HALOOOO <3
Vote dan koment banyak-banyak yaaa
Selamat membaca, semoga sukaa, Aamiin.
5. DAN, SELANJUTNYA
Semoga dari banyakanya yang akan datang, kamu salah satunya.
***
Hari rabu, di sebuah episode pagi yang berawan.
Pagi-pagi, manusia sudah menebarkan dirinya. Mencari asa dan apapun yang bisa menghidupkan mereka lagi esok hari. Pagi juga, jadi sebuah awal mula. Bisakah melewati hari ini? Dengan baik, atau cuma sekadar dengan terpaksa.
Sepuluh meter dari gerbang sekolah, Ilusi memelankan motornya, mengamati dua orang yang tampak mengobrol dari atas motor mereka. Keduanya terlihat begitu akrab. Ada tawa juga di sela itu yang tercipta. Melewati orang itu, dan mengetahuinya 'siapa', Ilusi kemudian melanjutkan perjalanannya yang sisa sebentar untuk sampai ke parkiran.
SMANDA sudah ramai, Ilusi datang saat lima belas menit lagi bell masuk akan bunyi. Selama belum terlambat, tak apa lah.
Alih-alih memarkir motornya, mata Ilusi malah fokus pada seseorang yang ada di luar gerbang. Razi? Dengan perempuan?
"Itu, motornya, standar dulu, nanti lo jatuh."
Suara itu milik Dewa. Mantan Ilusi.
Ilusi menoleh, oh iya? Dirinya belum standar motor hehe. Ia kemudian bergerak, ingin melakukannya. Namun Dewa segera mendekat menawarkan diri, "Sini, biar gue bantu, gue yang standar tengah, lo turun aja," ucap Dewa sembari memegang motor Ilusi kuat. Ilusi menurut, dan membiarkan Dewa mengambil alih motornya.
"Terima kasih, ya, Kak," kata Ilusi usai selesai.
"Aman," kata Dewa. "Mau ke kelas? Atau ke mana dulu?" tanya Dewa.
"Ke kelas kak."
Sejujurnya, Ilusi sudah berusaha menghindari interaksi dengan Dewa. Ilusi merasa, untuk menyelesaikan suatu hal dengan seseorang, cara terbaiknya adalah dengan 'tidak bertemu', maksudnya, 'ayo, jadi asing, seasing mungkin, untuk tidak menciptakan peluang kembali lagi'.
Bukan karena Dewa adalah orang yang buruk, bukan. Dewa tergolong orang yang baik, cuma Ilusi merasa ia sudah menyelesaikan ceritanya, dan tidak perlu ada cerita lagi setelah itu. Bagi Ilusi juga, mantan, seharusnya terus berada di posisinya, tidak bergerak, dia lestari dengan gelar itu, seharusnya.
"Gue antar ke kelas," ucap Dewa.
"Nggak usah repot-repot, Kak, lagian gue juga udah gede, masa dianterin gitu, gue juga kan udah bukan anak TK lagi," jawab Ilusi, dengan sebuah senyuman yang ia ikutkan.
Dewa tertawa mendengar jawaban Ilusi. Entah kenapa, ia selalu meras gemas jika Ilusi seperti itu. Tangan Dewa bergerak mengelus puncak kepala Ilusi, "Ya udah, kalau gitu, selamat pagi, Lusi, have a good day."
Yang waktu itu bersamaan dengan motor Razi lewat di sebelah mereka, menuju ujung parkiran, tempat biasanya motor anggota SATROVA BESAR parkir. Meski wajah Razi tertutup helm full face, namun dapat Ilusi lihat kalau laki-laki itu meliriknya.
"Kak!! Ilusi, bukan Lusi," peringat Ilusi. Lusi itu nama panggilan kesayangan dari Dewa. Dan Ilusi tidak suka jika nama itu masih ada dan disebutnya, karena hubungan mereka sudah selesai juga. Jadi, yang lainnya, harus ikut selesai juga kan?
Dewa yang sudah berjalan agak jauh dari Ilusi, berbalik dan berteriak, "IYA ILUSI, SAYANGGGG."
"IHHH GAJE BANGET, MALU TAHU NGGAK KAKKK?!!!!!"