itu karena mereka yakin tidak akan menang lagi akibat jumlahnya mereka yang berkisar tujuh orang, sangat jauh berbeda dengan lawan.
DORR!
"Aaaa!"
Salah satu anggota mafia dari Italy dengan sempat-sempatnya menembak Riyonal yang tidak jauh dari jangkauan sebelum benar-benar pergi dari tempat itu diiringi dengan jeritan histeris Lyora yang menyaksikan kejadian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From Mafia
Roman d'amourRiyonal George, pria tampan yang menjadi incaran banyak wanita. Namun di balik itu semua, Riyonal menyimpan berbagai rahasia kelam. Riyonal, seorang mafia kejam, penguasa dunia hitam yang sangat menakutkan. Misi pembalasan dendam terhadap Mr.Johanso...