Disclaimer!
• Narasi harap dibaca juga, agar paham alur dan karakter tiap tokoh.
• Komentar sesuai alur cerita, jangan bawa cerita lain.Happy Reading!
***
Kehidupannya semakin banyak rintangan. Termasuk rumah tangganya. Beberapa kali Alvaro merasa bahwa sikap istrinya berubah. Namun, hal yang tidak disadarinya belum muncul. Bahwa disini, dirinya–lah yang telah berubah.
Sikapnya menjadi semakin bengis dan tak peduli dengan hal-hal kecil di sekitarnya. Apalagi setelah Gerlanzo wafat, empat bulan setelah Leon merayakan hari ulang tahunnya yang ke lima.
Usia pernikahannya hampir menyentuh angka enam. Namun, Dara merasakan perubahan yang teramat besar sekarang. Ia sudah berusaha bertahan di tengah keegoisan suaminya, tapi ternyata Alvaro bahkan menutup mata dan juga telinganya.
Dara meremat ke dua tangannya, ketika ia kini sedang berhadapan dengan suaminya. Pria itu terlihat berubah drastis semenjak kepergian sang kakek. Gelagatnya semakin menunjukkan bahwa hanya ia yang berkuasa.
“Kamu mau kemana, tiba-tiba minta tolong aku untuk packing barang-barang kamu?”
Alvaro yang saat itu tengah mengancingkan kemejanya sambil menghadap cermin pun menjawab. “Roma, aku ada janji temu sama klien disana.”
“Kamu gak punya waktu untuk datang ke acara sekolahnya Leon, tapi kamu punya waktu untuk ketemu sama klien kamu?” sarkas Dara.
Alvaro menghela napasnya berat lalu menghadap Dara sambil berkacak pinggang. “Ini penting, Luke cuti seminggu karena ibu mertuanya sedang operasi transplantasi jantung. Jadi seluruh urusan Cavity Nine, harus aku yang handle.”
Dara menyisir rambutnya frustasi. Seribu satu cara ia lakukan untuk menghadapi manusia egois seperti suaminya, berharap satu dari seribu cara itu berhasil. Namun, sepertinya akan sama saja. Usahanya akan terasa sia-sia. Karena, Alvaro tetaplah Alvaro.
“Hei? Aku harus berangkat, pesawatku boarding satu jam lagi. Jadi bisa tolong bantu aku packing keperluanku?”
Dara berusaha menahan emosinya mati-matian. Ia bahkan masih menunjukkan baktinya kepada sang suami. Selesai dengan itu semua, Dara menarik pegangan koper itu dan ia berikan kepada sang adam.
“Selesaikan pekerjaan kotor kamu dan setelah itu aku mohon keluar dari lingkaran setan ini.”
Iya, keinginan Dara hanya satu, yaitu Alvaro berhenti mengoperasikan perusahaan jasa pembunuh bayaran ini. Dara tak ingin Alvaro semakin banyak musuh dari segala sisi dan dapat mencelakai putranya—Leonel.
“Gak ada satu orang pun yang bisa menghentikan aku, tanpa terkecuali kamu. Sumber uang terbesar kita ada disana, Adara. Jadi jangan pernah sekali pun kamu menuntut aku untuk menyudahi pekerjaan ini.”
“Sumber uang kamu, bukan aku.” Balasnya.
Alvaro sempat terbawa emosi, namun ia masih bisa menahannya. “Iya memang benar, tapi semua uang hasil kerja kerasku ya hanya untuk menghidupi kamu dan Leon.”
Kedua mata Dara memanas, rahangnya mengeras bahkan sampai membuat lidahnya begitu kelu. Alvaro yang ada di hadapannya sudah seperti orang asing di matanya. Dara benar-benar kehilangan sosok suaminya yang dulu.
“Kamu tau gak, kalau risiko dari pekerjaan kamu bisa membahayakan nyawa Leon? Oh, atau bahkan kamu sendiri gak peduli sama keselamatan nyawa anak kamu sendiri?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldara 3
Roman d'amour[Sequel Aldara] [Follow sebelum membaca] Cover by Sridewi [Instagram: @/sartgraphic_] (Nama, karakter, tempat dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiksi) Perpisahan adalah kata paling tidak memungkinkan jika terjadi pada keluarganya. Tapi Dara meng...