•11• Cukup fergusoo!

3.6K 491 9
                                    

••••


Xavier tersenyum kecil melihat Aldrich memalingkan wajahnya yang memerah malu, lengan kecilnya yang dibuat untuk menutupi wajah merahnya namun tak dapat menutupi seluruhnya.

Satu kata 'Imut.' untuk Aldrich saat ia sedang malu. Dengan salah satu tangan terulur ke atas kepala Aldrich.

Tangan besarnya yang berada dikepala Aldrich, ia gunakan untuk mengacak gemas rambut pirang yang punya. Aldrich mengerjap kaget mendapat perlakuan tersebut, sontak kepalanya ia tolehkan menghadap ke Xavier.

"Imut."

"!!"

Perkataan Xavier membuat wajah Aldrich kembali memerah bagai kepiting rebus. Dengan gagap dia membantah perkataan Xavier.

"A-aku tidak imut!!" Bantah nya setengah takut, takut akan ditebas karena dengan lantangnya berteriak padanya dan takut dengan senyuman miring Xavier. Ya, sedaritadi setelah Xavier mengatakan "Imut." dia tersenyum miring membuat Aldrich bergidik ngeri.

"Yaak! Siapapun selamatkan aku dari senyuman mautnya!!" Teriak nya dalam hati, karna tak mungkin dia berteriak dengan lantangnya ditengah lautan manusia yang sedang menatap mereka sedaritadi.

Kedua tangan Aldrich terangkat memegang lengan Xavier, mendorongnya agar tak hinggap lagi diatas kepalanya.

Xavier mengalah, ia mengambil kembali tangan nya dan memasukan tangan besarnya di saku kemeja yang digunakannya.

Sedangkan Aldrich, ia sedang merapikan rambut nya yang acak-acakan oleh putra mahkota Kekaisaran ini.

Dia mendumel tak senang karena rambutnya jadi berantakan, dengan bibir di pout kan, alis menukik dan pipi mengembung menambah kadar keimutan nya.

Yang ada dipikirannya mungkin dia terlihat menakutkan, namun kenyataannya terbalik.

Dan sekarang Xavier mengulum senyumnya dengan menggigit bagian dalam pipinya karena melihat keimutan  Aldrich yang tidak manusiawi, terlihat seperti boneka yang dibuat dengan ketelitian dan kehati-hatian tingkat tinggi.

"Ah, Sial." Umpat Xavier,

"Aku harus secepatnya membuat dirinya menjadi milikku. Seutuhnya." Pikir Xavier tak tertahankan.

"Kak.... Kak... Kak Xavier!" Panggil Aldrich sedikit berteriak, karena orang yang dipanggil tak menyahuti.

Xavier tersadar dari lamunannya,

"Ah, ya? Maaf, aku tadi melamun." Sesal Xavier, Aldrich mengangguk sebagai jawaban.

"Tidak apa. Oh, aku akan ke asrama sekarang. Apa kakak akan tetap disini?" Tanya Aldrich sambil bangkit dari duduknya.

"Tidak, aku ikut denganmu." Balas Xavier cepat dan ikut bangkit dari duduknya lalu berdiri disamping Aldrich yang hanya setinggi dadanya.

Aldrich mengangguk meng-iyakan, lalu mereka berjalan keluar dari area kantin dan berjalan menuju asrama yang melewati lorong-lorong panjang dan berliku-liku.

Sesampainya diasrama, Xavier mengantar Aldrich sampai di depan pintu masuk kamar asrama nya. Padahal sudah Aldrich katakan tidak perlu mengantarnya.

Namun karena Xavier adalah seorang manusia yang berkepala batu, jadi tentu saja dia tidak menghiraukan ucapan Aldrich, dengan senyum andalannya dia berkata 'Tidak apa-apa.'

Aldrich mengalah, dan disini lah mereka berdua sekarang. Berdiri di depan pintu masuk kamarnya, Aldrich mengeluarkan kunci asrama lalu membuka pintu kamarnya.

Baru setengah dari tubuh nya, Aldrich berbalik menghadap Xavier yang masih betah menatapnya.

"Uhm, mau masuk?" Tawar Aldrich pada Xavier karena sudah repot-repot mengantar nya.

Xavier terlihat berpikir sebentar, lalu menggelengkan kepalanya pelan. Mata biru gelapnya berkilat sesaat, bibir tipis pink alaminya terbuka sedikit.

"Tidak perlu, mungkin lain kali." Jawab Xavier dengan mata yang menatap Aldrich intens dan misterius.

Aldrich mengangguk, walaupun terlihat kalem diluar hatinya sudah ketar-ketir didalam.

"Lain kali katanya?! Bukankah itu berarti dia akan kesini entah dalam waktu dekat!?" Paniknya gigit gigit kuku.

"Baiklah. Terimakasih sudah mengantarku kak, kakak pasti lelah, jadi beristirahat lah." Tulus Aldrich dengan senyum manisnya ia berikan.

Xavier sempat terdiam sebentar lalu salah satu tangannya mengacak gemas rambut Aldrich, membuat empunya mematung.

"Ya, kau juga. Istirahat lah, masuk." Katanya, lalu Xavier pergi meninggalkan Aldrich yang cengo didepan pintu masuk kamarnya.

Tangannya terulur untuk mengelus rambutnya yang di sentuh oleh Xavier tadi, lama kelamaan wajah cengonya berubah menjadi memerah malu.

Blush!

"3 kali, sudah 3 kali dia menyentuh rambut ku..." Gumam Aldrich, entahlah dia bingung kenapa ketika Xavier menyentuh rambutnya ia harus merasa malu. Padahal teman-teman nya juga sering melakukan itu, namun tak membuatnya memerah malu.

"Apa aku sakit?" Tanya nya berguman, kaki nya melangkah masuk kekamar dan mengunci pintu kamar.

Dia rebahkan tubuhnya di kasur sebentar, lalu bangkit menuju kamar mandi untuk mandi.

Berbeda dengan Aldrich yang sedang berada di kamar mandi dengan tenang.

Xavier kini sedang berada didalam kamar mandi dengan berbagai pikiran liar nya tentang Aldrich dan nafas yang ngos-ngosan.

"Shit!" Umpat Xavier.

_____________________________________________

𝐓𝐛𝐜

Dipersilahkan berimajinasi sesuka kalian~ 🌚

Don't forget to vote, coment, and share this my story~

19 mei-2023

𝐌𝐨𝐯𝐞 𝐓𝐨 𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang