chapt seventeen

559 49 6
                                    

"Don't blame me if i harass you, hurt you, or eat you alive. "

"Ren.. " Tentu Vera kecewa, ia berfikir bahwa Reno sungguh mencintainya tetapi kalimat yang dilontarkan lelaki tersebut tidak menunjukkan hal itu.

"Aku minta maaf, ya? Aku salah udah maksa kamu untuk cerita hal yang kamu gak suka, dan ngancem kamu. Jangan marah lagi, ayo masuk sekolah lagi. " Baiklah kalau memang Reno tidak benar-benar mencintainya, Vera akan melakukan rencana Arsen saja.

"Sekolah? lo juga tau betapa gue benci sekolah. Lo gak pernah hargain gue, Ver." Mungkin hanya sepele, tetapi hati Vera begitu sakit mendengar Reno menggunakan 'lo-gue' lagi.

"Kamu gak benci sekolah, Ren. Kamu cuma benci seluruh perintah ayah kamu! Stop bikin alasan dan jalanin aja semua! Jangan kekanakan-kanakan! " Reno tak menjawab. Tatapannya ke arah lantai, serta ujung bibirnya yang naik perlahan. Menyeringai.

"I already warn you, lady. " Vera memiringkan kepalanya bingung, hingga ia sadar bahwa Reno tak menatap lantai, melainkan kakinya yang tak sengaja memasuki kamar Reno.

"Don't blame me if i harass you, hurt you, or eat you alive. " Kata-kata tersebut seolah dibisikkan kembali di kuping Vera. Ia terdiam meratapi emosinya yang menjadi tak terkontrol.

Sedetik kemudian badan Vera terhuyung mendapat tarikan kuat Reno, terbanting keras, Vera meringis merasakan punggungnya bertabrakan dengan piano.

Reno seakan tuli, tak peduli bahwa gadis di hadapannya merasa kesakitan.

"Not my fault, i already told you. " Ia kembali menyeringai sembari membuka kancingnya tak sabar.

"Buka baju lo. " Perintah Reno yang masih sibuk dengan kancingnya, sedangkan Vera mulai bergetar melihat betapa buasnya Reno saat marah seperti ini.

"Gak. Ren, stop Ren. " Tolak Vera dengan suara bergetar, berusaha mendorong Reno merasa punggungnya begitu sakit karena menekan keras piano kuno di belakangnya. Terlebih dengan Reno yang menaruh setengah beban badannya di Vera.

"Buka sendiri atau gue bukain? " Selesai dengan bajunya, kini Reno melepas cargo hitamnya, menyisakan boxer putih Clein kelvin. Tak dapat bersuara lagi, Vera tak ingin menangis walaupun tenggorokannya sudah begitu sakit menahan semua isakan, ia menggeleng kuat.

"Fuckin whore. "

Tangan Reno terangkat merobek kaos putih Vera, yang berhasil membuat wanita itu tak kuat lagi menahan tangisannya.

Reno menciumi leher mulus Vera, menghirup aroma yang ia rindu yang membuatnya tambah lapar akan Vera. Mencium, menggigit, serta menghisap leher gadis itu tak memedulikan tangisannya.

"engh.. stop.. aku minta maaf.. maafin aku.. please.. "

Tangan Reno bahkan sudah terangkat, meremas gemas payudara Vera. Gadis itu merasa buruk sekali, seakan ia tak berharga dan rendahan. Dadanya sakit karena sesak yang ia rasakan. Ia yakin mencintai Reno, tetapi bagaimana bisa ia menerima perlakuan ini darinya?

"Reno.. sakit.. " Suaranya parau, wajahnya basah oleh air mata. Pergerakan Reno terhenti, seakan baru menyadari perlakuannya.

"Shit, Vera im sorry. " Secepatnya ia mengambil jaketnya lalu memakaikannya di bahu polos Vera, mengangkat Vera untuk membaringkannya di kasur. Begitu punggung Vera menyentuh permukaan kasur, Vera berdesis nyeri. Reno yang khawatir membalikkan tubuh Vera dan mengangkat jaketnya, memeriksa apa ada luka di sana.

Yang benar saja, terdapat beberapa memar ungu di punggungnya, Reno mulai mengutuk dirinya dalam hati. Tanpa memedulikan badannya yang hampir telanjang ia mengambil minyak untuk memar dan mengoleskannya rapi di punggung kecil Vera. Tangan besar nan kasarnya menyapu lembut punggung Vera. Vera yang masih merasa sesak mengeluarkan sesegukan kecil sisa menangis tadi, membiarkan Reno menyentuh lembut kulitnya.

VERENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang