Sejujurnya, memulai cerita baru itu rasanya enggak mudah, terutama kalau cerita sebelumnya ninggalin kesan yang cukup mendalam ... almost a year for me, sejak Lavender Rose tamat terus riset untuk The Deal With Ex lalu menuliskan dan menyelesaikannya ... tetapi memang sebagaimana hidup, we have to move on from the old story.
Well, semoga kalian juga siap move on yaa~
siap bertemu dengan Bapac Kagendra brengshake bin kamfretos yang siap ditraining jadi bucin Ibu Lyre, pfftt🌃
1. | Oke!
Kirei Beauty Care, Grand Opening"Menurut lo, gue mending threadlift apa botox lagi, Re?"
Lyre memperhatikan lembaran promo perawatan wajah dengan berbagai tempelan kupon diskon di setiap sudutnya. Ia menyipitkan mata, karena minus dan hari ini tidak sempat memakai lensa kontak. "Diskonnya beda dikit doang, Din."
Andina mengangguk, menyodorkan satu per satu lembaran promo di tangannya. "Emang, yang threadlift normalnya dua koma tujuh, kena diskon jadi dua koma tiga per satu benang. Sementara botox kena seratus dua puluh lima ribu kalau ngambil per sepuluh unit. Kalau dibawah itu kenanya seratus tiga puluh lima ribu per unitnya."
"Emangnya kebutuhan botox lo nyampe sepuluh unit, Din?" tanya Fayyana sambil meletakkan kaca lipat di atas meja, beberapa kali memiringkan wajah untuk memastikan gambar alisnya sudah presisi.
"Dahi gue doang aja butuh lima belas, Yan."
Lyre tidak menyangka dan berseru, "Yang bener, Din?"
"Iya, gue butuh eyebrowlift juga untuk kali ini, antara enam sampai delapan unit." Andina mengangkat tangan dan menunjukkan bagian ujung alis matanya. "Ini udah mau turun lagi, kesel gue kalau selfie jadi agak aneh matanya."
"Tapi dibanding harga, efek sakit akibat perawatannya masih lebih mending yang botox, Din. Ada keterangan nih kalau yang threadlift bisa seminggu lebih, belum risiko pembengkakan." Lyre menunjukkan bagian bawah selebaran.
Andina menghela napas. "Botox juga mesti nunggu, bisa tiga sampai lima hari baru mulai terasa kencengnya ... dan ya, itulah kenapa disebut beauty is pain, Ibu Lyre."
Fayyana mengekeh, mengangkat kaca lipat dari meja dan mengarahkannya ke wajah Lyre. "Susah emang kalau ngomong sama yang cantiknya paripurna secara alami."
"Haish!" protes Lyre sembari menghalangi pantulan wajahnya di kaca milik Fayyana. "Alami apa, orang sama-sama perawatan wajah. Gue mau skin booster, laser juga."
Andina mengangguk dengan takzim. "Kalau lo emang sebutannya perawatan wajah ... sementara gue sama Fayyana ..."
"Permak wajah!" cetus Fayyana sebelum mereka berdua terkekeh bersama.
Lyre hendak mencibir dua sahabatnya itu tatkala suara nada dering mengalihkan perhatian. Ia merogoh ke Fendi Turqoise Crocodile handbag miliknya, mengeluarkan ponsel pintar yang layarnya menyala-nyala, menampilkan identitas pemanggil.
"Eh! Sebentar ya," pamit Lyre sembari beranjak dan membawa ponselnya, menyingkir dari meja ke area lengang di pinggiran ballroom.
"Hallo, selamat siang." Lyre menyapa begitu panggilan tersambung.
"Siang, dengan Ibu Lyre Pradipandya? Kami dari Tjipto Prima Medika Hospital."
Lyre menempelkan ponselnya lebih rapat ke telinga. "Ah, iya, apakah Papi baik-baik saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
REPEATED
ChickLit[ Sebagian cerita ini sudah diunpublished ] REPEATED • re·peat·ed /rəˈpēdəd/ Butuh lima tahun untuk benar-benar mengakhirinya, pernikahan mereka. -- Lyre Kanantya menyetujui gugatan cerai yang dilayangkan suaminya, Kagendra Pradipandya. Itu terjad...