32

289 47 61
                                    

Nayyola berangkat ke kampus seperti hari-hari biasa. Dia berjalan melewati koridor dengan kepala tertunduk. Dia bisa mendengar bisik-bisik mengenai dirinya, serta merasakan tatapan mengejek yang tertuju padanya.

"Dia tidak tau malu."

"Menjadi istri kedua untuk melahirkan seorang anak."

"Kalau aku sih tidak akan mau, meski dibayar mahal."

"Semua demi uang haha murahan."

"Hey dia memang anak yatim piatu, wajar saja dia melakukannya demi uang."

"Itu sama saja dengan jual diri."

Nayyola meremas tasnya kuat-kuat. Matanya sudah memerah menahan tangis yang ingin pecah. Kata-kata mereka sungguh menyakitkan.

"Nay," seseorang merangkul bahu Nayyola. "Ayo pergi," ajaknya sambil menuntun tubuh Nayyola menjauh.

"Lihat, dia bahkan menggoda Radhika ckckck..."

Duduk di bawah pohon —tempat biasa Radhika membolos, Nayyola akhirnya menangis. Radhika duduk di sampingnya, menepuk-nepuk punggungnya pelan.

"Huhuh kenapa mereka begitu kejam padaku..."

"Mereka hanya iri padamu."

"Aku tidak pernah membicarakan buruk tentang mereka."

"Mereka tidak tau betapa baiknya kamu."

Nayyola diam menatap Radhika yang juga tengah menatapnya.

"Kamu itu baik, Nay..."

"Aku?"

"Dari awal aku mengenal kamu, aku sudah tau kalau kamu baik. Mereka hanya tidak tau seberapa baiknya kamu."

"Kamu percaya padaku?"

"Tentu. Jadi bisa cerita padaku, kenapa kamu mau menjadi istri kedua? Suamimu itu, suami Mbak Kalya juga kan? Wanita yang sudah membawamu pergi dan tinggal bersama."

"..." Nayyola diam. Dia tidak bisa menceritakan perjanjian itu pada siapapun.

"Kamu bisa percaya padaku, Nay."

"Maaf..."

Radhika menghela napas. "Enggak apa-apa kalau kamu tidak bisa cerita. Tapi, kalau kamu butuh bantuan, aku selalu siap kapanpun."

"Thanks, Dhika."

***

Kalya menghela napas, kepalanya sudah cukup pusing menerima berbagai materi tentang bisnis hari ini. Kalya yang terbiasa menganggur dan menjalani kehidupan santai sebagai istri, kini harus kembali memperlajari bisnis agar siap menjadi penerus perusahaan sang ayah. Beberapa hal masih diingatnya, namun sisanya dia sudah lupa.

"Mau istirahat, Nona?" tanya kepala manajer yang bertugas mengajari Kalya.

"Iya Pak. Kepalaku sudah pusing."

Kepala manajer tersenyum, "Baiklah, kita istirahat makan siang dulu." Pria tua itu pamit undur diri meninggalkan Kalya sendiri di ruang rapat.

Kalya bernapas lega, lalu meletakan kepalanya di meja sambil memejamkan mata. Dia lapar dan mengantuk.

"Hey love!"

Kalya mengangkat kepalanya, matanya membulat melihat Kaivan sudah duduk di sampingnya dengan sebuah paper bag dari brand resto ternama.

"Kamu pasti belum makan, aku bawakan makan siang." Kaivan membuka paper bag bawaannya, mengeluarkan sebuah tempat makan plastik dengan stiker nama resto yang sama di paper bag.

✔️ HEAVYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang