Punggung Vera rasanya ingin bolong, ia sadar sedari tadi Reno tak henti menatapnya yang sedang membuat sarapan. Tapi berusaha tidak peduli, Vera hanya melanjutkan acara memasaknya.
"Kita udah kayak pasutri gak sih Ver" Reno memecah keheningan di antara keduanya. "Kalau gak mau bantu diem aja". Hening, hingga Vera merasakan ada tangan yang memeluknya dari belakang.
"LU NGAPAIN SIH" Vera mencoba lepas, tetapi tak bisa. "Kan tadi lu nyuruh bantu, ini gue bantu ngoseng" Jawab Reno tak bersalah.
"Tapi geser! Gak usah sambil meluk!" Tidak digubris, Reno seakan mengendalikan tangan Vera mengoseng masakan.
" Reno! Awaas" Bahkan tangannya pun terkunci oleh tangan Reno, menambah kesulitan melepas pelukan Reno. Perlakuan Reno selanjutnya menghentikan gerakan Vera yang memaksa melepas kungkungan Reno. Hidung mancung dan bibir tebal Reno mendarat di kepala Vera, mengendus panjang menikmati aroma sang gadis.
"Damn, ur smell" Tak hentinya Reno mengendus aroma rambut Vera, bahkan hidungnya setia menempel pada kepala Vera. Matanya tertutup rapat, gila akan aroma Vera saat ini. Tapi bukan hanya Reno yang gila di sini, Vera pun sedang mati matian menahan gojlakan yang terasa di perutnya. Bahkan tangan Reno dengan kurang ajarnya mengelus lembut perut Vera, memeluknya hangat.
"R-Reno lo!--" Vera tak sadar saja, Reno saat ini begitu gemas melihat Vera yang salah tingkah. Tangannya masih setia memeluk Vera.
"M-masak sendiri sana! " Vera menghentakkan tangan Reno kencang, berhasil pergi dari kukungan tersebut. Sedangkan Reno tak tahan gemas melihat Vera, tertawa tak tertahan.
.
.
.
.
.
.
.
."Reno sialaan" Vera menenggelamkan kepalanya di bantal kamar orang tuanya. Ia meninggalkan Reno sendirian dengan masakan yang setengah matang. Ia merasa begitu bodoh sekarang, bagaimana Vera bisa baper semudah ini?. Vera percaya dari dulu ia anti romantic karena selalu merasa risih setiap didekati setampan apapun lawan jenisnya.
"Ver ini udah jadi, gak mau? " Ucap Reno mengintip dari pintu.
"BISA KETOK DULU GAK SIH" Vera melempar bantal ke arah Reno walau tidak kena karena terlalu jauh.
"Hehe, ngapain? Semalem aja kita tidur bareng"
"RENO BANGSAT"
.
.
.
.Reno dan Vera makan bersama di ruang makan, karena Vera juga sebenarnya lapar karena semalam tidak sempat makan.
"Pelan-pelan aja sih makannya" Ucap Vera menatap Reno yang begitu lahap memakan makanannya. "Gak bisa. Gua udah gak makan dari kemaren pagi. Masakan lo enak" Balasnya sembari mengunyah makanannya.
Astaga, Vera jadi tidak enak.
"Abis ini pergi yuk" Reno memecah keheningan yang terjadi sesaat. Vera menatapnya heran. "Gak bisa, gue ada tugas" Bohong sekali. Bahkan dari diperintahkannya tugas itu Vera sudah berniat ingin menyontek sahabatnya.
"Tugas apa? "
"Fisika" Reno tampak berfikir sebentar."Gue bantu mau gak" Mulutnya mulai melahap lagi tanpa memutus perhatiannya pada Vera. Vera ingin tertawa rasanya, tapi dia tahan. Mana mungkin ia diajarkan orang yang bahkan tidak naik kelas dua tahun berturut-turut?.
"Gak usah Ren. Mending lo pulang aja. " Balas Vera."Lo mau gue kena pukul lagi?" Gerakan Vera terhenti, bodoh sekali melupakan masalah apa yang dihadapi manusia di depannya ini.
"Terus lo mau pulang kapan? "
"Gak mau pergi"
"Gak bisa Ren, ayah gue nanti pulang gimana? "
Reno meneguk airnya. "Gak mau pergi. "Reno berdiri dari tempatnya dan berjalan membawa piringnya, mencucinya dengan paten. Bahkan ia mencuci wajan yang sebelum nya digunakan untuk memasak. Vera hanya memperhatikan gerak-gerik Reno, entah bagaimana cara menyuruhnya pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VERENO
Romance"Lo gak ganti baju? seragam lo basah semua gitu" "Daritadi gue ngurusin lo. Mana sempet" "Beha lo ngejeplak" "RENO BNGSAT"