22

363 43 45
                                    

Selesai mengurus semua administrasi rumah sakit dan pemindahan Nayyola dari ruang Instalasi Gawat Darurat ke ruang rawat VIP, Yatha bergegas menyusul ke tempat istrinya di rawat.

Memasuki ruangan, Yatha melihat Nayyola yang berbaring dengan selang infus di tangan kirinya. Dia melangkah mendekat, duduk di kursi samping ranjang rawat Nayyola.

"Mas enggak pulang? Enggak berangkat kerja?" tanya Nayyola sambil memandang Yatha —yang bahkan belum mandi dan masih bermuka bantal.

Yatha menggeleng, lalu meraih tangan kanan Nayyola yang terbebas dari selang infus.

"Mas belum bersih-bersih loh.."

"Kalau saya pergi, nanti siapa yang temani kamu disini?"

"Kan ada dokter dan perawat, mereka pasti bisa menjaga aku dengan baik. Mas pulang saja dulu, nanti ke sini lagi."

Yatha kembali menggeleng. "Apa ini sakit?" tanyanya sambil mengusap luka lecet di pergelangan tangan Nayyola.

"Iya, rasanya perih."

"Saya minta maaf," kata Yatha dengan nada menyesal. Dia adalah pelaku hingga tangan Nayyola terluka seperti ini.

Nayyola menghela napas, "Aku enggak tau kenapa Mas bisa semarah itu semalam. Entah sebanyak apa amarah yang Mas pendam, hingga akhirnya semua itu meledak semalam." Nayyola menyelipkan jemari tangannya diantara jemari Yatha dan menggenggamnya.

"Mas harus bicara dengan Mbak Kalya... masalah kalian tidak akan selesai kalau kalian saling memendamnya dan bersikap seolah semua baik-baik saja."

"Kamu tidak mengerti Nay... saya dan Kalya, kami sudah membicarakan masalah ini berkali-kali. Sampai akhirnya Kalya menyeret kamu dalam masalah ini."

"Mbak Kalya tidak mau memiliki anak?"

Yatha mengangguk.

"Kenapa?"

"Karena dia tidak mencintai saya, dia tidak menginginkan saya."

"Tapi kalian menikah, kalian pasangan suami dan istri."

"Kami dijodohkan."

Nayyola terdiam, pun dengan genggaman tangannya yang mengendur. Pantas saja Kalya mengizinkan Yatha untuk menikah lagi. Ternyata dia tidak mencintai suaminya.

"Kamu mau makan?" tanya Yatha mengalihkan pembicaraan mereka.

Nayyola melirik pada meja yang berada di dekat Yatha, di sana ada makanan khas rumah sakit —bubur lembek, sayur sop, beberapa potong buah dan teh hangat.

"Aku mual, Mas. Tidak nafsu makan."

"Kamu harus makan walaupun sedikit... demi anak kita."

Perasaan hangat menyelimuti hati Nayyola saat Yatha menyebut anak kita —untuk janin yang berada dalam perutnya.

"Aku mau teh saja."

"Makan sedikit saja Nay, tiga suapan ya?"

Nayyola menggeleng.

"Atau kamu mau makanan yang lain?"

"Apa boleh?"

"Boleh asal tidak ketahuan Dokter Elsa."

Nayyola tertawa pelan, ternyata Yatha memiliki sedikit selera humor.

"Aku mau sup jagung dan salad buah Mas."

"Itu saja?"

"Hm... itu saja."

Yatha mengangguk, melepas genggaman tangan mereka dan meraih ponselnya di saku celana.

✔️ HEAVYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang