chapt eighteen

402 47 5
                                    

Sudah hampir dua jam Vera dan Reno menikmati keheningan berdua sembari belajar. Melihat Reno yang fokus dan serius tidak seperti biasanya mencuri sebagian perhatian Vera.

"Daripada ngintip terus mending cium langsung. " Vera tersentak ketika akhirnya Reno memecah keheningan. Gadis itu langsung menatap buku tebalnya lagi, berpura-pura serius. Reno terkekeh geli melihat betapa menggemaskannya gadis di hadapannya itu.

Tiba-tiba Reno menyeret bantal yang diduduki Vera agar duduk berdekatan dengan dengannya.

"Lagi di rumah berdua gini masa belajar sih? Gak asik. " Ucapnya sebelum akhirnya menarik Vera ke dalam pelukannya, menciumi leher pucat Vera.

"Reno! Katanya mau belajar buat kuis besok? " Balas Vera mencoba keluar dari kekangan lelaki itu. "Aku dapet bocoran soal tadi, udah aku liat. Gampang. " Reno menarik tangan Vera, tidak ingin aktivitasnya saat ini terganggu.

"Just stay still and let me make you feel good. " Ia melanjutkan lagi acara menciumi leher Vera, menghirup aroma rambut hitam legam yang bergelombang milik gadis itu. Vera yang terbawa suasana meremas lengan gagah Reno yang sejak awal melingkari perutnya, yang membuat Reno menarik gadis itu ke pangkuannya.

"Feels good, hm? "

"nhn.. "

Reno yang gemas akan reaksi yang diberikan Vera yang mau tapi malu. Ia menggigit pundak gadis itu yang sudah terpampang karena seragamnya yang merosot, membuat Vera menggeram kesakitan.

"Sakit, Ren! Kamu ngapain sih?! " Ia mengelus pundaknya yang terdapat bekas gigitan disana, mencoba menghilangkan rasa sakit yang diberika oleh Reno sebelumnya. Si pelaku hanya tersenyum dan terkekeh seolah tak merasa bersalah, memeluk erat gadis di pangkuannya.

"Not my fault, you're the one who being too cute to handle. " Balasnya, mengangkat bahunya tak peduli.

Di tengah keasikan Reno menciumi leher Vera, tiba-tiba suara pintu merusak semuanya, Vera mendorong Reno hingga tergeletak di lantai.

"Ayah! " Sapa Vera panik ketika melihat sang ayah membuka pintu, berharap tak terciduk akan kelakuan yang mereka lakukan sebelumnya.

Sang ayah yang hendak menyapa balik mengurungkan niat begitu melihat siswa lelaki yang tergeletak di lantai. Siswa tersebut sibuk mengusak kepalanya seakan terbentur sesuatu.

"Siapa ini? beda lagi cowoknya? " Ucap ayah ramah, menaruh tas kerjanya di atas sofa. Vera melotot, tidak ingin Reno salah paham.

"Beda? Maksudnya om? " Reno berdiri, untuk salim kepada ayah Vera. "Ahh.. Ini Reno yah, temen aku. Kita lagi belajar buat kuis besok. " Desak Vera sebelum sang ayah berkutip. Reno mengernyitkan dahi melihat sikap Vera yang tambah aneh.

"Begitu.. Saya ayah Vera. " Ucap ayah sembari tersenyum hangat, menyambut teman sang anak. Setelah berbincang sedikit, ayah Vera pergi ke kamarnya. Tepat ketika pintu tertutup, Reno menatap Vera seperti mengintimidasi.

"Sarga, ya? " Nada serta ekspresinya dingin, kesal membayangkan Vera melakukan hal tadi bersama lelaki lain, terlebih bersama musuhnya, Sarga. Vera menganga, mencari jawaban tepat agar tidak terkena omelan Reno.

"Iya, Kak Sarga. Tapi aku gak pernah bolehin dia masuk kok. Terus ayah emang sempet ngeliat aja beberapa kali. " Reno melotot.

"Beberapa kali? " Ucapnya. Intonasinya rendah, suara memberat, serta dahinya mengernyit. "Sesering itu dianter Sarga di saat aku depresi berat kangen kamu? " Vera menelan ludah susah payah, tetapi itulah faktanya?!

"Kamu tau kan.. Kak Sarga gak bisa ditolak.. " Jawab Vera dengan suara kecil hampir berbisik walaupun Reno masih dapat mendengar jelas karena jarak mereka yang tipis. Reno mendengus kasar, membuat gadis di hadapannya tambah grogi dan menatap lantai.

VERENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang