Sibuk.
Saat ini, Joy sedang memilah buah-buah sisa malam, barangkali ada yang busuk atau belum masak. Dia memang tidak terlalu tahu, tetapi juga tidak bodoh untuk membuat perkiraan. Di sampingnya, Marc hanya duduk sambil mulai mengambil salah satu buah yang bagus.
“Selamat pagi,” sapa Marc.
“Ah, hei,” balas Joy.
“Kau sudah bangun dari tadi? Atau belum tidur?”
“Sudah bangun.”
Marc mulai memakan buahnya. “Apa buahnya cukup untuk pagi ini? Sepertinya aku harus mencari lagi. Di dekat sini banyak pohon yang berbuah.”
“Tidak perlu, Marc,” kata Joy. “Maksudku, ini, bukan untuk kau dan aku. Ini hanya untukmu. Kurasa dari sini aku akan berjalan sendiri.”
“Kenapa begitu?”
“Kau harus mencari temanmu, sedangkan aku harus keluar dari hutan ini. Tujuan kita berbeda. Jadi, kukira lebih baik berpisah. Terima kasih sudah berbagi denganku,” jelas Joy.
Joy tentu membual tentang dirinya yang ingin mulai berjalan sendiri. Dia hanya ragu kepada Marc, karena Marc benar-benar tidak waras menurutnya. Perempuan itu tidak ingin menambah masalah.
Marc mendekatkan kedua alis. “Begitu? Tapi, kupikir kita tetap bisa berjalan bersama. Kalau kita bisa keluar dari sini lebih dahulu, aku bisa meminta bantuan lebih banyak orang untuk mencari Earlene.”
Joy tertegun. “Earlene?”
“Ya. Itu nama temanku.”
Joy tidak langsung merespons. Dia baru ingat Earlene yang diperkenalkan Jeremy juga berasal dari Prancis; gadis berusia dua puluh tahun yang mengaku mengetahui dunia medis herbal.
“Apa yang disembunyikan oleh Jeremy?”
“Hm? Kau bicara apa?”
“Ah, tidak,” sergah Joy. “Apa aku boleh tahu tentang temanmu? Dia setinggi apa atau semacamnya.”
Marc tampak berpikir. “Earlene? Dia tidak tinggi. Dia hanya setinggi bahuku? Rambutnya warna cokelat terang, pendek. Mm, wajahnya ... cantik. Dia keturunan Korea dan Prancis.”
Joy mengangguk-angguk. “Dia seorang ....”
“Mahasiswi, tapi sudah seperti dokter. Kenapa?”
“T-tidak ada. Aku memiliki kenalan bernama Earlene. Kupikir Earlene yang sama. Ternyata tidak.” Joy menjawab dengan ringisan yang tampak dipaksakan. Dia membantin, entah apa yang sedang dilakukan Jeremy untuk gadis asing itu.
“Jadi kau tetap ingin eerjalan sendiri?”
“Tidak! Sepertinya memang lebih baik bersama.”
“Baiklah. Lagi pula, aku tidak yakin kau bisa bertahan sendirian,” balas Marc dengan suara pelan dan santai.
“Apa katamu?”
“Ha? tidak ada.”
“Apa kau berpikir aku tidak bisa bertahan sendirian? Di tempat ini? Maksudmu sejak kemarin kau hanya kasihan kepadaku, begitu?”
“Tidak, bukan begitu. Aku–”
“Kalau begitu aku benar-benar akan berjalan sendiri. Maaf, Bung, tapi aku adalah orang paling dicari di dunia ini. Sepertinya kau juga perlu tahu ini. NASA tidak akan pernah merekrut seorang penakut apalagi yang tidak jenius,” omel Joy, lalu berdiri dengan cepat.
Marc ikut berdiri. “Hei, aku tidak bermaksud. Maaf.”
Joy hanya menoleh dengan ekspresi datar. Dia tidak membalas lagi, justru sedang bertanya-tanya kenapa Marc begitu mudah meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Amazonia
AdventureJoy tersesat di dalam Hutan Amazon ketika mencari tanaman obat untuk virus rekayasa yang ada dalam tubuh Jelena. Karena sebuah masalah, dia tidak bisa diketemukan dengan polisi. Jeremy dan tim pun harus mencari sendiri. Sanggupkah mereka bertahan hi...