chapt seven

483 43 1
                                    

"Ver, mau nyontek ga?" Sekar menyodorkan buku tulisnya ke arah Vera yang tertidur di bangkunya. "Gak, gue udah." Jawab Vera singkat tetapi mampu mengejutkan kedua temannya.

"Eh serius lo. Kalau gak ngumpulin lo disuruh ngerjain di depan nanti. " Ceca melempar buku tulis Sekar tadi ke hadapan Vera. "Ya gue serius udah." Vera melempar kembali buku Sekar. "Ye bangsat kenapa buku gue yang kena. "

"GILA GILA" teriak seorang murid mengejutkan murid lainnya. "Apa sih nu? Lo berisik anjing, kalau mau ngomong langsung aja. kaget gue" Jangan heran, Sekar kesabarannya setipis tisu dibelah dua.

"Ya sabar nyet gue napas dulu. " Tonu kembali mengambil napasnya, " Reno gila anjir, dia jalan sambil senyum-senyum, tumben banget. " Mendengar hal tersebut, beberapa siswi berhamburan keluar hendak melihat hal tersebut.

"Aslii ganteng bangett. Gemes banget gak siih. " Segrombolan siswi datang tidak lama, berteriak tidak jelas.

"Senyum doang, ribut banget" Vera kembali menenggelamkan kepalanya di atas mejanya. "Ih Ver, lo nolep sih. Katanya emang Reno tuh separah itu. Dia gak suka siapapun di sekolah ini, dia benci semua orang. Makanya ngeliat dia senyum aja aneh banget. " Jelas Ceca. Tidak lama setelah penjelasan Ceca, tiba-tiba kelas sunyi. Vera yang merasa janggal pun mengangkat kepalanya.

"Pagi, Vera. " Reno melambaikan tangannya ke arah Vera, berjalan mendekat dari pintu. Langkahnya berhenti tepat di hadapan Vera, murid lainnya tak henti memperhatikan keduanya.

"How's your weekend?. I want to come over but you still blocked me, Ver. " Reno menunjukkan layar ponselnya yang memperlihatkan kontak Vera yang masih memblokirnya.

"My- lady? " Ucap Ceca terkejut melihat nama kontaknya, mengejutkan murid lainnya. "Iya, ini kontak Vera. " Reno memutar tubuhnya menunjukkan pada murid lainnya, ekspresi wajahnya begitu bangga dan sombong, seakan telah mendapat hati seorang ratu.

Beberapa murid mulai saling berbisik, berbagi pendapat satu sama lain. Vera yang tidak nyaman dengan situasi tersebut menatap lekat mata Reno, lalu menarik tangannya.

"Kenapa harus ditunjukin sih Ren? " Entah apa pilihan Vera salah, karena diluar kelas lebih banyak murid yang memperhatikan. Reno tersenyum melihat tangannya yang ditarik oleh Vera. "Kenapa enggak? " Jawabnya seadanya.

" Gue malu, Ren. " Lanjut Vera, dia tak fokus pada Reno, ia bingung harus kemana menarik lelaki itu, karena semua mata menuju keduanya saat ini. Ia tak sadar telah menyakiti hati Reno.

"Lo malu ketahuan deket sama gue? " Suaranya terdengar kecewa, langkah Vera terhenti karena Reno menolak untuk melangkah lagi. Mereka berhenti di depan lab kimia yang cukup sepi. Vera membalikkan badannya menghadap Reno, lelaki itu menatapnya tanpa warna tidak seperti biasanya, garis bibirnya melengkung seakan begitu sedih.

"Bukan gitu, Ren. Gue cuma benci banget sama perhatian orang-orang. Lo gak liat tadi semuanya liatin kita? " Vera mengikis jarak keduanya, tetapi Reno hanya membuang mukanya, ia kecewa.

"Marah? " Vera memiringkan kepalanya agar dapat melihat wajah Reno jelas. Reno memalingkan wajahnya ke arah berlawanan, ia hampir tersenyum mendapati perhatian tersebut. Vera menghembuskan napasnya, bingung harus seperti apa. "Yaudah, lo maunya gimana? " tepat setelah kalimat Vera, Reno menatap kembali manik sang gadis.

"Ayo ke kantin. "
.
.
.
.
.

Seperti yang Vera duga, banyak pasang mata yang menatap keduanya. Waktu sepagi ini di kantin seharusnya tidak ramai, tetapi sulit bagi mereka meninggalkan berita ini.

Senyum Reno tak henti terlukis menatap Vera, mulutnya yang ia gunakan untuk melahap sarapannya sesekali menanyakan berbagai hal kepada Vera.

"Jadi kemaren lo kemana? pulang? " Tanya Vera yang mendadak teringat kejadian saat ayahnya tiba-tiba pulang kemarin lusa.

VERENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang