DUA PULUH TIGA

547 36 9
                                    

Rasanya belum lama Sean terbuai ke alam mimpi, saat deringan ponsel yang sangat mengganggu membangunkannya. Lelaki itu setengah memicing mengambil ponsel yang berada di nakas samping tempat tidur dan melihat nama Linda terpampang di layar.


"Ada apa? Ganggu gue tidur aja lo," omelnya dengan suara yang terdengar serak dan berat khas orang bangun tidur. 


"Sorry, lo bisa jemput gue nggak? Gue nggak bisa nyetir."


"Emang kenapa? Lo abis minum?" Dia berdecak sebal sambil melirik jam digital yang menunjukkan hampir pukul satu dinihari. 


"Iya, cuma dikit, kok. Gue kirim alamatnya, ya!" Sebelum Sean sempat menjawab, perempuan itu sudah memutus panggilan. 


"Kebiasan! Dia yang mabok, gue yang repot!" gerutu Sean sambil mengucek-ngucek matanya, sebelum akhirnya menuju kamar mandi untuk cuci muka.


"Entah kapan tobatnya tu anak. Udah tiga puluh dua masih aja kayak jaman dua puluhan tingkahnya." Lelaki itu masih terus menggerutu sambil berganti pakaian. 


Ini bukan kali pertama Linda menelponnya untuk minta jemput di bar dalam keadaan mabuk. Dulu waktu kuliah dan setelah lulus, Linda cukup sering menghabiskan waktu di tempat hiburan malam. Sesekali Sean ikut nimbrung bersama teman-teman mereka yang kebetulan sama. Dia dan Gladys waktu masih pacaran pernah juga sesekali hang out di sana. Namun, sudah setahun belakangan ini, Linda tak lagi minum. Sean pikir sepupunya itu sudah berhenti dan mulai membenahi hidupnya, tapi ternyata dia salah. Buktinya malam ini Linda menelponnya minta dijemput karena tidak bisa menyetir.


Nama kelab malam yang diberi Linda tidak familiar baginya. Sudah lama sekali Sean tidak lagi menyambangi tempat-tempat seperti itu. Terakhir kali dia sengaja datang, setelah perpisahannya dengan Gladys. Selama beberapa minggu dia rutin ke kelab demi membunuh rasa sepi dan kehilangan. Namun, akhirnya dia menyadari tidak ada manfaat yang didapat selain kesenangan semu yang membuatnya lupa sejenak dengan kepahitan hidup. Setelahnya dia akan kembali berkubang dengan kenyataan yang rasanya justru semakin berat dari sebelumnya. Sean tidak mau melakukan kebodohan semacam itu lagi. Apalagi sejak ibunya sempat masuk rumah sakit dan beberapa bulan kemudian, ayahnya meninggal dunia. 


Sean sampai di kelab tempat Linda minta dijemput, empat puluh lima menit kemudian. Tidak sulit menemukan meja tempat Linda berada, karena pengunjung tidak terlalu ramai. Apalagi tak lama lagi kelab akan tutup. Dalam keremangan cahaya, dia mendapati perempuan itu sedang bersandar  santai di sofa dengan gelas minuman di tangan kanannya.


"Minum berapa banyak lo?" gerutunya sambil menarik lengan Linda. 


"Dikit, kok." Dia menurut saja saat Sean menyeretnya keluar.


"Lo minum sendiri?" Sean bertanya keheranan melihat Linda open table sendirian saja.


"Tadi sama beberapa temen gue, nggak tau dah pada ke mana." Perempuan itu sedikit limbung saat berjalan mengikuti Sean.

CINTA SEMUSIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang