Di Karyakarsa dan KBMAPP apdet lebih cepat ya 😘
"Udah ada kabar, belum, dari Jelita?" Pertanyaan kesekian kalinya yang keluar dari mulut Hani membuat Sean menghela napas panjang.
"Belum, Bu. Pesan yang Ibu kirim kemarin hanya centang satu, dihubungi juga nggak bisa. Mungkin hapenya mati atau nggak ada sinyal di sana."
"Ibu sangat khawatir."
"Terakhir Ibu kontak sama Lita, kan, dia bilang udah hampir sampai. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Itu udah tiga hari yang lalu. Ibu benar-benar nggak tenang. Bagaimana kalau terjadi apa-apa sama dia?"
Sean nyaris kehilangan akal menghadapi kecemasan ibunya yang dianggapnya sangat berlebihan. Sejak Jelita minta izin selama beberapa hari ke tempat pamannya di sebuah desa di pelosok Jawa Barat, Hani menjadi gelisah bukan main. Apalagi setelahnya, dia mengetahui dari salah satu karyawan di Golden Florist, kalau Jelita diantar oleh Khalif sampai ke Bandung.
Hatinya jadi tak tenang memikirkan berbagai macam kemungkinan, termasuk apakah Khalif ingin menemui paman Jelita untuk melamar keponakannya itu.
Tidak mungkin! Dia mencoba menghibur diri sendiri. Tidak mungkin untuk urusan sepenting itu, Jelita tidak mengabarinya terlebih dahulu. Gadis itu bukan tipe perempuan yang mengambil keputusan sebesar itu, tanpa meminta pendapatnya.
"Kamu tahu, kan, ibu sayang banget sama Lita. Dia udah ibu anggap seperti anak perempuan ibu sendiri. Ibu nggak ingin dia jauh-jauh dari dia." Air mata Hani tiba-tiba berlinang saat membayangkan Jelita dipersunting Khalif dan harus meninggalkannya.
"Nanti dia juga bakal balik, kok, Bu setelah urusan dengan pamannya selesai," hibur Sean, lalu mengambil mangkuk berisi bubur yang mulai dingin dan kembali menyuapi ibunya. Berdasarkan laporan dari penjaga rumah, sudah dua hari ini Hani tidak berselera makan. Dia lebih memilih duduk melamun di dekat jendela sambil terus mencoba menghubungi Jelita.
"Ibu nggak selera," tolak Hani ketika suapan kedua.
"Kalau Ibu kayak gini terus, nanti tekanan darah Ibu bisa drop. Ibu harus makan dan istirahat teratur, biar sehat."
"Ibu baru bisa makan, kalau sudah mendengar kabar dari Jelita."
Sean sudah berada di batas titik toleransinya. Segala hal tentang Jelita membuatnya muak. Namun, dia tidak ingin memperdebatkan hal itu dengan ibunya sekarang, karena akan berbuntut panjang.
"Ibu lebih sayang sama dia, ya, dari pada anak Ibu sendiri?"Dia mencoba tertawa kecil.
Hani meliriknya dengan muka merengut. "Pertanyaan apa itu? Tentu saja ibu sayang sama kamu."
"Kalau beneran sayang, tolong jangan bikin aku cemas. Tinggal ibu satu-satunya yang kumiliki saat ini. Kalau Ibu sakit, gimana? Aku pasti merasa jadi anak nggak berguna karena nggak bisa merawat dan menjaga ibunya dengan baik." Bujukan Sean akhirnya bisa juga meluluhkan Hani.
"Kamu paling bisa merayu Ibu." Hani cemberut, tapi rona bahagia terpancar dari wajahnya.
"Aku nggak punya perempuan yang bisa kurayu, kecuali Ibu," canda Sean lega melihat Hani mulai membuka mulut dan suapan demi suapan bubur itu, akhirnya berpindah ke perutnya.
"Sudah saatnya kamu punya istri lagi, Sean," timpal Hani, merasa mendapat angin. " Bulan depan, usiamu sudah tiga puluh dua tahun."
"Menikah itu, kan, bukan karena umur, Bu. Lagian, tiga puluh dua itu masih muda. Teman-temanku saja masih banyak yang belum menikah." Sean menyesal karena candaannya tadi, justru memancing Hani membahas topik yang sangat dihindarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEMUSIM
Romance"Ibu tidak rela Jelita punya Ibu lain yang dia sayangi, selain Ibu, Sean. Kalau kamu benar-benar sayang sama Ibu, tolong yakinkan dia agar mau menjadi menantu Ibu. Tapi, jangan pernah sekali pun bilang kalau ini permintaan Ibu. Yakinkan dia kalau ka...