Dua tahun sejak perpisahan mereka, Sean memang tak pernah lagi bertemu dengan Gladys. Meski masih cukup sering mendengar informasi terbaru tentangnya yang berasal dari Linda atau teman-temannya yang juga mengenal sang mantan.
Sepengetahuannya, Gladys menetap di Bali setelah mereka bercerai. Orang tua Gladys punya sebuah resort di sana. Meski untuk urusan pekerjaan, terkadang perempuan itu masih cukup sering bolak balik Jakarta.
Gue nggak pengen ketemu Gladys saat ini, bisa nggak lo ajak dia pindah aja ke resto lain?
Sean mengirim pesan itu setelah berada jauh dari mejanya tadi.Pesannya dibalas tidak lama kemudian.
Nggak bisa, dong. Ini aja gue lagi makan.
Sial! Sean menyugar rambutnya frustrasi.
Lita ngeliat elo, nggak?
Kayaknya nggak, deh. Dia fokus ke piringnya, kayak orang kelaparan. Mungkin belum pernah makan di restoran kayak gini.
Sean menghela napas panjang saat membaca pesan tersebut. Pada situasi apa pun, Linda selalu mencari kesempatan untuk menghina gadis itu.
Kalo nggak kepengin ketemu sama Gladys mending lo aja yang pergi. Mumpung situasi aman. Gue akan pastikan, Gladys nggak bakal ngeliat lo dan Lita. Sisanya lo yang urus.
Bunyi pesan Linda berikutnya membuat Sean berpikir keras.
"Mas, bisa minta tolong?" Sean memanggil sorang pelayan restoran yang baru saja melewatinya.
"Ya, kenapa, Pak?"
"Saya mau bayar tagihan di meja nomor tujuh sekarang!"
Tak butuh waktu lama bagi Sean hingga akhirnya pelayan itu memuluskan rencananya. Tak lupa, dia memberi tip yang lumayan besar pada pelayan tersebut.
Ta, sorry banget, aku harus pergi. Ada urusan yang sangat mendesak di kantor. Makanannya udah kubayar. So, enjoy your lunch, ya!
Dia langsung memasukkan ponsel ke dalam saku, tanpa sempat menunggu balasan dari Jelita, lalu menyelinap melalui pintu belakang dan langsung menuju parkiran.
Tidak banyak momen di sepanjang hidupnya, di mana Sean merasa sebagai lelaki pecundang. Sang ayah cukup keras mendidiknya agar menjadi lelaki sejati yang bertanggung jawab atas setiap tindakan yang dilakukan. Namun, kali ini dia benar-benar merasa seperti pecundang menjijikkan. Bak panglima yang lari tunggang langgang di medan peperangan, dan meninggalkan prajuritnya berperang sendirian mengahadapi musuh.
Dia berharap, semoga saja Linda menepati janjinya agar Jelita tidak menyadari ada Gladys di sana. Karena kalau sampai hal itu terjadi, gadis itu pasti langsung tahu kalau dia berbohong dan memilih kabur seperti banci daripada bertemu mantan istrinya saat sedang bersama Jelita.
Pesan dari Sean baru terbaca oleh Jelita lima belas menit kemudian, saat gadis itu mulai gelisah karena Sean tak kunjung kembali sementara hidangan penutup baru saja disajikan.
Dia terbengong sesaat sebelum membalas pesan tersebut.
Oh, iya nggak apa-apa, kok, Mas. Terima kasih.
Meski keheranan karena ditinggal begitu saja, tapi entah mengapa dia sedikit lega. Makan siang berdua saja di tempat seperti ini bersama Sean, membuat Jelita tak kuasa mengendalikan pikirannya yang sibuk mereka-reka berbagai kemungkinan alasan lelaki itu mengajaknya. Hal itu membuat dadanya berdebar-debar gelisah. Rasanya sangat tak nyaman.
Jelita menyantap hidangan penutupnya dengan bahagia. Menikmati setiap suapan sambil mencoba mengenali bahan-bahan yang terkandung pada hidangan tersebut, lewat aroma dan rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEMUSIM
Romance"Ibu tidak rela Jelita punya Ibu lain yang dia sayangi, selain Ibu, Sean. Kalau kamu benar-benar sayang sama Ibu, tolong yakinkan dia agar mau menjadi menantu Ibu. Tapi, jangan pernah sekali pun bilang kalau ini permintaan Ibu. Yakinkan dia kalau ka...