Hampir Berakhir

18 11 1
                                    

Suntuk.

Memahami tujuan Bryan dan jalan pikirannya adalah dua hal yang berbeda. Semua orang di ruangan rawat Marc tahu Bryan hanya ingin uang. Namun, entah apa yang ada di pikiran pria itu hingga harus menjebak Jeremy sejauh ini.

“Entah apa lagi rencananya sekarang,” gumam Dave sambil bersandar di sofa, berlagak seolah sudah mengenal Bryan sangat lama.

Joy mendengkus. “Bryan memang sinting.”

“Lalu bagaimana sekarang?” celetuk Earlene.

Hening.

Semua tidak memiliki jawaban yang tepat untuk itu.

“Aku tidak bisa memikirkannya,” ungkap Gerry. “Kita memerlukan orang yang bisa membuat rencana balasan.”

Suasana masih tenang. Satu per satu, semua tatapan mata tertuju pada satu orang. Dave, Gerry, Joy, Troy, juga Earlene; semua memandang Marc yang setengah duduk di brankarnya.

“Apa?” tanyanya.

“Aku akan menceritakan detail ceritanya. Aku yakin, kau pasti bisa menyelesaikan ini, Marc. Kau selalu memiliki solusi saat kita ada di dalam hutan,” jelas Joy bersemangat.

Marc tersenyum lemsh. “Itu naluri bertahan hidup.”

“Kita hanya punya satu pilihan, Arion,” tukas Gerry.

Mereka sepakat. Gerry dan Joy segera menuju ruang rawat Arion, Dave mengangkat telepon di luar, sedangkan Earlene dan Troy tetap berada di sana bersama Marc yang masih tampak pucat.

Troy, pria yang sedari tadi hanya diam, kini beranjak dari sofa. Dia berjalan mendekati Earlene dan Marc.

“Aku dengar, kau telah menjaga Joy selama di hutan. Aku berterima kasih atas hal itu. Sebagai gantinya kau bisa meminta bantuanku. Aku akan, berusaha memenuhinya,” kata Troy dengan wajah dan nada biasa saja.

Di ruangan lain yang sedikit jauh dari ruangan Marc, Gerry dan Joy dikejutkan dengan Arion yang tiba-tiba saja sudah bisa bertelepon meski tetap sambil berbaring. Tidak lama kemudian, panggilan itu selesai.

“Aku tak tahu kalau kau bahkan membawa ponsel,” kata Gerry terheran-heran.

“Kenapa juga aku tidak membawanya.”

Joy mendekat. “Bagaimana keadaanmu?”

“Seperti yang kaulihat. Kau? Bahumu?”

“Semua baik-baik saja.”

“Kecuali Jeremy,” sahut Gerry, memulai topik.

Arion mengerutkan dahi. “Ada apa dengannya?”

“Tadi Bryan datang ke rumah sakit ini bersama polisi. Mereka menangkap Jeremy atas dugaan pembuatan virus itu,” terang Joy tanpa basa-basi. “Kita harus melakukan hal yang bisa menguntungkan Jeremy sekarang. Jadi, Arion–“

“Lupakan.”

“Hei, ayolah,” bujuk Gerry.

“Tidak. Aku sedang libur.” Arion menarik selimutnya.

“Ayolah, Kawan. Ini Jeremy. Lagi pula, katamu Moreo akan menangani ini semua. Kau sendiri yang menjaminnya. Tapi sekarang malah seperti ini,” bujuk Gerry sekali lagi.

“Mereka tentu saja butuh waktu untuk menemukan bukti-bukti. Aku hanya memberi tahu mereka nama Bryan dan virusnya,” terang pria-sedang-libur itu tanpa menoleh, bahkan dengan mata terpejam.

“Ayolah, Arion. Kau hanya perlu berpikir. Gerry yang akan melakukannya.” Kini, Joy yang berusaha membujuk.

“Hei, kenapa hanya aku?” protes Gerry.

The AmazoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang