Lembab.
Pagi kembali menyapa. Kali ini, matahari tidak begitu terang. Tanah juga masih setengah basah. Meski semalam hanya gerimis, tetap saja itu adalah air, dan kemungkinan akan berpengaruh terhadap perjalanan hari ini.
Sekarang ini, Earlene dan Gerry sedang menyiapkan sarapan, Arion dan Dave membereskan tenda, sementara Jeremy duduk manis di dekat Gerry.
“Untung kayunya masih bisa dibakar,” gumam Gerry sambil membenahi posisi salah satu kayu.
Mendengar itu, Dave yang berdiri dan melipat tenda menghela napas malas. “Itu pun berkat Arion. Ini salahmu. Lagi pula persewaan perlengkapan kemah mana yang tidak menyediakan kompor? Apa mereka tidak tahu ini abad ke berapa?”
“Ck! Kenapa harus dibahas lagi?” balas Gerry dengan kesal. “Sudah kukatakan, aku tidak tahu. Mungkin mereka lupa. Atau bahkan kehabisan kompor.”
“Mana mungkin seceroboh itu.”
“Persediaan makanan,” sergah Jeremy. Empat orang yang lain pun menoleh ke arahnya. “Masih berapa banyak persediaan makanan yang kita punya saat ini?” lanjutnya.
Earlene yang berada paling dekat dengan tas bahan makanan, segera mengecek dan menghitung-hitung. “Hm, masih cukup untuk dua setengah hari lagi,” balas gadis itu, tanpa ekspresi.
Para pria pun terdiam. Mereka tahu situasi apa yang sedang mereka alami sekarang ini. Tiba-tiba mereka ingat, obrolan di atas Jeep selama perjalanan menuju hutan tiga hari yang lalu.
“Hanya dua hari tiga malam, lalu kembali.”
“Tidak. Tiga hari empat malam. Bagaimana?”
“Kita lihat persediaan makanan saja.”
Jeremy yang sempat mengusulkan dua hari dan tiga malam, kini melirik Arion yang mengusulkan untuk melihat persediaan makanan. “Aku setuju dengan Gerry. Tiga hari, dan empat malam. Kita sudah tahu arah pulang. Pasti tidak akan lama, ‘kan?” katanya.
“Tapi lihat kondisimu,” sergah Earlene dengan suara yang lembut. “Aku tidak bermaksud menghalangi misi ini, tapi, kau membutuhkan pengobatan yang lebih baik. Aku tidak menemukan tanaman yang aku cari, Jeremy.”
Jeremy diam sejenak. “Aku baik-baik saja.”
“Dia benar, Bung.” Gerry angkat bicara. “Sepertinya, cuaca juga akan buruk. Semalam sudah gerimis dan pagi ini mendung. Lagi pula, aku yakin tim pencarian yang asli akan berhasil menemukan Joy. M-mereka tidak akan mengenali Joy, begitu saja, bukan? Selain itu, Joy cukup pintar untuk menyelamatkan dirinya sendiri.”
“Ayolah,” pinta Jeremy dengan suara pelan.
Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk melanjut pencarian. Pagi itu, setelah memakan sarapan yang sudah mulai dihemat-hemat, kelimanya kembali membagi tugas. Earlene masih membuatkan obat untuk Jeremy, Arion dan Gerry mengoperasikan laptop, lalu Dave menanyakan hasil pencarian para polisi hingga saat ini.
“A-apa ini?” gumam Gerry ketika melihat sinyal asing di layar laptop. Dia pun kembali mengetik, mengecek sinyal apa yang baru saja dia lihat. Jari-jarinya bergerak lumayan lincah untuk orang yang sudah lama tidak meretas.
“Wi-Fi?” tebak Arion.
“Benar. Itu Wi-Fi, milik, pemerintah. Ya Tuhan, untuk pertama kali sepanjang hidup, aku berterima kasih kepada pemerintah,” ucap Gerry, terharu. Diakui atau tidak, Wi-Fi itu menambah peluang untuk segera menemukan Joy.
“Mereka juga belum menemukan Joy,” sergah Dave, setelah bertelepon dengan pihak kepolisian di balik tenda.
Di sisi lain, Earlene yang sudah menyelesaikan tugas, dan sekarang sedang berjalan-jalan, tidak sengaja melihat sebuah keranjang dan beberapa maracuya di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Amazonia
AdventureJoy tersesat di dalam Hutan Amazon ketika mencari tanaman obat untuk virus rekayasa yang ada dalam tubuh Jelena. Karena sebuah masalah, dia tidak bisa diketemukan dengan polisi. Jeremy dan tim pun harus mencari sendiri. Sanggupkah mereka bertahan hi...