Lyora mengerutkan kening bingung melihat Anggara yang sudah menghilang di balik pintu. Tadi, gadis itu sudah mengikutinya, tapi kenapa pria itu tiba-tiba hilang saja?
Tuk ... tuk ... tuk ....
Suara ketukan sepatu mengalihkan atensi Lyora. Gadis itu mencoba mencari asal suara. Mata Lyora kembali fokus ke satu titik, dimana Anggara kini kembali berjalan ke arah ballroom hotel Lucero's Company. Gadis itu dengan cepat berlari ke dalam ruangan. Ia menyesap orange jus yang sudah tersedia di meja undangan dan berusaha untuk bersikap setenang mungkin.
Mata Lyora terus memperhatikan gerak-gerik Anggara yang kembali berjalan masuk, tapi matanya terus menerus mengawasi sekitarnya, menatap orang-orang yang kelihatan sibuk dengan berdansa dan berbicara dengan teman bisnis masing-masing. Bahkan, mereka tidak tau jika Anggara sedang menaiki anak tangga sekarang.
Lyora langsung meletakkan orange juice yang ada di tangannya ketika merasa Anggara sudah terlalu jauh. Ia tidak mungkin berdiam diri saja, daripada ia kecolongan seperti tadi hingga Anggara kehilangan jejak, Lyora lebih baik mengikuti pria itu.
Untuk saat ini, biarkan Lyora penasaran tingkat tinggi.
Lyora melangkahkan kaki dengan hati-hati, terus mengikuti langkah Riyonal.
Ketika pria itu merasa ada yang mengikutinya, pria itu mulai menghentikan langkah dan saat itu juga Lyora yang mendapat lampu merah pun segera bersembunyi di balik pintu rooftop.
Lyora menghela nafas lega ketika Anggara kembali melanjutkan langkahnya memasuki rooftop. Gadis itu pun dengan sangat hati-hati kembali mengikuti langkah Anggara.
Lyora bersembunyi di balik kardus-kardus yang ada di sana. Ia ingin mendengar pembicaraan Anggara dengan beberapa orang yang ada di sana dan untungnya mereka membelakangi pintu rooftop.
"Bagaimana, Bos? Kau sudah berhasil menemukan Riyonal? Apa ia mengenalimu?"
Anggara tersenyum miring, "Aku telah menemukan Riyonal dan dia tidak mengenaliku sama sekali. Hanya saja---" Anggara menjeda, pria itu tersenyum miring,
"Ada yang curiga dengan diriku," Anggara memainkan lidah di dalam rongga mulut. Sontak hal itu membuat tanda tanya besar bagi anak buah Red Black.
"Siapa?" tanya salah satu anak buah Red Black.
Anggara tersenyum miring, ia melirikan mata ke arah kardus-kardus yang ada di belakangnya. Anak buah Red Black yang mengerti maksud Anggara pun tersenyum menyeringai, sedangkan Lyora yang kini sedang bersembunyi di balik kardus jadi ketar-ketir sendiri. Ia merasa dirinya tengah terancam saat ini. Jantung Lyora berpacu dengan cepat, mata gadis itu terpejam erat. Ia menggumam dalam hati, meminta pertolongan pada Tuhan. Ternyata Anggara lebih licik dari yang ia duga. Tapi sekarang, Lyora mendapatkan fakta bahwa Anggara yang ada di rooftop itu bukanlah Anggara sepupunya yang asli.
"Keluar!"
Lyora hampir memekik ketika mendengar teriakan Anggara yang pasti tertuju padanya. Karena hanya ia yang tengah bersembunyi saat ini, sangat tidak mungkin Anggara tengah memanggil setan yang bersembunyi di balik pintu rooftop.
"Keluar, gadis nakal!" teriak Anggara diiringi dengan tawa yang menakutkan. Lyora semakin takut ketika orang-orang yang berada di sana juga ikut tertawa. Ia ingin berlari dan keluar dari rooftop tapi ia tidak berani, ia yakin jika Anggara dan orang-orang itu pasti sedang mengawasi pergerakannya.
"Kenapa kau masih tidak keluar! Apa aku yang harus menyeretmu sendiri?" Lyora yang terlonjak kaget ketika mendengar teriakan tiba-tiba dari Anggara pun tanpa sengaja menjatuhkan satu kardus, terjatuh karena tertimpa tangannya yang bergetar ketakutan.
DOR!
"Aaaa!" saat itu juga Lyora menjerit kencang ketika mendengar suara tembakan. Bibir gadis itu bergetar, ia kembali mengingat kisah di masa lalu, saat daddy dan abangnya ditembak mati di depan mata kepala Lyora sendiri.
Kembali Anggara dan teman-temannya tertawa kencang ketika Lyora akhirnya keluar dari tempat persembunyiannya dengan berteriak histeris.
"Aku hanya menembakkan pistol ke udara saja tapi kau sudah berteriak seperti itu, bagaimana jika aku menembakan pistol itu ke perutmu,"
Lyora terus menangis mendengar penuturan Anggara, tak ada yang bisa di lakukannya karena ia sangat ketakutan sekarang ini.
Anggara dengan perlahan berjalan mendekati Lyora, pria itu menjilat bibir bawahnya dan menatap Lyora yang saat ini juga semakin mundur ke belakang. Anggara tersenyum menyeringai, pria itu tertawa seperti orang gila. Lyora menahan napas ketika punggungnya kini sudah mentok di dinding, gadis itu tidak bisa kemana-mana lagi. Ia menatap Anggara yang saat ini tengah mengukung tubuhnya dengan kedua tangan pria itu.
"Kau tidak bisa kemana-mana lagi, gadis nakal. Nyalimu yang sangat tinggi untuk mengikutiku, malah membuatmu terjebak sendiri,"
Lyora menangis, gadis itu menutupi kedua wajahnya dengan tangan.
"Lepaskan tanganmu itu" Lyora bergeming, gadis itu hanya terus mengeluarkan tangisnya. Dalam hati, gadis itu terus menggumam dalam penuh permohonan, meminta pertolongan pada Tuhan.
Anggara yang sudah geram pun mulai melepas tangan gadis itu, Lyora memberontak.
"Lepaskan aku!"
"Kau ingin bermain-main denganku?"
PLAK!
Anggara menampar dengan keras pipi Lyora hingga membuat wajah gadis itu terhentak ke samping. Lyora menghentikan tangis ketika sudut bibirnya perih. Bahkan membuka mulut pun sekarang, Lyora tidak sanggup. Sudut bibir Lyora mengeluarkan sedikit darah.
"Kau masih ingin berontak, hah?!" Anggara menarik rambut belakang Lyora hingga wajah gadis itu terangkat ke atas.
Lyora tetap tak menjawab, pipinya terasa panas, mungkin saat ini di pipinya pasti sudah terdapat bekas telapak tangan Anggara. Gadis itu memejamkan mata ketika Anggara semakin menarik kuat rambutnya. Ia sudah tidak punya tenaga lagi, berbicara pun susah.
"Akhirnya, kau diam juga. Sepertinya aku harus memberikan pelajaran padamu." Anggara kembali mengeluarkan pistol dari dalam saku jas nya.
"Apa aku harus membunuhmu sekarang, gadis nakal, hm?" Anggara menatap pistol dan Lyora secara bergantian.
Lyora membuka mata sejenak, ia menatap Anggara yang tengah menatap pistol dan dirinya secara bersamaan. Lyora memejamkan matanya, dengan perlahan air mata mulai turun membasahi pipi mulusnya. Lyora menggigit bibir bawahnya menahan sakit yang mendera kepalanya karena rambutnya yang di tarik keras oleh Anggara, bahkan pria itu tidak melonggarkan tangannya sedikitpun, Anggara malah semakin menarik rambutnya dengan kuat.
Lyora pasrah, gadis itu tak memberontak lagi, hanya air mata yang terus-menerus mengalir di pipinya, menggambarkan kesakitan yang di rasakannya.
Lyora tersenyum kecil ketika melihat semua keluarganya yang hanya bisa menatap dirinya di balik punggung Anggara dengan tatapan iba. Lyora tidak takut mati karena keluarga yang sangat ia rindukan tengah menunggunya, gadis itu hanya memejamkan mata kembali, menunggu kematiannya.
Anggara tertawa iblis melihat itu. Sepertinya gadis itu sudah menerima kematiannya. Tangan Anggara yang memegang pistol, kini terangkat tepat di kening gadis itu. Lyora memejamkan mata, kembali ia teringat dengan kematian dadd-nya. Anggara akan menembaknya tepat di keningnya, seperti apa yang di lakukan Riyonal pada daddy-nya tujuh tahun lalu.
Lyora tersenyum yang mungkin merupakan penghujung hidupnya, rasa sakit karena terus merindukan keluarganya selama ini akhirnya terbayar juga. Sebentar lagi ia akan bahagia bisa bersama dengan keluarganya. Akhirnya, Tuhan mengabulkan doanya walau sebenarnya dia masih belum ingin mati sebelum benar-benar membuat Riyonal tunduk padanya dan membalaskan dendamnya yang sangat dalam.
Anggara pun mulai menarik pelatuk pistolnya, dan,
DOR!
Lyora menghembuskan napasnya sebelum benar-benar menutup mata, Lyora bergumam kecil, "Mom, Dad, Abang, Leora, kita akan segera berkumpul kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From Mafia
RomanceRiyonal George, pria tampan yang menjadi incaran banyak wanita. Namun di balik itu semua, Riyonal menyimpan berbagai rahasia kelam. Riyonal, seorang mafia kejam, penguasa dunia hitam yang sangat menakutkan. Misi pembalasan dendam terhadap Mr.Johanso...