24. REUNI ANGKATAN 89

67.1K 5.1K 8.4K
                                    

VOTE DULUU

SELAMAT MEMBACA, SEMOGA SUKA AAMIIN

24. REUNI ANGKATAN 89

Jadi masa depan atau masa lalu, semua ada tempatnya.

***

Setiap pertemuan selalu punya tanggalnya, manusia dan semua yang berkembang di sekitarnya, pelan-pelan akan bertemu dengan alasan dari semua yang tercapai. Setahun, dua tahun, tiga tahun, atau sepuluh tahun setelah hari ini.

Seorang pria dengan setelan kemeja rapi yang baru saja memarkir mobilnya, segera menghampiri anak keduanya yang sedang duduk di balkon kamarnya. "Haloo? Ayah liat post terbaru kamu di IG, mukanya bonyok gitu? habis ngapain?"

Ayah Razi memang aktif di sosial media, terutama di Instagram. Kerap, ia memantau anak-anaknya dari sana.

"Habis di tinju orang," jawab Razi. Bukan cerita baru, Ayah Razi selalu mendengar kejujuran seperti ini dari anaknya.

"Ada manfaatnya atau tidak? kalau ada, tingkatkan," dukung sang Ayah.

Ayah Razi memang seperti itu, ia selalu mengukur sesuatu dari manfaatnya.

"Ada, Razi nolongin seseorang," ucap Razi.

"Cewek atau cowok?" tanya Ayah Razi memastikan. Kadang ia perlu menyebutkan deretan pertanyaan karena tahu, bahwa putra keduanya ini cukup susah menjelaskan sesuatu terlalu panjang. Razi perlu di ajak bicara untuk tahu bagaimana dia. Salah satunya begitu.

"Cewek."

Oh. Ayah Razi tersenyum, akhirnya putranya yang paling pendiam ini mulai punya sesuatu dengan lawan jenisnya, "Ceweknya siapa? ceweknya kamu, ya?"

Bibir Razi menampilkan senyum yang singkat. "Ceweknya orang tuanya."

"Oalah, belum jadian?" tanya Ayah Razi, lagi.

"Nggak akan jadian,"

Ayah Razi memasang badan untuk lebih dekat, "Klasik, kenapa?"

"Mencintai seseorang nggak harus mengajaknya membuat hubungan yang ujungnya akan asing," jawab Razi, Ayahnya manggut-manggut, cukup sepakat dengan yang Razi katakan.

Merasa tidak perlu untuk melanjutkan obrolan itu, Razi lalu berbalik bertanya, "Kok tiba-tiba ke Jakarta lagi, Yah?" Razi menatap sekeliling rumah, mencari keberadaan sang Mama, "Mama nggak ikut?"

"Oiya, ini Ayah ada acara reunian dengan kawan-kawan angkatan 89, waktu di SMA ANDROMEDA, acaranya di cafe dekat sekolah," jawab sang Ayah. Pria itu terlihat sangat bersemangat sekali. Ayah Razi memang senang dengan perkumpulan-perkumpulan dan nostalgianya. "Mama kamu nggak ikut, kerjaannya numpuk, dia juga sibuk ngurus Riani dan Rossie." Rossie itu adik perempuan Razi yang paling muda. Sekarang baru berusia tiga tahun.

"Oh."

"Reunian ini penting banget, ya? sampai rela ke Jakarta lagi?" tanya Razi. Biasanya Ayahnya ini bukan tipe manusia yang tidak rela mengorbankan waktu dan kerjaannya.

Pria itu tertawa, merangkul putranya, "Hahaha, reunian itu adalah acara menonton masa lalu di masa depan."

"Suatu hari kamu akan mengerti kalau nanti udah pisah sama teman-teman kamu," kata Ayah Razi.

Ayah Razi sebisa mungkin selalu berusaha menghargai pertemuan dengan teman-temannya. Karena pertemuan setelah lulus sekolah itu bukan cuma sekadar datang, makan-makan, berfoto, kemudian pulang. Tapi, lebih jauh, berkisar antara kabar, nasib, dan tujuan-tujuan lainnya.

DIA RAZITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang