7. CINTA BISA BESOK, BISA LUSA

82.8K 5.7K 7.8K
                                    

Haloooo!!!

VOTEE DULUUU DONGG

KOMENT BANYAK-BANYAK YAAAA

Selamat membaca, semoga sukaa, Aamiin.

7. CINTA BISA BESOK, BISA LUSA

Tidak ada yang penting untuk orang yang tidak penting. Kecuali kamu cinta.

***

Terjadi pertengkaran kecil antara Ilusi dan Ayahnya sendiri. Dan kesimpulan dari pertengkaran itu adalah, mulai hari itu dan banyak hari yang akan datang, mulai ada pengawasan yang lebih ketat untuk Ilusi. Setidaknya ini sebagai upaya sang Ayah, menghindari pergaulan bebas di usai putrinya itu.

"Ayah jangan terlalu keras dengan anak sendiri, Pak," tegur Ibu Ilusi. Di kamar yang luasnya tidak seberapa. Ibu Ilusi menegur sang suami. Bagaimanapun itu kan putrinya. Dan Ilusi belum tentu jadi seperti pikiran Ayahnya.

"Saya cuma mengambil sikap yang semestinya," balas Ayah Ilusi.

Sudah amat panas telinga Ayah Ilusi dengan berita-berita dan kabar yang diberikan oleh teman-temannya tentang kenakalan remaja saat ini. Lalu melihat putrinya pulang lambat dan tanpa izin seperti itu. Ia merasa sudah sepantasnya mulai mengambil tindakan. Kota Jakarta ini terlalu banyak cerita kejahatan di usia anaknya itu.

"Boleh, Pak. Namun, jangan menyamakan era kita dulu dengan era, Ilusi," kata Mama Ilusi. Menyampaikan. "Lagipula, ini kali pertamanya dia telat pulang begini kan, Pak?"

"Tapi, nanti jadi kebiasaan, Bu," balas Ayah Ilusi. Ia memang amat tegas dengan putri-putrinya meski terkenal sebagai pribadi penyayang. "Ilusi masih kelas sepuluh. Masih anak kemarin sore di sekolah. Nanti, bagaimana kalau dia di ajak-ajak ke hal yang nggak baik?"

"Di sekolah itu ada banyak orang dengan ribuan macam topengnya, di SMA Ilusi sekarang ada tiga ribu murit keseluruhan," lanjut Ayah Ilusi. Ia berasumsi seperti ini. Karena dulu adiknya, hampir jadi salah satu korban kejahatan saat SMA. Ayah Ilusi amat trauma.

***

Besok hari di kamis, Ayah Ilusi sudah ada di Garasi rumah. Memanaskan mesin motornya, juga motor Ilusi. Mereka belum punya mobil. Maklumlah, budget itu, belum mencapai standar hidup mereka. Tapi sejauh ini, semua serba berkecukupan.

"Ayah ikut kamu dulu ke sekolah, lalu ke tempat kerja, ya," kata Ayah Ilusi pada putrinya yang sudah berdiri di sebelah motornya. Rapi dengan jeket warna hitam.

"Lah, bukannya jam segitu Ayah bisa telat?" tanya Ilusi.

"Ada toleransi lima belas menit," jawab Ayah Ilusi. Lalu naik ke motor honda win hasil modifnya. Sebulan yang lalu kredit motor itu, baru saja lunas.

"Untuk apa, Ayah?" tanya Ilusi, malas.

"Jangan membantah sama Ayah kamu, Nak. Ikuti saja apa maunya," teriak Ibu Ilusi dari Teras. Wanita itu sedang merapikan rambut Arumi-adik Ilusi yang juga bersiap-siap ke sekolah.

Ilusi kemudian bergerak naik ke motornya malas-malasan. Kenapa Ayahnya harus ikut sih? Ilusi bisa menjaga diri, jika itu yang dia khawatirkan. Lagi pula, kemarin ia hanya terlambat pulang. Tidak macem-macem. Berita yang bertebaran di luar sana sungguh sudah menambah khawatir Ayahnya. Padahal Jakarta tidak sejahat itu, Jakarta, kota yang baik. Tergantung sudut pandang kita.

Perjalanan pagi itu, sangat tidak harmonis. Ilusi tidak suka dengan hal berlebihan seperti ini. Tapi ia juga tidak punya energi untuk marah. Takut jadi anak yang duhaka.

"Teman kamu ada yang pacaran?" tanya Ayah Ilusi. Motor keduanya berdampingan. Tentu Ayahnya tidak tahu dengan status Bunga yang sudah amat lama berpacaran dengan Kak Rian.

DIA RAZITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang