Bab 3 : Menghangat

23 11 0
                                    

Terpana.

Di bawah salah satu pohon, terdapat kayu-kayu yang menyangga beberapa daun yang lebar. Itu terlihat seperti kanopi untuk berteduh. Di depan kanopi itu, ada bekas api unggun yang masih mengeluarkan sedikit asap.

“I-ini tenda kaumaksud?” tanya Joy.

“Duduklah,” kata Marc sambil duduk di dekat kanopi. “Tadi aku ingin menjelaskan bentuk tenda yang kumaksud, tapi kau memotong. Ini memang sederhana, tapi, ini yang paling bagus dari semua tenda yang pernah kubuat.”

“T-tapi .... Ah, lupakan saja.”

Marc tampak mengulurkan tangan ke dalam kanopi, lantas mengeluarkan sebuah piring daun dengan beberapa jenis buah di atasnya. “Kalau kau ingin berjalan lagi silakan saja.”

“Tidak!” sergah Joy yang terkejut melihat buah-buah itu. “Aku tidak masalah dengan tenda ini. Setidaknya untuk saat ini,” lanjutnya sambil tersenyum manis.

Buah-buah di daun itu amat menggiurkan. Andai bisa berkata, mungkin yang berwarna merah sedang mengajak duduk, lalu yang berwarns kuning menyapa dengan ramah, dan yang berwarna cokelat memberikan tawaran beli satu gratis satu.

Joy segera duduk di dekat Marc yang tampak sedang mengambil sesuatu lagi dari dalam kanopi. Beberapa saat kemudian, pria itu memberikan tiga daun kecil kepada Joy.

“Ini. Urus lukamu.”

Joy tertegun. “Huh? Oh, terima kasih.”

Awalnya, Joy hanya memakai daun untuk mengelap dan membersihkan luka. Namun, setelah diberi tahu oleh Marc, dia mulai meremas dan menghancurkan daun-daun hingga terasa basah, baru menempelkannya tepat di bekas goresan duri yang masih tampak merah. Agak perih, tetapi masih bisa dia tahan.

Di sisi lain, Marc tampak sedang mengupas beberapa buah yang perlu dikupas dengan tangan, lalu menghitungi buah yang lain. Dia memberikan sebagian kepada Joy yang baru saja memiringkan kaki.

“Untukku?”

“Hm,” jawab Marc, sebelum berdiri dan tak sengaja melihat buah kuning yang dibawa oleh Joy. “Buah apa yang kaubawa?”

“Maracuya,” jawab Joy.

“Mara apa?”

Joy terdiam sebentar. Dia memang baru ingat bahwa markisa itu bernama maracuya; markisa kuning yang biasa ditemukan di Hutan Amazon. Penelitian di masa lalu cukup membuatnya tahu beberapa hal tentang hutan tersebut.

“Markisa,” jawab Joy.

“Oh, markisa. Apa bisa dimakan?”

“Bisa, tapi tidak sekarang. Belum matang.”

“Apa kau memang mengambil satu?”

Joy menghela napas. “Aku mengambil cukup banyak. Tapi karena panik, aku hanya bisa menyelamatkan satu. Ini semua karena macan atau apalah itu.”

Sekarang, Marc yang terdiam. Dia akhirnya mengerti alasan Joy tampak kelelahan tadi. Perempuan itu tak tahu kalau tadi jaguar tidak sedang mengejarnya dan dia berlari ke arah yang salah. Marc pun tertawa kecil.

“Kenapa kau tertawa?”

“Tidak ada. Lupakan saja.”

“Kau mau pergi ke mana?”

“Oh? Mencari kayu bakar.”

[]

“Kenapa harus sesore ini?”

“Hm? Bukankah ini lebih baik daripada siang hari? Ini usahaku agar kau tidak terlalu kelelahan saat penerbangan ke Washington.”

Alan, pria berkulit tan, tengah berjalan di lahan hijau bersama seorang teman. Dia melihat depan, ke arah jutaan pohon yang akan mereka jajaki sebentar lagi. Dia memakai jaket berwarna mint, sedangkan temannya memakai jaket berwarna hitam.

The AmazoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang