Ditunggu vote dan komentar-nya ya 😘
Meski sudah pensiun dan menyerahkan semua urusan Golden Florist pada Jelita, tapi Hani masih rutin berkunjung secara berkala ke toko bunganya itu. Mengenang masa-masa silam saat dia baru mulai merintis, hingga Golden Florist sangat berkembang seperti sekarang. Di tengah banyaknya kompetitor lain, toko bunga milik Hani masih bertahan dan menjadi salah satu yang terbaik di kota ini.
"Banyak pesanan, Ta?" sapanya menghampiri Jelita yang tengah fokus merangkai bunga meja.
"Oh, Ibu baru datang?" Gadis itu tersenyum. "Iya, Alhamdulillah, Bu."
Hani melangkah ke dekat meja yang dihiasi tiga buah rangkaian bunga yang sangat indah dalam vas kristal besar.
"Ini pesanan siapa?" Dia tak kuasa menyembunyikan kekagumannya pada hasil kreasi Jelita yang semakin bagus.
"Oh, itu. Ibu ingat Khalif, kan? Bunga itu pesanan ibu Khalif untuk acara ulang tahun pernikahannya sore nanti."
"Ketiganya ini dia yang pesan?" tanya Hani penasaran.
Rangkain bunga segar yang dibuat oleh Jelita itu terdiri dari bunga-bunga kualitas terbaik dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi. Harga yang mereka patok untuk satu rangkaian bunga tersebut tidak murah. Pemesannya pasti punya cita rasa yang tinggi.
"Iya, Bu. Beliau suka kombinasi warna putih dan pink. Tadi saat saya kirimkan fotonya beliau sangat suka."
Hani tersenyum sambil mengangguk, meski hatinya entah mengapa sedikit terusik.
"Apa dia sering pesan bunga?"
"Kalau mesan langsung kayak gini, baru kali ini, sih, Bu. Tapi Khalif cukup sering mesan buket untuk ibunya. Pernah juga beberapa kali mesan papan bunga. Mungkin dia cerita sama ibunya agar mesan di kita aja untuk acara anniversary itu." Senyum Jelita semakin lebar. Repeat order menandakan kalau produk yang dijualnya sangat memuaskan pelanggan.
"Oh, gitu." Hani ikut tersenyum sembari mengawasi Jelita yang sangat terampil mengguntingi tangkai mawar dan menyusunnya di vas.
Ingatannya melayang ke masa silam, saat Jelita kecil sering membantunya memilah-milah bunga. Ketika sudah remaja, ketertarikan gadis itu pada bunga semakin terlihat. Hani tak berpikir dua kali untuk langsung melibatkannya di toko, dan mengajarinya dari hal paling dasar.
Mengharapkan Sean untuk meneruskan usahanya kelak, jelas tidak mungkin. Sean sama seperti anak lelaki kebanyakan yang tidak punya ketertarikan pada bunga apalagi seni merangkai bunga. Dia lebih memilih mengikuti jejak ayahnya sebagai arsitek.
Pintu toko terbuka seiring dengan ucapan salam dari Khalif. Lelaki itu berinisiatif menjemput bunga pesanan ibunya, meski Jelita bilang kalau bunga itu akan diantar oleh supir mereka.
"Wah, jadi dijemput, ya? Padahal kami biasanya mengantar langsung, lho!" kata Jelita sambil tertawa.
"Iya, nggak apa-apa. Sekalian aku mau menyampaikan pesan Ibu."
"Pesan apa?" tanya Jelita keheranan. Tadi dia sempat berbalas pesan di WA, tapi ibu Khalif tidak membahas apa-apa selain bunga.
"Uhm, ibu ngundang kamu nanti malam." Meski tak terlalu kentara, tapi lelaki itu sedikit gugup. "Itu kalau kamu nggak sibuk atau ada acara malam ini."
Hani yang semula berada di balik rangkaian bunga besar dekat rak, segera berjalan ke arah mereka. Obrolan Jelita dengan tamu yang baru datang itu, sedikit mengusiknya.
"Eh, ada Khalif." Meski mereka baru sekali bertemu saat acara wisuda waktu itu, tapi Hani berusaha terlihat akrab.
"Iya, Bu. Apa kabar?" Lelaki itu menyalami Hani sambil tersenyum sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEMUSIM
Romance"Ibu tidak rela Jelita punya Ibu lain yang dia sayangi, selain Ibu, Sean. Kalau kamu benar-benar sayang sama Ibu, tolong yakinkan dia agar mau menjadi menantu Ibu. Tapi, jangan pernah sekali pun bilang kalau ini permintaan Ibu. Yakinkan dia kalau ka...