Bab 17 : Helikopter

17 11 0
                                    

[Bahasa Prancis di sini dibantu oleh Google Translate. Terima kasih]

---

Ramai.

Suasana di desa Fred masih ramai. Sesi sarapan yang agak terlambat sudah selesai, dan karena itu semua orang melakukan apa yang ingin mereka lakukan sekarang ini. Di lapangan tanpa rumput itu, anak-anak bermain permainan kayu lempar, semacam bola tangan tetapi memakai batang kayu seukuran hasta. Di gazebo, Joy sibuk bercerita kepada para gadis dan ibu-ibu, dengan Marc sebagai penerjemah. Para perempuan itu terlihat gembira, tetapi, tidak dengan Marc, tentu saja.

“Astaga, belum selesai juga,” dumal Marc pelan saat Joy mulai mengoceh lagi tepat setelah dia menerjemahkan semua kalimat panjang perempuan itu. Bukannya apa-apa. Hanya saja, bahasa Inggris Joy tiba-tiba terdengar berbeda. Perempuan itu seperti terlalu asyik dan tidak memedulikan Marc yang kesulitan memahami perkataannya.

“Joy! Joy!”

Terdengar teriakan dari arah hutan. Seorang remaja, dengan busur dan kantong anak panah di belakang tubuh, terlihat sedikit berlari menghampiri gazebo. Dia Julius, satu dari dua remaja yang cukup bisa berbahasa Inggris di sini.

“Ada apa, Julius?” tanya Marc.

“Aku melakukannya! Aku sudah memanah pria jahat berambut hitam yang kauceritakan tadi!” seru Julius ketika berhenti di depan gazebo.

Joy termenung. “Ha?”

“Pria jahat?” desis Marc.

“Pria yang membuat virus itu.”

Marc ikut berpikir. “Apa Bryan?”

“Bryan? Di sini? Itu mustahil.”

“Dia, tidak sendirian. Dia bersama teman-temannya. Satu berambut pirang. Satu berambut merah. Satu cokelat tua. Ada seorang gadis juga. Dia berambut cokelat terang.”

Mendengar itu, Joy seketika melebarkan mata. Tidak perlu deskripsi apa pun lagi, dia sudah tahu siapa-siapa saja yang Julius maksud. Dia bisa langsung paham, tidak seperti Marc yang masih mengerutkan kening.

“Di mana mereka sekarang?!” tanya Joy panik sambil turun dan keluar dari gazebo.

Julius seketika terkejut, lalu melangkah mundur. “A-aku tidak tahu. Mungkin masih di dekat sungai.”

Setelah mendapat jawaban, Joy langsung melesat ke dalam hutan. Marc yang akhirnya mengerti bahwa mereka adalah Jeremy dan gengnya, ikut panik. Dia ingin menyusul mengingat Joy adalah manusia pikun dan bisa-bisa tersesat lalu menambah masalah, tetapi dia tertahan di tempatnya untuk beberapa saat.

“Julius, jangan terlalu lama dan cepat susul aku, ya!”

“Baiklah.”

[]

Arion tampak dituntun oleh Dave dan Gerry kembali menuju tepi sungai. Meski hanya sedikit merintih, pria satu itu benar-benar merasakan sakit, perih, ngilu, dan panas di dada dan betisnya. Perlahan, mereka menurunkan Arion di area yang cukup bersih meski sedikit basah.

“Di sana,” ujar Earlene.

“Pelan-pelan,” kata Jeremy.

Gerry memangku kepala Arion, lalu Jeremy menahan kaki pria itu agar tak sampai menyentuh tanah. Sementara itu, Earlene cepat-cepat duduk berlutut lantas melepaskan tasnya.

Earlene pun cepat bersiap. Dia melihat ke arah Arion dan anak panah yang menancap di dada kiri pria itu secara bergantian. Dengan perasaan campur aduk, gadis itu mulai memegang kuat anak panah tersebut.

The AmazoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang