Halo, para bestie-nya Kagendra, pfftt
.
Udah siap unlock level kesabaran baru? Wakakakaka Kagendra ini memang masih akan terus menyebalkan yagesya, jadi saran aku tyda perlu ragu menghujatnya 👍🏻
.
3.205 kata untuk bab ini
selamat membaca~🌟
17. | Perhatian & Penantian
"Kyaaaaakkkk..." jerit Ravel sembari mempercepat langkah.
"Ravel! Hei, hei ... enggak boleh lari-lari." Kagendra nyaris habis akal. Anaknya tidak bisa diam, selesai mandi dan berpakaian langsung kabur sebelum rambutnya disisir. Ravel juga berkelit menghindar ketika Kagendra sudah hampir berhasil menangkapnya.
Bugh!
Kagendra terkesiap saat Ravel berlari ke pintu dan ketika membuka, Lukito yang berdiri di sana. Ravel juga kaget, karena menabrak dan membuatnya langsung jatuh terduduk.
"Ravel!" seru Kagendra, buru-buru menggendong anaknya. "Papa udah bilang jangan lari-lari, belum disisir rambutnya."
"Maaf, Opa dokter..." ujar Ravel sambil menahan tangis dan memegangi hidungnya.
"Maafnya sama Papa tahu," ralat Kagendra, mengalihkan tatapan dari papa mertuanya dan segera beralih. "Coba lihat, sakit enggak?"
"Mau lari-lari ..." ucap Ravel.
"Enggak boleh lari-lari, Mama lagi sakit, Ravel harus tenang tunggu di sini bareng Papa." Kagendra memberi tahu, mengelus wajah anaknya yang murung dan berkaca-kaca. "No, no! No crying ... anak baik, anak pinter, enggak nangis kalau diberi tahu."
Ravel berusaha menahan tangisnya, selama beberapa detik hanya terdiam dengan tatapan sedih dan bibir yang mengatup kaku.
"Kharavela!" sebut Kagendra dengan serius, tahu anaknya bakal menangis. "No crying ..."
Ravel menggeleng, sudah tidak bisa menahan butiran air matanya menetes-netes dan seketika terisak. "Mau mamaaaaaa...."
"Ravel! Sssttt..." Kagendra segera memeluk, membawanya duduk.
Lukito memperhatikan situasi tersebut sembari berlalu menuju ruang rawat putrinya. Ia geleng kepala singkat, merogoh ponsel dan memastikan sang istri segera datang.
"Mamaaaaa..." pekik Ravel ke arah pintu ruang rawat Lyre.
"Ravel! Sssttt ... Mama baru mau diperiks—"
"Biarkan dia melihat kalau memang itu yang dia inginkan," ujar Lukito cepat, sejenak menghentikan tangis Ravel. Kagendra juga terdiam kaku di tempatnya.
"Opa dokter... Vel mau lihat Mama..." ucap Ravel dengan agak terbata.
"No!" Kagendra langsung menahan sang anak yang hendak memelorotkan diri. "Ravel lihatnya sama Papa dari sini saja. Jangan ganggu dokter periksa Mama."
Lukito memberi lirikan sinis dan berlalu, melakukan pemeriksaan, memastikan keadaan sang putri mengalami peningkatan. Masa kritis sudah lewat dan meski ada tanda-tanda kesadaran awal, Lyre masih belum bisa mempertahankannya selama lebih dari beberapa detik. Lukito menghela napas, mencatat setiap perubahan kondisi sang putri agar nanti bisa didiskusikan dengan tim dokternya.
Kegendra memperhatikan anaknya fokus pada pemeriksaan itu. Ia berujar lirih, "Vel, selama Mama sakit ... Ravel nurut ya sama Papa. Jangan minta gendong-gendong Oma Yaya atau Opa dokter itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
REPEATED
Chick-Lit[ Sebagian cerita ini sudah diunpublished ] REPEATED • re·peat·ed /rəˈpēdəd/ Butuh lima tahun untuk benar-benar mengakhirinya, pernikahan mereka. -- Lyre Kanantya menyetujui gugatan cerai yang dilayangkan suaminya, Kagendra Pradipandya. Itu terjad...