23. Frame

97 2 0
                                    

Riyonal berhenti tepat di depan mansion. Pria itu terdiam sebentar di dalam mobil untuk memastikan apakah ada orang yang ingin memata-matai mereka ataukah tidak.

Riyonal sebenarnya tidak ingin membawa gadis itu karena akan membuatnya terancam jika masih berada di mansionnya. Tapi Riyonal juga tidak akan bisa menghancurkan alat pengontrol bom itu tanpa bantuan sidik jari Lyora karena hanya Lyora lah yang bisa membukanya.

"Aman," bisik Riyonal ketika telah di beritahu oleh Adrian, pria yang lebih dulu memeriksa mansion apakah aman ataukah tidak.

"Ayo keluar." Riyonal membuka pintu mobilnya dan segera masuk ke dalam, di ikuti oleh Lyora.

Keduanya pun berjalan dengan sedikit was-was ke dalam mansion itu, siapa tau ada musuh yang  tersembunyi.

Riyonal dan Lyora kini sudah masuk ke dalam ruangan itu. Tak lupa pria itu juga memerintahkan Adrian untuk berjaga di luar.

"Jika kita masuk, kau jangan berbicara lagi. Kita jangan sampai membangunkannya," bisik Riyonal yang di angguki oleh gadis itu.

Riyonal meraih pergelangan tangan gadis itu untuk masuk ke dalam, setelah sebelumnya Lyora telah membuka pintu rahasia itu.

Lyora menghela napas panjang sebelum benar-benar melangkahkan kakinya untuk masuk. Keduanya berjalan dengan sangat hati-hati, karena Riyonal tidak ingin membuat robot itu sampai terbangun.

Keduanya masih menyusuri lorong-lorong hingga kini sampai di ujung lorong ruangan itu.

Riyonal terus memperhatikan robot itu yang masih menutup matanya dengan telungkup juga sebuah tali cok kini sedang sedang tersambung di belakang tubuhnya, sepertinya ia sedang mengisi energi.

Riyonal tersenyum miring, pria itu meraih pistol anti suara dari dalam saku jasnya. Pria itu mendekat, tatapannya membidik pada satu arah yaitu lubang tali cok itu. Jika ia bisa merusak tali nya maka pasti robot itu akan mati dengan sendirinya.

Riyonal mulai menarik pelatuknya, pria itu menggumam pelan, menghitung angka dan.

Riyonal menembakan pistolnya lima kali dengan tepat sasaran hingga membuat robot itu tergeletak dan tidak bergerak lagi. Riyonal tersenyum miring, ternyata sangat mudah mengalahkan musuh ketika kita pintar dalam membidik arah dan terus berkonsentrasi.

Riyonal kembali memasukkan pistolnya ke dalam saku jas-nya. Pria itu tersenyum miring.

"Ayo!" Riyonal kembali meraih tangan Lyora dan membawanya mendekati tempat kotak kaca itu.

Riyonal meraih kotak kaca berwarna bening tersebut dan membawanya di atas meja, tepat di hadapan Lyora.

Lyora menempelkan sidik jarinya dan otomatis kotak kaca itu pun terbuka. Riyonal meraih alat pengontrol bom tersebut, menekan membalikkan alat itu hingga tombolnya menjadi menghadap meja sedangkan arah arah yang akan menjadi tembakan Riyonal yaitu bagian belakangnya. Riyonal tidak ingin menembak di depan untuk berjaga-jaga saja, siapa tau tombolnya malah tertekan di saat ia menembaknya, jadilah Riyonal mencari cara aman sekarang.

Riyonal pun kembali menarik pelatuknya hingga lima kali hingga alat itu pun akhirnya hancur juga.

Riyonal menghela nafas lega,

Masalah tentang alat pengontrol bom akhirnya selesai di tangani juga.

"Ayo kita pergi,"

"Apa aku harus mengambil barang-barang ku?" tanya Lyora mencoba memastikan.

"Tidak usah. Kecuali jika kau memiliki barang penting."

"Aku memiliki barang berharga, aku ke atas dulu," Pinta Lyora yang langsung di angguki oleh Riyonal.

Pria itu terus berdiri, menyaksikan langkah gadis itu.

Lyora memasuki kamarnya, ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dalam sekali hentak. Gadis itu menatap seisi ruangan kamarnya. Dia sudah lama tinggal di sini, baik dalam kesendirian maupun bersama dengan keluarganya kecuali Mama dan Leora. Tapi karena kecerobohannya, ia terpaksa harus meninggalkan keluarganya.

Lyora menghela nafas panjang, tanpa sadar air mata mulai luruh dari pipi mulusnya. Ia memang tidak menginginkan kesendirian tapi ia menginginkan terus berada di rumah ini, rumah peninggalan keluarganya.

Lyora dengan cepat meraih foto itu ketika ia baru sadar jika dia harus cepat-cepat karena disini sangat berbahaya.

"Lyora kau mau kemana." Lyora menoleh, menatap adiknya, Leora.

Lyora menggigit bibir bawahnya, hatinya sedikit sakit melihat itu,

"Aku ingin pergi ke suatu tempat. Kau jagalah rumah."

"Aku ikut."

"Jangan, kau di sini saja."

Setelah mengucapkan kalimat itu Lyora pun berlalu dari hadapan Leora.

"Aku akan mengikutimu."

Lyora tak menjawab lagi, gadis itu menutup kamarnya setelah sebelumnya memandang Leora sekejap. Lyora menghela napas panjang. Gadis itu mulai turun dari melalui tangga menuju lantai dasar. Lyora menghapus air mata yang sempat lururlh di wajahnya dan meraih foto itu dengan erat ketika Riyonal terus memperhatikan dari tangga bawa.

Riyonal menatap benda persegi empat yang di bawah oleh Lyora di dalam pelukannya. Lyora menghela napas nya, ia tau apa foto apa yang sedang di bawa oleh Lyora karena ia sempat melihat satu foto yang menggantung di dinding kamar gadis itu, itu merupakan foto keluarganya.

Riyonal memperhatikan gadis itu, matanya sedikit ber-air, begitu juga dengan hidungnya yang memerah.

"You, okay?" tanya Riyonal untuk pertama kalinya.

"I'm okay." Lyora memperlihatkan senyum manis nya meski hidung dan mata nya ber-air.

Sebelum benar-benar keluar, Riyonal menyuruh Lyora untuk tetap di belakangnya, sedangkan ia akan melacak situasi dahulu dan bertanya pada Adrian apakah aman ataukah tidak melalui pintu utama.

Riyonal yang mendapat isyarat jika situasi aman pun mulai menarik tangan Lyora. Pria itu dengan cepat memasuki mobil, menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sedangkan Adrian mengikuti di belakang. Pria itu bertugas untuk mengawasi di belakang. Sesekali ia melirikan matanya menatap kaca spion, siapa tau ada yang mengikuti dari belakang.

Cukup lama dan jauh mereka menempuh perjalanan Adrian menghela napas lega ketika tidak menemukan tanda-tanda orang yang mengikuti mereka.

"Kita langsung ke tempat yang kau siapkan?" tanya Lyora di tengah keheningan.

Riyonal menggeleng, "Kita pergi ke mansionku terlebih dahulu, karena kita akan pergi ke tempat itu dengan menggunakan pesawat. Aku sudah memerintahkan Felix untuk membeli sebuah pulau. Tapi sampai sekarang akua masih belum mendapat kabar darinya jika dia mendapatkannya."

"K-au membeli pulau?" Lyora tercengang mendengar itu, gadis itu menatap tidak percaya dengan Riyonal. Pria itu rela membeli pulau hanya untuk bisa menyelamatkannya dari para agensi pemerintahan yang mencoba untuk mengangkapnya. Untuk apa Riyonal melakukan hal seperti itu demi Lyora. Pikir Lyora dalam hati. Namun ia tidak berani mengungkapkannya di tengah-tengah ketegangan seperti ini.

Riyonal melirikan matanya menatap benda persegi itu,

"Aku boleh lihat?" tanya Riyonal dengan masih tetap menatap datra ke depan.

Lyora menoleh, gadis itu menatap Riyonal.

"Ini?" tanya Lyora sambil menunjukan foto itu..

Riyonal mengangguk, pria itu mengambil foto tersebut, meliriknya sebentar, tangan Riyonal terulur mengelus wajah foto-foto yang ada di situ.

Pria itu tetap menatap pada satu objek.

"Maaf." Gumam Riyonal sambil mengelus wajah Mr. Johanson.

Love From MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang