11. | Camping: The last day

43.2K 4.5K 1K
                                    

Hallo, Onty-Ongkel  ...
masih aman 'kan ya tensinya? Sudah ada peningkatan tingkat kesabaran? Yang semula setipis tissue bagi tujuh, sekarang jadi setebal buku? pfftt

.

3.125 kata untuk bab ini
terima kasih untuk yang selalu tinggalin komentar, selalu vote, mau ngeshare & rekomendasi cerita ini ke yang lain ...
I love you pull ❤️‍🔥

.

pertama-tama, tarik napas dulu, tahan lima detik, embuskan perlahan ... selamat membaca & semoga suka~

🌟

11. | Camping: The last day

"Beneran Lyre Sagitta, cantik banget, sumpah!"

Kagendra berhenti berlari, merapatkan penutup kepala yang menyambung ke running jacketnya ketika melewati area restoran utama. Pada pukul tujuh lima belas pagi, udara masih agak lembab, namun kabut sudah menghilang dan sinar matahari yang muncul membuatnya merasa cukup hangat untuk berlari pagi. Tanpa kesibukan kerja, ia butuh olah raga untuk mengalihkan perhatian dari Lyre.

"Enggak kelihatan punya anak, ya? Mana udah agak gede anaknya."

"Dia dulu enggak lanjut season dua Dari Putih Biru ke Putih Abu-abu karena isunya hamil duluan. Suaminya itu anak konglomerat terkenal sejak tahun 50'an, proyek-proyek pemerintah banyak yang jatuh ke perusahaan mereka."

Kagendra melambatkan langkah, para penggosip itu membicarakan dirinya juga.

"Pantesan langsung enggak ada beritanya, padahal Lyre Sagitta lagi booming ... bagus lagi aktingnya, rebelnya tuh khas anak-anak pemberontak, masa pencarian jati diri, makanya seriesnya sukses karena relate."

"Lakinya ketus banget, lihat enggak kemarin pas nyamperin sama anaknya, mukanya suram banget, padahal cuma minta foto doang. Dih! Gue dulu shipper Lyre-Imba."

Imba? Ulang Kagendra dalam pikirannya. Siapa pula keparat yang dibicarakan itu, merusak moodnya saja.

"Imba, Ibrahim Sambara Johrie? Emang ganteng bangeeett ... mana lucu ada lesung pipitnya. Kalau mereka yang jadi, anaknya pasti Arab ganteng-manis gitu ya?"

"Anaknya kemarin ganteng juga, lucu digondrongin rambutnya, cuma bapaknya suram amat. Tua lagi."

Tua? Sebut Kagendra dalam hati, merasa muram seketika. Ia dan Lyre hanya beda usia enam tahun. Mereka sangat serasi, beda tinggi dan berat badan juga sepadan. Kagendra selalu menjaga penampilan, memastikan dirinya tampan di segala situasi, terutama ketika bersama istrinya.

"Coba kalau Lyre enggak ngilang dan nerusin series itu, pasti udah sebesar Marina Yajna atau Coleentia Teja. Apes amat ya nasibnya Lyre, semoga enggak dijebak deh."

Dijebak? Kagendra seketika mendelik. Itu tuduhan yang sangat keterlaluan.

"Kecuali Lyre emang mata duitan, dia 'kan lulus SMA langsung ke Jakarta jadi artis, enggak ada pendidikan lanjutan ... wajar kalau targetnya konglomerat."

Tidak bisa dibiarkan!

"Istri saya bahkan punya kualitas sebagai calon dokter ya! Dia juga lulusan Entrepreneur Bussiness Communication, punya bisnis untuk diurus, makanya enggak tertarik balik ke entertain yang kebanyakan jual sensasi, gosip murahan, atau isu yang enggak ada dasarnya!" Kagendra membuka penutup kepalanya dan memastikan tiga perempuan yang bergosip itu mengenali siapa dirinya. "Anak saya paling ganteng dan lucu sedunia. Saya juga enggak terlalu tua buat Lyre!"

REPEATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang