SEMBILAN BELAS

416 52 28
                                    


Jeritan tertahan yang keluar bersamaan dari mulut Tika dan Linda menyadarkan Jelita. Gadis itu segera menurunkan kakinya yang hampir saja menyentuh ujung hidung Linda. Meski tendangan spontan, tapi cukup terukur karena dia hanya ingin menggertak perempuan bermulut pedas itu saja.

"Kamu gila!" pekik Linda dengan wajah seputih kertas. Dia terkejut bukan main, tidak menyangka sama sekali kalau Jelita nyaris saja menendang wajahnya.

"Saya hanya mau nunjukin, gimana anak babu sesungguhnya yang selama ini Mbak remehin," ucap Jelita dingin, lalu segera berpaling  melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda.

Tika yang sejak tadi hanya bisa melongo, masih belum bisa meredakan keterkejutannya. Dia tidak menyangka kalau Jelita yang dikenalnya lembut selama ini, punya tendangan seperti tadi. Meski nyalinya menciut  melihat reaksi Linda, tapi diam-diam dia senang bukan main karena Jelita mau melawan.

"Gue nggak akan tinggal diam! Gue bakal bikin lo nangis darah dan menyesal!" geram Linda sambil menudingkan telunjuknya ke arah Jelita.

Melihat gadis itu hanya diam saja dan tetap melanjutkan pekerjaan seolah tak peduli, kemarahan Linda semakin memuncak. Dia berniat mendorong bahu Jelita, tapi gerakannya kalah cepat, karena tangannya langsung dicekal kuat.

"Tolong, jangan bikin saya lepas kendali dan Mbak harus berakhir di rumah sakit!" desis Jelita tajam, sambil mengetatkan cekalannya.

"Lepas!" Linda meringis kesakitan. Dia tak mengira, tenaga gadis yang selalu diremehkannya itu kuat sekali.

Jelita menatapnya tepat di kedua bola mata dengan bibir terkatup rapat, lalu mendorong perempuan itu sambil berkata. "Pergi dan bawa keempat bunga itu, atau nggak sama sekali!"

Dia lalu berpaling pada Tika yang memandanginya tak berkedip. "Tik, kasih ke dia hanya empat bunga itu! Pesanan pelanggan tetap harus diutamakan!"

Setelah mengatakan hal tersebut, gadis itu meninggalkan ruangan menuju paviliunnya di belakang toko, tanpa memedulikan Linda yang menatapnya tajam dengan bibir merengut menahan sebal. Tubuhnya luar biasa lelah. Tidak hanya karena sehabis lari pagi, tapi juga oleh emosi yang terkuras karena menghadapi Linda. Yang dibutuhkannya saat ini hanya mandi untuk mendinginkan hatinya. Soal apa yang terjadi setelah kejadian barusan, tidak ingin dipikirkannya sekarang.

"Bawain semuanya  ke dalam mobilku!" sergah Linda galak saat Tika mengeluarkan bunga-bunga pesanannya dari lemari pendingin.

"Ba ... baik, Mbak."

Perempuan itu menghentakkan kakinya penuh dendam, saat keluar dari toko. Umpatan dan makian berlompatan dari mulutnya. Tika yang tak sengaja mendengar, mengkeret ketakutan. Dia tidak bisa membayangkan pembalasan apa yang akan dilakukan Linda nanti. Meski dia sempat puas melihat Jelita melawan, tapi tak bisa dipungkiri kalau dia juga khawatir. Takut, kalau-kalau Linda mendramatisir keadaan yang membuat Jelita terpojok.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Tika menyusul gadis itu ke belakang.

"Aku nggak nyangka kamu keren banget tadi, Ta," ucapnya seraya tersenyum lebar. "Langsung kicep, dah, tuh si nenek sihir "

Jelita yang baru saja selesai mandi dan tengah menyuap sarapannya hanya tertawa kecil.

"Aku loss control karena dia menghina ibuku. Dalam situasi normal, aku nggak akan sanggup ngelakuin hal kayak gitu," ucap Jelita muram. "Sekarang aja rasanya masih belum percaya aku udah bikin dia marah besar seperti tadi."

"Bagaimana kalau dia lapor pada Bu Hani?"

"Nggak apa-apa. Aku akan terima apa pun resikonya."

"Ngomong-ngomong, aku beneran kaget kamu bisa ngasih tendangan kayak tadi. Kok bisa sampe nggak kena mukanya?"

CINTA SEMUSIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang